Vegetasi Mangrove Kepekaan Lingkungan Selat Rupat

67 bergerak mengikuti gerakan arus dan menyebar ke wilayah perairan di sekitarnya. Kecepatan arus sangat mempengaruhi gerakan minyak tersebut. Sebaliknya, pada enam jam kedua, gerakan arus secara alami berubah menjadi pasang dan polutan minyak akan dipaksa kembali bergerak ke arah timur. Posisi polutan minyak pada jam ke sepuluh dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13 Simulasi gerakan minyak pada jam ke-10 saat pasang PERTAMINA PPLH UNRI 2002. Pada Gambar 13, , arus yang berasal dari arah utara Selat Malaka saat air pasang bergerak masuk ke Selat Rupat sehingga polutan minyak yang telah menyebar sebelumnya ke arah barat akan kembali bergerak mengikuti arah arus menuju timur. Berdasarkan hal itu, dapat diketahui bahwa polutan minyak di Selat Rupat hanya memiliki gerakan bolak-balik yang di pengaruhi oleh gerakan arus. Oleh sebab itu perlu upaya pengendalian pencemaran minyak di Selat Rupat untuk melindungi ekosistem yang sangat peka dari kerusakan akibat minyak.

5.3.3. Vegetasi Mangrove

Data tutupan lahan diperoleh dari analisis citra landsat tahun 1991, 2002 dan 2008. Tutupan lahan mangrove di sepanjang pesisir Pantai Dumai terus berkurang karena adanya alih fungsi lahan oleh kegiatan perkebunan, pemukiman dan industri. 68 Hutan mangrove di pesisir Pantai Dumai didominasi oleh koloni bakau hitam Rhizophora mucrodata, bakau putih Rhizophora apiculata, tumbuhan api-api Avicennia sp., tanjang Bruguiera gymnorrhiza, tenggar Ceriops tagal, dan pedada Sonneratia sp.. Pada beberapa lokasi juga terdapat lenggadai Bruguiera parviflora, nyirih Xylocarpus granatum, buta-buta Exoecaria agallocha, dan nibung Oncosperma tigillarida. Berdasarkan interpretasi citra satelit tahun 1991, 2002 dan 2008 luas kawasan mangrove di pesisir Pantai Dumai memperlihatkan kecenderungan menurun, yaitu dari 9 206.01 ha tahun 1991, 7 364.06 ha tahun 2002 dan 5 863.32 ha tahun 2008. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa luasan mangrove di pesisir Pantai Dumai telah mengalami penyusutan dari tahun 1991 hingga 2008 seluas ± 3 342.7 ha. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa dari tahun 1991 setiap tahunnya luasan mangrove di Selat Rupat berkurang sebesar 196,6 ha. Penurunan luasan mangrove ini berpotensi mempengaruhi ekosistem perairan di sekitarnya terutama biota perairan termasuk ikan. Menurut Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan bakau dilakukan untuk melestarikan hutan bakau sebagai pembentuk ekosistem hutan yang berperan sebagai tempat berkembang biaknya berbagai biota laut serta pelindung pantai dari gempuran ombak dan aberasi.

5.3.4 Aktivitas di sekitar Selat Rupat

Dumai adalah salah satu kota pelabuhan utama di Propinsi Riau, yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Posisinya yang strategis, Kota Dumai berkembang pesat menjadi salah satu pintu gerbang Indonesia dengan Negara Malaysia. Posisi tersebut mendukung wilayah pesisir Kota Dumai tumbuh sebagai kota industri dan jasa.

5.3.4.1 Aktivitas industri

Dumai juga dikenal sebagai kota minyak karena di kota ini terdapat dua perusahaan minyak terbesar yaitu Perusahaan Pertambangan Minyak Nasional PERTAMINA Unit Pengolahan II yang bergerak dalam bidang pengolahan dan pendistribusian minyak dan gas bumi dalam negeri. Selain itu juga terdapat PT. Chevron Pacific Indonesia PT.CPI yang bergerak di bidang pertambangan serta ekspor minyak dan gas bumi. 69 PERTAMINA UP II Dumai mampu mengolah minyak mentah jenis sumatera light crude yang dihasilkan PT. CPI menjadi produk bahan bakar minyak BBM. Proses produksi di kilang minyak Pertamina UP II Dumai didukung oleh instalasi tanki penimbunan, pelabuhan, dan perkantoran. Kapasitas produksi kilang minyak Pertamina Dumai dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Produksi industri minyak di kilang migas pesisir Pantai Dumai No. Produk Jumlah barelbulan BBM 1 Premium 88 3 385 047 2 Avtur 1 484 048 3 Kerosene 3 827 273 4 ADO automotif diesel oil 13 144 040 5 Ref. Fuel Oil 1 545 593 Non –BBM 1 LPG 461 196 2 Green Cok 962 800 3 LSWR low sulfur waxy residu 335 625 Sumber : Pertamina UP-II Dumai 2008 Posisi Dumai yang strategis merupakan lokasi pilihan bagi perusahaan eksploitasi migas sebagai lokasi penimbunan dan pengapalan loadingunloading minyak. Seluruh minyak yang berasal dari lapangan operasi PT CPI ditampung di dalam 16 tanki timbun yang berkapasitas total + 5.1 juta barel CPI 2004.

