Tujuan Kerangka Pemikiran PENDAHULUAN 1.1

Selat Rupat, merupakan jalur transportasi strategis dan pilihan rute kapal yang produktif. Pelabuhan Dumai banyak dikunjungi oleh kapal-kapal penumpang, baik antar pulau di wilayah Indonesia maupun manca negara. Kunjungan kapal setiap tahunnya 2002-2008 berkisar 4089 –7332 kali dengan jumlah penumpang berkisar 731.188 hingga 1.012.529 orang ADPEL 2009. Kota Dumai merupakan pangkalan utama dua perusahaan minyak terbesar PT.CPI dan Pertamina UP II Dumai yang mengeksploitasi minyak mentah dari berbagai sumur minyak di Propinsi Riau dan mengolahnya menjadi produk bahan bakar minyak BBM. Industri minyak di Kota Dumai mampu mengolah minyak mentah menjadi BBM dengan kapasitas 170.000 barel perhari yang didukung oleh tangki timbun dan pelabuhan Pertamina 2002. Dumai juga sebagai lokasi penimbunan minyak mentah dengan tangki timbun yang mampu menampung minyak dengan kapasitas 5.1 juta barel CPI PPLH UNRI 2005. Berbagai aktivitas transportasi, penyimpanan, pengolahan dan distribusi minyak maupun kegiatan industri di pesisir Pantai Dumai menyebabkan perairan Selat Rupat rawan terhadap pencemaran minyak. Posisi Selat Rupat yang semi tertutup berpotensi bagi polutan minyak untuk terakumulasi di perairan yang dapat menimbulkan kerusakan ekosistem perairan termasuk mangrove. Oleh karena itu maka kajian mengenai pencemaran minyak di perairan Selat Rupat sangat menarik untuk dilakukan. Mengingat pencemaran minyak di perairan Selat Rupat merupakan masalah kompleks yang sangat penting untuk diselesaikan. Kompleksnya masalah ini menyebabkan penyelesaiannya harus dilakukan secara holistik dengan terlebih dahulu membuat model pengendalian pencemaran minyak di perairan Selat Rupat yang sangat berpotensi untuk tercemar minyak.

1.2 Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah merumuskan model pengendalian pencemaran minyak di perairan Selat Rupat Riau. Selanjutnya sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai maka secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk: 1 Mempelajari karakteristik lingkungan perairan Selat Rupat. 2 Mengevaluasi tingkat pencemaran minyak di perairan Selat Rupat. 3 Menentukan prioritas teknologi pengendalian pencemaran minyak di Selat Rupat. 4 Menentukan stakeholder yang dominan dalam pengendalian pencemaran minyak di Selat Rupat. 5 Merumuskan model pengendalian pencemaran minyak di perairan Selat Rupat.

1.3 Kerangka Pemikiran

Kebutuhan akan energi bagi masyarakat secara dominan masih menggunakan sumber energi bahan bakar fosil hidrokarbon. Seiring dengan peningkatan status Dumai dari Kota Administratif menjadi Kotamadya Dumai berdasarkan Undang-undang No.16 Tahun 1999, maka pertumbuhan industri dan aktivitas transportasi di Selat Rupat terus meningkat. Berbagai kegiatan transportasi, penyimpanan, pengolahan dan distribusi minyak di Selat Rupat selalu menyisakan polutan minyak ke lingkungan perairan. Undang-undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan penyempurnaan dari Undang- undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran danatau Perusakan Laut, Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi usaha danatau Minyak dan Gas serta Panas Bumi, Undang-undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim, dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal merupakan konsep umum yang digunakan dalam pengendalian pencemaran minyak di laut hingga saat ini. Pada kenyataannya, penerapan instrumen regulasi di lapangan ada indikasi belum berjalan secara optimal sebagaimana yang diharapkan. Selat Rupat merupakan jalur transportasi strategis. Padatnya lalu lintas berbagai kapal kapal tanker, kargo dan penumpang di perairan ini berpotensi memberikan kontribusi besar terhadap peningkaan polutan minyak di perairan Selat Rupat. Di lain pihak, karakteristik lingkungan perairan Selat Rupat sangat peka terhadap pencemaran minyak. Pencemaran minyak dapat mengakibatkan gangguan terhadap ekosistem. Upaya pengendalian pencemaran minyak di perairan Selat Rupat memerlukan suatu kajian yang menyeluruh holistic termasuk aspek kehidupan masyarakat di sekitarnya. Berdasarkan hal itu, diperlukan suatu model pengendalian pencemaran minyak di perairan sebagai upaya mencegah kerusakan ekosistem di sekitarnya. Pendekatan pengendalian pencemaran minyak di perairan memerlukan kajian permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik lingkungan perairan, tingkat pencemaran minyak di Selat Rupat, teknologi yang tepat untuk pengendalian pencemaran minyak di Selat Rupat dan stakeholder yang dominan dalam pengendalian pencemaran minyak. Model pengendalian ini diharapkan dapat digunakan sebagai arahan bagi pengambilan kebijakan dalam pengendalian pencemaran minyak di perairan laut, khususnya Selat Rupat Gambar 1. Gambar 1 Kerangka pemikiran pengendalian pencemaran minyak di perairan Selat Rupat UU No. 172007, PP No.21 2010, PP No. 191999, PerMenHub No.42005, UU No.32 2009, KepMenLH No.512004, PerMenLH No.042007. Konsep umum pengendalian pencemaran minyak di perairan laut Arahan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Minyak di Perairan Selat Rupat UU No.16 Tahun 1999, pertumbuhan industri dan lalu lintas kapal di Selat Rupat Peningkatan beban pencemaran minyak di Selat Rupat Evaluasi tingkat pencemaran minyak di perairan Selat Rupat Pemodelan umum pengendalian pencemaran minyak di perairan Karakteristik lingkungan di Selat Rupat hidrooseanografi, mangrove, kepekaan lingkungan. Kondisi eksisting aktifitas di daratan dan laut sekitar perairan Selat Rupat sebagai sumber pencemar minyak Model Pengendalian Pencemaran Minyak di Perairan Selat Rupat Teknologi pengendalian pencemaran minyak oilboom, dispersant dan bioremediasi Stakeholders yang dominan dalam pengendalian pencemaran minyak di Selat Rupat

1.4 Perumusan Masalah