3.5.2 Analisis Daya Dukung Ekosistem Terumbu Karang
Mengukur daya dukung terumbu karang dilakukan dengan melihat 3 indikator utamanya yaitu : 1 Persentase tutupan karang; 2 indek mortalitas dan
3 kelimpahan ikan karang. Analisis data dilakukan berdasarkan data sekunder hasil pemetaan terumbu karang yang dilakukan oleh Yayasan Terumbu Karang
Indonesia Terangi di seluruh Kepulauan Seribu pada tahun 2004-2005. Sumberdaya terumbu karang diamati pada dua waktu yang berbeda yaitu
di tahun 2004 13-17 Desember 2003 dan dilanjutkan 12-16 Januari 2004 dan 2005 5-12 September 2005. Penelitian dilakukan di 58 titik yang menyebar dari
ujung selatan Gosong P. Lancang ke ujung utara P. Penjaliran Utara Kepulauan Seribu. Setiap lokasi penelitian mewakili 4 dari 5 kelurahan di
Kepulauan Seribu, yaitu Kelurahan Pulau Pari, Pulau Tidung, Pulau Panggang, Pulau Harapan dan Pulau Kelapa. Dalam penelitian ini hanya akan disajikan data
penelitian yang melingkupi Kelurahan Pulau Panggang. Sedangkan Kelurahan lainya akan dijadikan sebagai pembanding.
Penelitian yang dilakukan Terangi berfokus kepada beberapa komunitas terpilih yaitu karang keras, ikan karang dan makrobentos non-karang. Penelitian
tutupan komunitas terumbu karang, kelimpahan masing-masing karang keras, makrobentos non-karang dan ikan dilakukan dengan menggunakan metode
Transek Garis MenyinggungLine Intercept Transect English dkk, 1997. Selain itu, dilakukan juga penarikan garis maya paralel dengan transek garis membentuk
luasan persegi panjang, yang dikenal dengan transek sabuk Hill Wilkinson, 2004 untuk menghitung populasi karang keras, makrobentos non-karang dan ikan
karang. Namun, dalam penelitian ini, hanya akan indikator utama daya dukung ekologi terumbu karang yaitu persentase penutupan karang dan struktur komunitas
ikan karang.
3.5.3 Analisis Kemiskinan Masyarakat Pesisir
Pengukuran kemiskinan selama ini di Indonesia masih berdasarkan pendekatan yang berbeda-beda sehingga menghasilkan data yang berbeda. Metode
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan kuantitatif. Unit analisis yang digunakan terbagi dalam dua tingkatan yaitu :
1 Analisis kesejahteraan regional. Analisis ini digunakan untuk melihat
tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir di lokasi penelitian. Unit analisis yang digunakan dalam analisis ini adalah Kelurahan P. Panggang dan
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Analisis ini akan menjelaskan permasalahan kemiskinan di tingkat regional meliputi sosial ekonomi
masyarakat pesisir, aspek biofisik dan buatan. Indikator kemiskinan yang akan diukur pada tingkatan ini adalah tingkat kesejahteraan keluarga
model BKKBN, indek pembangunan manusia IPM, indeks ketimpangan distribusi pendapatan, indikator kemiskinan secara
partisipatif dan indeks kemiskinan regional.
2 Analisis kesejahteraan rumah tangga. Unit analisis yang digunakan
adalah rumah tangga masyarakat pesisir. Data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah data primer yang didapat dengan metode kuisioner
dan wawancara.