5.3.4.2 Aktivitas transportasi laut dan pelabuhan

Pelabuhan Dumai merupakan salah satu pelabuhan utama di Propinsi Riau dengan posisi geografis yang strategis dan menguntungkan karena mempunyai perairan yang cukup dalam yang dilindungi oleh pulau-pulau. Pulau-pulau tersebut meliputi Pulau Rupat, Pulau Ketam, Pulau Babi, Pulau Payung dan Pulau Mampu sehingga pelabuhan ini relatif tenang dari terpaan ombak serta iklim yang cukup menunjang sepanjang tahun. Pelabuhan Dumai berperan sebagai tempat distribusi dan koleksi minyak mentah, CPO dan turunannya, serta hasil-hasil bumi lainnya. Jenis minyak mentah yang diangkut berupa LSWR, Naptha, jet petroleum dan coke. Negara-negara tujuan ekspor adalah India, USA, Cina, Korea, Singapura, Malaysia Bappeko 2008. Pelabuhan ferry di Kota Dumai melayani pergerakan regional maupun internasional. Pergerakan regional menuju Bengkalis, Sungai Pakning, Tanjung Balai, Karimun, 70 dan Batam. Pelabuhan tersebut juga melayani pergerakan internasional menuju Malaysia dengan menggunakan kapal ferry cepat. Jumlah kunjungan kapal dan penumpang di Kota Dumai setiap tahunnya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Kunjungan kapal dan penumpang di Pelabuhan Dumai Uraian T a h u n 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Kunjungan Kapal 6420 6165 7321 7332 7256 4153 4089 Penumpang Naik 451.315 423.456 394.403 398.804 346.895 380.551 375.903 Penumpang Turun 561.214 448.72 410.924 366.918 368.975 333.477 356.285 Total Penumpang 1.012.529 872.176 805.327 765.722 715.87 714.028 732.188 Sumber: ADPEL 2009 Berdasarkan Tabel 9, kunjungan kapal di Pelabuhan Dumai setiap tahunnya memperlihatkan adanya fluktuasi. Pada tahun 2002 hingga 2004 kunjungan kapal memperlihatkan kecenderungan meningkat. Hal ini disebabkan karena meningkatnya volume perdagangan dengan negara tetangga terutama Malaysia dan Singapura. Namun peningkatan kunjungan kapal tersebut berbandingan terbalik dengan jumlah penumpang kapal. Hal ini disebabkan oleh adanya persaingan tarif biaya transportasi antara kapal laut dengan pesawat udara. Biaya perjalanan menggunakan kapal laut tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan transportasi udara sehingga jumlah penumpang kapal mengalami penurunan. Pada tahun 2004 hingga 2006 jumlah kunjungan kapal di Pelabuhan Dumai cenderung stabil, namun pada 2007 dan 2008 jumlah kunjungan kapal cenderung mengalami penurunan karena berkurangnya minat masyarakat menggunakan angkutan kapal untuk bepergian. Pelabuhan Dumai juga merupakan pelabuhan eksport dan import komoditi dengan menggunakan jasa angkutan laut. Jenis komoditi eksport umumnya berasal dari minyak bumi dan gas serta angkutan barang non migas. Ekspor ini berasal dari luar Dumai yang memanfaatkan jasa pengiriman melalui Pelabuhan Dumai. Jumlah bongkar muat migas dan barang non migas di Kota Dumai setiap tahunnya dapat dilihat pada Gambar 14. 71 Gambar 14 Jumlah bongkar-muat kapal di Pelabuhan Dumai ADPEL 2009 Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa bongkar-muat minyak dan gas migas serta barang di Pelabuhan Dumai dari tahun 2006 hingga tahun 2008 memperlihatkan kecenderungan berfluktuasi. Bongkar-muat minyak dan gas memperlihatkan kecenderungan menurun seiring dengan menurunnya produksi minyak di Propinsi Riau, sedangkan bongkar muat non migas memperlihatkan kecenderungan meningkat.

