pariwisata dan lain-lain. Berdasarkan garis pantai, Lubuk Gaung, Pesisir Rupat Barat dan Selatan memiliki pantai yang landai dengan kemiringan 3 ,
gelombang laut dengan morfologi pantai yang terlindung, memiliki tipe substrat dasar yang didominasi oleh sedimen pasir berlumpur sehingga memiliki kepekaan
yang sangat tinggi. Sedimen sangat rentan terhadap minyak karena bersifat impermiabel, minyak dapat berpenetrasi dan terkubur ke dalam sedimen, sehingga
saat terjadi pencemaran minyak sangat sulit memulihkannya. Keberadaan minyak di Selat Rupat yang sangat peka dengan pasang-surut
setiap selang waktu enam jam sekali menyebabkan minyak terperangkap dan tidak mampu keluar mencapai laut lepas Selat Malaka. Minyak yang memiliki
molekul resisten berpotensi untuk terakumulasi dan dapat menyebabkan kerusakan ekosistem perairan termasuk mangrove. Polutan minyak masuk ke
ekosistem mangrove pada saat air pasang, dan saat air surut minyak akan terjebak dan menempel pada akar mangrove dan permukaan sedimen. Minyak yang
terjebak pada ekosistem mangrove sulit untuk dibersihkan. Kontaminasi minyak pada ekosistem mangrove dapat menutup akar nafas sehingga menyebabkan
rontoknya daun. Menurut NOOA 2002, lapisan minyak akan menutupi seluruh sistem perakaran mangrove yang mengakibatkan terjadinya penyumbatan pada
lentisel akar nafas, sehingga pertukaran gas O
2
dan CO
2
akan terputus. Apabila hal ini terus berlanjut dapat mengakibatkan kematian pada tumbuhan mangrove.
Oleh sebab itu, untuk mengatasi resiko kerusakan lingkungan terhadap minyak perlu dilakukan pengendalian pencemaran minyak di perairan.
10.4 Pengendalian pencemaran minyak yang efektif di Selat Rupat
Pada dasarnya pengendalian pencemaran minyak di perairan laut, khususnya Selat Rupat dapat dilakukan dengan dua instrumen, yaitu instrumen
teknologi dan instrumen regulasi peraturan perundang-undangan. Penentuan prioritas teknologi dan stakeholder yang dominan dalam pengendalian
pencemaran minyak dilakukan melalui survei pakar.
a. Instrumen pengendalian pencemaran minyak teknologi dan regulasi
Berdasarkan survei pakar teknologi yang dapat digunakan untuk pengendalian pencemaran minyak di perairan laut adalah oilboom mekanik,
dispersant kimia dan bioremediasi biologi. Berdasarkan hasil analisis CPI
comparative performance index, prioritas penggunaan dispersant untuk pengendalian pencemaran minyak di Selat Rupat merupakan pilihan utama,
kemudian diikuti oilboom dan bioremediasi. Pada umumnya dispersant dan oilboom
masih populer digunakan di perairan karena pertimbangan waktu dan biaya dalam pemulihan lingkungan perairan terhadap pencemaran minyak.
Berdasarkan analisis ISM interpretive structural modelling, pemerintah merupakan elemen kunci yang sangat berpengaruh dalam pengendalian
pencemaran minyak di Selat Rupat. Stakesholder ini memiliki kekuatan penggerak driver power yang besar dalam pengendalian pencemaran minyak
terutama dari aspek legal formal dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang meliputi Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Pelayaran, Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup No.04 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Usaha dan atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi, Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Peraturan perundang-undangan ini merupakan instrumen yang berkaitan
langsung dengan usaha dan atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan terjadi pencemaran minyak di perairan Selat Rupat. Pemerintah melalui instansi teknis
berperan dalam pembinaan, pengawasan dan pengendalian terjadinya pencemaran minyak yang ditimbulkan oleh berbagai aktivitas industri migas dan aktivitas
transportasi kapal di pelabuhan yang berada di sekitar Selat Rupat. Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan pemerintah melalui instrumen
regulasi terhadap industri migas PermenLH No.04 Tahun 2007 ternyata cukup efektif menurunkan konsentrasi minyak di effluent industri migas hingga dibawah
baku mutu yang telah ditetapkan. Selain itu, dengan berlakukannya Undang- undang No.17 Tahun 2007 tentang pelayaran, Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim dan Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal maka semua
kapal yang berlayar dan berlabuh di Pelabuhan Dumai harus mengikuti prosedur yang telah berlaku.
b. Model pengendalian pencemaran minyak di perairan