A. Analisis Kesejahteraan Regional
1 Model Kesejahteraan
Keluarga
Berbeda dengan BPS, BKKBN lebih melihat dari sisi kesejahteraan dibandingkan dari sisi kemiskinan. Unit survey juga berbeda, dimana BPS
menggunakan rumah tangga, sedangkan BKKBN menggunakan keluarga. Data kemiskinan dilakukan lewat pentahapan keluarga sejahtera yang dibagi menjadi
lima tahap sebagaimana Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4 Pentahapan Keluarga Sejahtera Menurut BKKBN
Tahapan Keluarga Sejahtera
Definisi dan Indikator
Keluarga pra sejahtera sangat miskin
Belum dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi :
a. Indikator Ekonomi : • Makan dua kali atau lebih sehari
• Memiliki pakaian yang berbeda untuk aktivitas misalnya di rumah, bekerja sekolah dan bepergian
• Bagian terluas lantai rumah bukan dari tanah b. Indikator Non-Ekonomi
• Melaksanakan ibadah • Bila anak sakit dibawa ke sarana kesehatan
Keluarga sejahtera I miskin
Adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator meliputi:
a. Indikator Ekonomi • Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging atau
ikan atau telor • Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh
paling kurang satu stel pakaian baru • Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni
b. Indikator Non-Ekonomi • Ibadah teratur
• Sehat tiga bulan terakhir • Punya penghasilan tetap
• Usia 10-60 tahun dapat baca tulis huruf latin • Usia 6-15 tahun bersekolah
• Anak lebih dari 2 orang, ber-KB Keluarga
sejahtera II
Adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator meliputi:
• Memiliki tabungan keluarga • Makan bersama sambil berkomunikasi
• Mengikuti kegiatan masyarakat • Rekreasi bersama 6 bulan sekali
• Meningkatkan pengetahuan agama • Memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan majalah
• Menggunakan sarana transportasi Keluarga sejahtera III
Sudah dapat memenuhi beberapa indikator,meliputi: • Memiliki tabungan keluarga
• Makan bersama sambil berkomunikasi • Mengikuti kegiatan masyarakat
• Rekreasi bersama 6 bulan sekali • Meningkatkan pengetahuan agama
• Memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan majalah • Menggunakan sarana transportasi
Keluarga sejahtera III plus
Sudah dapat memenuhi beberapa indikator meliputi: • Aktif memberikan sumbangan material secara teratur
• Aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan
2 Indek Pembangunan Manusia IPM
Indeks Pembangunan Manusia IPMHDI adalah indeks yang digunakan untuk mengukur tingkat pembangunan manusia. IPM dijadikan sebagai penilaian
yang bersifat komposit atas perkembangan konsumsi, kesehatan, dan pendidikan masyarakat yang digunakan secara luas untuk mengukur perkembangan
kesejahteraan masyarakat. IPM dihitung berdasarkan data di tingkat Kabupaten. Ada tiga parameter
yang digunakan untuk mengukur IPM Sumarsono dan Marulita, 2002 dalam Karim 2005 yaitu :
1. Derajat kesehatan dan panjangnya umur yang terbaca dari angka harapan hidup life expectancy rate.
2. Pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf rata-rata lamanya sekolah. 3. Pendapat yang diukur dengan daya beli masyarakat purchasing power
parity .
Untuk melihat kualitas pembangunan manusia nilai IPM di bagi menjadi empat klasifikasi sebagaimana disajikan pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5 Kriteria Kualitas Pembangunan Manusia Nilai IPM
Kualitas Pembagunan Manusia
50 Rendah
50 = IPM 60 Menengah Bawah
66 = IPM 80 Menengah Atas
= 80 Tinggi
Nilai kondisi ideal dan terburuk dari IPM disajikan seperti Tabel 6.
Tabel 6 Nilai Kondisi Ideal dan terburuk dari IPM Parameter X
Kondisi ideal Kondisi terburuk
Angka harapan hidup X1 85.0
25,0 Angka melek huruf X2
100 Rata-rata lama sekolah X3
15 Konsumsi riil per kapita yang telah
disesuaikan X4 732,720 300,000
3 Analisis Ketimpangan
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Indeks Gini Rasio Pendapatan Rumah Tangga Nelayan. Persamaan Indek Gini ini
disusun oleh Lorentz dengan bantuan kurva yang disusun dalam suatu skala absis dan ordinat yang sama. Absis menggambarkan presentase persentil populasi dan
ordinat menggambarkan persentase atau persentil pendapatan. Selanjutnya ditarik diagonal bersudut 45 derajat sebagai batas. Besarnya tingkat kemerataan
dan ketidakmerataan dihitung dari luasan wilayah yang dibentuk oleh fungsi yang menggambarkan tingkat pendapatan nelayan dan garis diagonal 45.