5.3.4.3 Aktivitas perikanan

Aktivitas perikanan tangkap traditional di Kota Dumai memperlihatkan terjadinya fluktuasi dan penurunan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah nelayan tradisional dan hasil tangkapannya. Seiring dengan penurunan hasil tangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan tradisional di Kota Dumai 2003 –2008 sebesar 5.3 , maka jumlah nelayan yang menangkap ikan secara tradisional juga mengalami penurunan hampir tiga kali lipat 546 menjadi 190 keluarga perikanan tangkap. Data jumlah tangkapan ikan dan jumlah nelayan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah nelayan tradisional dan jumlah tangkapan Uraian Nelayan dan Tangkapan T a h u n 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah Nelayan Tradisional orang 546 547 188 185 189 190 Jumlah Tangkapan Tontahun 903 819.98 657.1 872.02 779.57 854.71 Sumber: DKP Dumai 2009 Dari Tabel 11, hasil tangkapan nelayan di Kota Dumai 2003-2008 cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2003-2005 hasil tangkapan nelayan menurun, 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 B o n g k ar M u at B ar an g t o n 2006 2007 2008 T a h u n Migas t on Non Migas t on 72 Nelayan tradisional kesulitan menangkap ikan di wilayahnya bahkan nelayan setempat dengan menggunakan fasilitas yang terbatas harus menangkap ke wilayah yang jauh dari kampung mereka. Jenis ikan yang ditangkap oleh nelayan tradisional Dumai dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Jenis ikan yang ditangkap oleh nelayan tradisional di Kota Dumai No Nama Lokal Nama Ilmiah 1 Belanak Mugil cephalus 2 Gelodok Periopthalmus sp 3 Gulama Otolithis argenteus 4 Sebelah Cynoglossus lingua 5 Selangat Leiognathus brevirostris 6 Biang Setipinna melonchir 7 Parang-parang Chirocentrus dorap 8 Senangin Ekutheronema tetradoctylum 9 Belukang Arius maculatus 10 Mayung Arius thalassinus 11 Udang putih Penaeas merguensis 12 Udang lainnya Penaeas sp Sumber: wawancara dengan nelayan Dumai 2009 Faktor lain yang menyebabkan penurunan hasil tangkapan nelayan adalah kerusakan dan penyusutan ekosistem dari tahun 1991 hingga 2008 seluas ± 3 342.7 ha. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa setiap tahunnya luasan mangrove di Selat Rupat berkurang sebesar 196,6 ha. Pengurangan luasan vegetasi mangrove juga disebabkan karena pengembangan kegiatan industri, perkebunan dan pemukiman di wilayah Pesisir Dumai. Penurunan luasan mangrove menyebabkan terganggunya habitat ikan yang menyebabkan turunnya hasil tangkapan nelayan di sekitarnya. Penurunan hasil tangkapan seiring dengan berkurangnya jumlah nelayan perikanan tangkap di Wilayah Dumai. Pada umumnya nelayan di pesisir Pantai Dumai menganggap bahwa hasil tangkapan mereka tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu, nelayan juga tidak mempunyai kemampuan untuk menangkap ikan ke lokasi yang jauh dari pesisir Pantai Dumai. Oleh sebab itu sebahagian dari mereka beralih profesi menjadi buruh kebun dan bangunan. Menurut Irianto 2009, hasil tangkapan ikan di Dumai sampai saat ini belum memuaskan yaitu dengan kisaran 600-700 kg hari. Jumlah hasil perikanan tangkap tidak mampu memenuhi kebutuhan ikan masyarakat Dumai. Oleh sebab itu untuk 73 memenuhi kebutuhan ikan bagi masyarakat harus didatangkan dari Provinsi Sumatera Utara dan Sumatera Barat.

5.3.5 Kepekaan Lingkungan Selat Rupat

Kepekaan lingkungan adalah gambaran nilai-nilai biologi, sosial ekonomi dan sosial budaya pada suatu ekositem tertentu yang digunakan sebagai prioritas respon terhadap pencemaran minyak. Indeks kepekaan lingkungan IKL Selat Rupat dapat diketahui dengan menggunakan teknik tumpang susun overlay yang menjadi fasilitas utama dalam perangkat lunak SIG dan dipetakan mapped dalam sebuah tampilan geografis yang mudah dibaca dan dioperasikan. Kawasan Selat Rupat memiliki kepekaan yang berbeda sesuai dengan karakteristik lingkungan di wilayah tersebut. Wilayah Lubuk Gaung, Rupat Barat dan Selatan, merupakan wilayah yang sangat peka terhadap pencemaran minyak. Wilayah tersebut memiliki vegetasi mangrove yang relatif baik dan merupakan wilayah tangkapan. Menurut NOAA Ocean Service 2002, kepekaan suatu perairan ditentukan oleh garis pantai tipe sedimen, kondisi gelombang, arus laut dan kemiringan pantai, sumberdaya biologi vegetasi yang tumbuh di sekitar pantai serta pemanfaatan wilayah pesisir dan laut daerah pelabuhan, pemukinan nelayan, pariwisata dan lain-lain. Berdasarkan garis pantai, wilayah Lubuk Gaung, pesisir Pulau Rupat Barat dan Selatan memiliki pantai yang landai dengan kemiringan 3 , gelombang laut dengan morfologi pantai yang terlindung menyebabkan lingkungan di wilayah ini memiliki tingkat kepekaan yang tinggi. Wilayah ini juga memiliki tipe substrat dasar yang didominasi oleh sedimen pasir berlumpur. Sedimen sangat rentan terhadap minyak karena bersifat impermiabel, minyak dapat berpenetrasi dan terkubur ke dalam sedimen, sehingga saat terjadi pencemaran minyak sangat sulit untuk memulihkannya. Kawasan yang memiliki tingkat kepekaan yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda terhadap polutan minyak. Wilayah yang memiliki tingkat kepekaan yang tinggi, akan memberikan respon yang membahayakan ekosistem di sekitarnya walaupun konsentrasi polutan minyaknya relatif kecil. Sebaliknya, wilayah yang kurang peka akan memberikan respon yang tidak membahayakan saat 74 polutan minyak memasuki wilayahnya. Uraian indeks kepekaan lingkungan ini adalah sebagai berikut: Lingkungan sangat peka Kawasan yang sangat peka terhadap pencemaran minyak adalah wilayah dengan sumberdaya pesisir yang mudah rusak akibat tercemar minyak. Selain itu sumberdaya alamnya memiliki produktivitas yang tinggi dan memiliki kontribusi besar terhadap ekosistem dan masyarakat di sekitarnya. Lokasi yang tercakup dalam klas ini adalah wilayah Lubuk Gaung. Lingkungan peka Kawasan yang peka terhadap pencemaran minyak adalah wilayah yang mudah rusak dan memerlukan waktu yang lama untuk memperbaharuinya, sehingga perlu mendapat respon tinggi apabila terkena pencemaran minyak. Kawasan yang termasuk klas peka terdapat di wilayah Pulau Ketam. Lingkungan yang peka memiliki ekosistim mangrove dan non mangrove yang dicirikan dengan vegetasi campuran perkebunan masyarakat dan belukar. Lingkungan kurang peka Kawasan yang kurang peka dicirikan oleh tipe penutupan non mangrove dan pemukiman. Lokasi yang termasuk dalam kategori kurang peka adalah wilayah Pelintung yang dicirikan oleh penutupan belukar, vegetasi non mangrove serta pemukiman. Kepekaan lingkungan Selat Rupat di wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15. Peta kepekaan lingkungan Selat Rupat terhadap polutan minyak Aplikasi CPI PPLH UNRI 2005 Wilayah Pulau Ketam termasuk klas peka terhadap pencemaran minyak karena memiliki produktivitas biologi yang tinggi dengan vegetasi mangrove dan non mangrove yang relatif baik. Mangrove memiliki kepekaan yang tinggi terhadap minyak. Wilayah Lubuk Gaung merupakan wilayah yang sangat peka terhadap pencemaran minyak. Wilayah ini memiliki vegetasi mangrove yang relatif baik yang mudah rusak akibat tercemar minyak. Apabila polutan minyak memasuki wilayah ini, maka respon negatif akan terlihat seperti kerusakan mangrove, dan kematian biota perairan termasuk ikan. Kawasan kurang peka merupakan wilayah yang saat terjadi pencemaran minyak tidak memerlukan respon yang tinggi, karena tidak terlalu berpengaruh terhadap ekosistem sekitarnya. Wilayah yang termasuk kategori ini adalah Wilayah Pelintung. Pantai di wilayah ini umumnya memiliki vegetasi mangrove dengan kerapatan yang relatif rendah dan vegetasi belukar karena telah mengalami alih fungsi lahan menjadi kawasan industri dan pemukiman.

5.4 KESIMPULAN

Wilayah Lubuk Gaung merupakan wilayah yang sangat peka terhadap pencemaran minyak. Wilayah ini memiliki produktivitas biologi yang tinggi dengan vegetasi mangrove yang relatif baik dan merupakan wilayah tangkapan. Wilayah ini juga memiliki pantai yang landai dengan kemiringan 3 , dengan tipe substrat dasar didominasi oleh sedimen pasir berlumpur yang sangat rentan terhadap minyak. Wilayah Pulau Ketam termasuk kategori peka dengan ciri-ciri adanya ekosistim mangrove dan non mangrove dengan vegetasi campuran perkebunan masyarakat dan belukar. Wilayah Pelintung merupakan wilayah yang kurang peka terhadap pencemaran minyak yang dicirikan oleh vegetasi belukar dan alih fungsi lahan menjadi kawasan industri dan pemukiman.