Gini koefisien adalah ukuran ketimpangan agregat yang angkanya berkisar antara nol pemerataan sempurna hingga satu ketimpangan sempurna.
Koefisien yang ketimpangannya tinggi berkisar antara 0,50-0,70, sedangkan distribusi pendapatan yang relatif merata angkanya berkisar antara 0,20-0,38
Todaro dan Smith, 2004. Bank dunia mengukur ketidakmerataan distribusi pendapatan berdasarkan besarnya persentase 40 penduduk yang berpenghasilan
rendah dengan kriteria, yaitu : • Jika persentase pendapatan yang diterima oleh kelompok tersebut lebih
kecil dari 12 dari seluruh pendapatan menunjukkan ketimpangan yang tinggi
• Jika kelompok tersebut lebih menerima 12 sampai 17 dari seluruh pendapatan menunjukkan ketimpangan yang sedang
• Jika kelompok tersebut lebih menerima lebih dari 17 dari seluruh pendapatan menunjukkan ketimpangan yang rendah
Data yang digunakan dalam perhitungan ini adalah data pendapatan setiap anggota keluarga yang didapat dari hasil wawancara langsung. Data pendapatan
yang digunakan merupakan pendatan riil dari setiap anggota keluarga. Persamaan untuk menghitung indeks gini, adalah :
∫
− =
=
2 1
100 1
x f
X IG
n
Dimana : IG
= indeks gini F
x = fungsi yang menggambarkan persentase pendapatan nelayan
berdasarkan persentase penduduk yang ada
Persamaan ini dapat dimodifikasi untuk mempermudah pencarian indeks gini yakni :
∑
− −
Φ +
Φ −
=
k j
j j
P IG
1 1
1 Dimana :
IG = Indeks gini
P = Peluang
Φ = Persen kumulatif pendapatan rumah tangga nelayan
P = nk
n = Frekuensi pendapatan yang sama dari rumah tangga nelayan
k = Total kumulatif frekuensi pendapatan yang sama
j = Pendapatan rumah tangga nelayan
4 Pengukuran Indikator Kesejahteraan dengan Metode Partisipatif
Pemantauan tingkat kemiskinan selama ini yang dilakukan pemerintah mengandalkan data Susenas dan Potensi desa Podes. Kedua data ini menjadi
pijakan dasar pemerintah dalam distribusi dan alokasi program yang dirancang secara khusus untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia. Akan tetapi, muncul
persoalan ketika para pejabat lokal ingin melihat secara ril dan harus mengidentifikasi mereka yang miskin dan mengidentifikasi tempat tinggalnya,
karena susenas dan Podes tidak menyediakan informasi ini. Beberapa indikator yang digunakan dalam Susenas dan Podes juga seringkali tidak sesuai dengan
karekteristik wilayah dan masyarakat yang diteliti. Untuk menjawab permasalahan tersebut, para pelaksana program beralih ke data BKKBN yang tujuan utamanya
sebetulnya untuk memantau pelaksanaan program KB Nasional. Dengan demikian metode tersebut kurang cocok dijadikan sebagai instrumen untuk mengidentifikasi
keluarga miskin. Penggunaan data ini telah berakibat pada rendahnya tingkat cakupan yang dapat diraih dan terjadinya kebocoran pada program pemerintah
untuk masyarakat miskin Suryahadi Sumarto ; Principle and Approaches. Untuk itu dibutuhkan metode pemantauan kemiskinan yang memudahkan
pengumpulan data, memberikan hasil yang objektif, peka terhadap kekhasan lokal dan memberikan hasil-hasil yang intuitif dan cepat. Metode ini menekankan
kepada keterlibatan penduduk setempat dalam menentukan kriteria kemiskinan. Metode ini pernah diperkenalkan oleh Lembaga Penelitian SMERU pada tahun
2005 dan diuji cobakan di Cianjur dan Demak. Sistem ini oleh SMERU
diperkenalkan sebagai Sistem Pemantauan Kesejahteraan oleh Masyarakat Community Based Monitoring System – CBMS. Dalam penelitian ini, metode
CBMS tidak digunakan secara penuh tetapi dimodifikasi dan digunakan sebagian. Terdapat beberapa perbedaan antara CBMS ini dengan sistem pemantauan
kemiskinan yang bersifat tradisional. Pertama ; Metode ini menggunakan kuesioner yang cukup sederhana yang dapat dilaksanakan sendiri oleh masyarakat
lokal, yang berarti sistem ini menggunakan pengetahuan masyarakat setempat. Kedua
; karena warga setempat dapat memulai menganalisis sebagian informasi tanpa perlu menunggu untuk terlebih dahulu diproses atau dianalisis di tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi, hasilnya dapat langsung tersedia dalam waktu yang relatif singkat dan secepatnya dapat diambil tindakan. Ketiga; CBMS peka
terhadap kondisi-kondisi yang bersifat lokal. Hal ini penting karena kondisi kemiskinan seringkali berbeda bergantung pada kondisi lokalnya. Karena peka
terhadap kondisi lokalnya, CBMS mampu memberikan pengarahan bagi kebijakan yang tepat untuk mengurangi tingkat kemiskinan di suatu daerah. Sebaliknya,
sistem pemantauan kemiskinan yang lain biasanya menggunakan seperangkat indikator kemiskinan yang sama untuk seluruh daerah, yang sering terbukti tidak
efektif akibat berbagai komplikasi yang ditimbulkan oleh heterogenitas wilayah SMERU, 2005.
Pengumpulan data dan informasi dalam studi ini dilakukan dengan menggabungkan metode kualitatif. Metode kualitatif dilakukan melalui
wawancara dan diskusi kelompok terarah focused groups discussionFGD dengan informan kunci, aparat desa dan masyarakat. FGD adalah sebuah tehnik
pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok.
Tehnik ini mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi terpusat pada beberapa permasalahan tertentu sekaligus digunakan untuk menarik
kesimpulan. Dalam proses FGD, peneliti melibatkan berbagai pihak yang dipandang
dapat memberi sumbangan pemikiran terhadap persoalan yang didiskusikan. Bungin 2003 menyatakan bahwa tahapan utama dalam FGD meliputi :
i Tahap diskusi. Melibatkan berbagai anggota FGD yang diperoleh
berdasarkan kemampuan dan kompetensi formal serta kompetensi penguasaan fokus masalah;
ii Tahap analisis hasil FGD. Pada tahap ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap analisis mikro dan makro. Pada tahap mikro langkah-
langkah analisis meliputi coding terhadap sikap dan pendapat, menentukan kesamaan sikap, menentukan persamaan istilah, mencari
hubungan antara masing-masing masalah. Sedangkan pada tahap makro, peneliti dituntut tidak saja mengabstraksikan hubungan-
hubungan pada tingkat yang substansial, bahkan abstraksi tersebut sampai pada tingkat mengkonstruksi pengetahuan atau
mendekonstruksi teori. Penggunaan FGD dalam pemetaan kemiskinan secara partisipatif ini
sekaligus digunakan dalam pemetaan permasalahan dan isu yang berkembang. Indikator yang digunakan dalam pengukuran kesejahteraan secara partisipatif di P.
Panggang dan P. Pramuka ini terdiri dari 7 indikator penting yaitu kondisi rumah, kepemilikan aset, penghasilanpendapatan, pendidikan, kesehatan, pola makan dan
pekerjaan. Sedangkan tangga kehidupan setelah disepakati bersama-sama masyarakat adalah kategori miskin, cukup dan kaya. FGD ini dilakukan di tingkat
Desa di Kelurahan P. Panggang yaitu di P. Panggang.
B. Analisis Kesejahteraan Rumah Tangga
Analisis kesejahteraan rumah tangga dilakukan dengan metode deskriptif berdasarkan data primer yang didapatkan dari hasil kusioner dan data sekunder
yang relevan. Analisis menggunakan indikator-indikator rumah tangga miskin yang dibuat oleh BPS maupun BKKBN. Hasil dari masing-masing indikator
kesejahteraan selanjutnya dikumpulkan secara total untuk mendapatkan jumlah persentase rumah tangga sangat miskin, miskin, cukup dan kaya. Kriteria tingkat
kesejahteraan ini disusun bersama-sama dengan masyarakat dan hasil wawancara dengan tokoh masyarakat.
Analisis kesejahteraan rumah tangga mendasarkan kepada indikator- indikator umum rumah tangga miskin seperti kondisi rumah, tingkat pendidikan,
kesehatan, pendapatan, pekerjaan, kepemilikan aset dan pola pakaian. Selain itu analisis juga dilakukan pada lingkungan kontekstual yang merupakan jalan keluar
bagi masyarakat dari kemiskinan. Lingkungan kontekstual terdiri dari lingkungan alam, lingkungan ekonomi, lingkungan sosial dan politik serta ketersediaan sarana
dan pelayanan. Data diolah dengan menggunakan software SPSS .
3.5.4 Analisis Ekonomi Politik
Analisis ekonomi politik mengurai interaksi antara ekonomi dan politik. Analisis ini merupakan analisis ekonomi makro ekonomi dikaitkan dengan non
ekonomi kebijakan publik, sumberdaya alam, politik, ekologi, lingkungan dan sosial. Kriteria dalam mengidentifikasi teori seperti ini adalah ada tidaknya
klaim darinya untuk dapat menggambarkan hubungan sistematis antara proses- proses ekonomi dan politik. Hubungan semacam ini dapat dipandang dalam
beberapa cara sebagai hubungan sebab-akibat antara satu proses dengan proses lain teori determenistik, sebagai sebuah hubungan timbal balik teori interaktif
atau sebagai keberlanjutan prilaku. Analisis ekonomi politik dalam penelitian ini akan digunakan untuk
melihat perkembangan ekonomi masyarakat pesisir dikaitkan dengan perubahan sosial politik yang berkembang. Dimensi sosial politik dari kemiskinan lebih
menekankan pada derajat akses terhadap kekuatan yang mencakup tatanan sistem sosial politik yang dapat menentukan alokasi sumber daya untuk kepentingan
sekelompok orang atau tatanan sistem sosial yang menentukan alokasi penggunaan sumber daya. Kebijakan pemerintah dalam kerangka sosial politik
disengaja atau tidak, sebagian di antaranya justru menyebabkan kemiskinan. Hal ini sesuai dengan pendapat para teoritisi bahwa masyarakat menjadi miskin bukan
karena mereka miskin a country is a poor because it is poor, tetapi karena kebijakan pemerintah yang salah a country is poor because of poor policies.
Pendekatan ini berusaha mencari sebab-sebab timbulnya kemiskinan atau ketimpangan yang terjadi, jika dalam penelitian ditemukan hal demikian. Tingkat
kemiskinan yang akan dipotret dalam pendekatan ini adalah kemiskinan struktural yaitu situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap
pemanfaatan sumber daya yang terjadi dalam suatu setting sosial budaya politik
yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi justeru seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.
Pendekatan Kritis
Pendekatan dilakukan dengan paradigma kritis yang ditujukan untuk melihat apakah dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan terdapat mekanisme
ekploitatif sehingga masyarakat pesisir menjadi miskin –sebagaimana marx mengkritik pandangan ekonom klasik- atau adanya policy bias dan proses-proses
terjadinya kemiskinan masyarakat pesisir lainnya. Paradigma kritis secara ontologis
merupakan cara pandang terhadap realitas yang mempunyai orientasi ideologis terhadap faham tertentu. Paradigma kritis menilai realitas secara kritis
dan tidak dapat dilihat secara kasat mata dalam pengamatan manusia, karena merupakan realitas sejarah yang harus dipahami secara mendalam.
Metodologi yang digunakan dalam paradigma kritis adalah dialektika. Menekankan empati dan interaksi dialektik antara peneliti dan responden untuk
merekonstruksi realitas yang diteliti melalui metode kualitatif. Teori kritis melihat sejauh mana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas yang dihayati
oleh para pelaku. Metode penggalian data dalam pendekatan ini dilakukan dengan tehnik dialogis dan wawancara mendalam untuk menemukan kebenaran
realitas yang hakiki Salim, 2001 dalam Wulan 2006. Menurut Fernandes dan Tandon 1993 metodologi kritis berusaha memahami situasi sosial dan
memahami kecenderungan mengenai : 1 profesionalisasi dan sentralisasi pengetahuan, hasil dan terapannya; 2 pelaku tidak hanya dianggap sebagai
sumberpemilik pengatahuan. Proses keterlibatan subyek penelitian mempunyai arti cukup penting dalam proses pertumbuhan kesadaran mereka. Masyarakat
harus mampu melihat masalah mereka sendiri sebagai orang yang terlibat.
Metode Analisis
Pendekatan ekonomi politik dibutuhkan untuk melihat relasi antara daya dukung ekosistem pulau-pulau kecil dengan tingkat kesejahteraan nelayan
tradisional. Relasi yang terjadi di lapangan akan dijelaskan secara deskriptif dengan menggunakan data-data primer dan sekunder yang relevan serta
mengaitkannya dengan beberapa teori pembangunan yaitu teori liberal-kapitalis, struktural-kritisradikal dan heterodox Damanhuri, 1997.
Analisis didasarkan pada data-data empiris yang ada baik data ekologi maupun ekonomi. Pembahasan akan dilakukan dengan mengaitkan antara data
ekonomi seperti pendapatan nelayan tradisional, tingkat kesejahteraan dan ketimpangan yang terjadi dengan kondisi daya dukung ekosistem yang ada baik
terumbu karang maupun mangrove. Fakta yang terlihat di lapangan akan ditemukan faktor penyebabnya dengan menggunakan alat bedah beberapa teori
pembangunan yang telah disebutkan di atas. Penggalian data dilakukan dengan tehnik wawancara mendalam dan FGD.
Analisis ekonomi politik lebih khusus akan digunakan pada saat membedah platform dari kebijakan pemerintah daerah yang terkait dengan
pengembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Program yang ada selanjutnya akan diperiksa berdasarkan ciri-ciri utama dari tiga teori utama
ekonomi yaitu teori liberal, radikal kritis dan heterodox. Penyajian akan menggunakan matrik penciri utama. Platform kebijakan akan ditentukan oleh
seberapa banyak penciri utama yang menunjuk pada kebijakan tersebut. Matrik penciri utama dijelaskan dalam Tabel 7 berikut.
Tabel 7 Matrik Penciri Utama Kebijakan Terhadap Tiga Teori Ekonomi
No Ciri-Ciri
Liberal – Kapitalis Struktural –
Kritis Heterodox
1 Pendekatan Individual
– kapitalis
dan orientasi profit yang dominan
Anti individu- kapitalis
Kolektivitas komunis,
Koperasi modern sosial dan
Nasionalisasi Kekuatan
Ekonomi lokal
2 Basis analisa Mentalitas, prilaku
individu Individu, Negara,
pasar Central-
Pheripery Nilai tradisional
dan modern
3 Alat analisa Tehnokratis
: dalam
pengambilan keputusan demokrasi
berbasis kekuatan kapital
Elit sentral communis :
demokrasi perwakilan
buruh, tani, nelayan
Partisipatory decision making
process gotong
royong Konsensus
Negara, swasta, legislatif
No Ciri-Ciri
Liberal – Kapitalis Struktural –
Kritis Heterodox
4 Tujuan pembangunan
Growth oleh
individu, privat sektor yang dominan
Growth oleh sentral
komunisNegara Keseimbangan
swasta, Negara dan koperasi
sosial demokratis
Kesejahteraan masyarakat lokal
5 Nilai Nilai
luar modern
menguat Nilai luar sentral
komunissosial menguat
Nilai lokal menguat
Sumber : Damanhuri, 2008 diolah
Kebijakan yang ada akan diperiksa kesesuaiannya dengan empat ciri utama dari tiga teori ekonomi. Analisis terhadap kebijakan dilakukan berdasarkan
hasil wawancara, survey langsung, pendapat ahli dan hasil analisis. Tabel 8 di bawah ini menyajikan keterkaitan antara kebijakan yang ada dengan tiga teori
ekonomi.
Tabel 8 Matrik Platform Kebijakan Berdasarkan Teori Ekonomi
No Program
Frek Frek
Frek
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 A1
2 A2
3 A3
4 A4
5 A5
Teori Liberal Teori Radikal
Teori Heterodox
3.5.5 Analisis Kelembagaan