KESIMPULAN MODEL PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT RIAU

terdegradasi 63.6 , sedangkan skenario I dan II masing-masing mengalami penurunan hingga 23.7 ppm terdegradasi 43.6 dan 18.6 ppm terdegradasi 55.7 . Kombinasi teknologi oilboom dan dispersant dan regulasi peraturan perundang-undangan lebih efektif mengendalikan pencemaran minyak di Selat Rupat sehingga menjadikan wilayah tersebut aman terhadap resiko pencemaran minyak. Status aman mampu meningkatkan hasil tangkapan dan pendapatan nelayan di sekitarnya. Selanjutnya skenario II lebih efektif dibandingkan skenario I yang menunjukkan bahwa penggunaan teknologi oilboom dan dispersant secara parsial lebih mampu menurunkan konsentrasi minyak di perairan dibandingkan skenario I. Oleh sebab itu perlu komitmen yang tinggi dari pemerintah dalam penerapan instrumen regulasi peraturan perundang-undangan dalam pengendalian pencemaran minyak di perairan laut. Pemerintah selaku stakeholder kunci juga harus mampu memberikan insentif kepada stakeholder yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap lingkungan serta memberikan sanksi tegas bagi pihak yang melanggar demi kelestarian lingkungan.

9.4 KESIMPULAN

Perairan Selat Rupat rawan terhadap pencemaran minyak. Input minyak di Selat Rupat berasal dari kegiatan industri di daratan yang masuk melalui muara sungai, effluent industri Migas dan aktivitas pelabuhan. Upaya pengendalian pencemaran minyak di perairan Selat Rupat harus dilakukan secara holistik dengan menggunakan model dinamik. Model pengendalian pencemaran minyak ini dapat memprediksi dampak untuk waktu 10 tahun ke depan hingga tahun 2020. Respon minyak diamati pada tiga lokasi yang dapat mewakili tingkat kepekaan sensitivitas perairan di Selat Rupat yaitu Perairan Lubuk Gaung sangat peka, Perairan Pulau Ketam peka dan Perairan Pelintung kurang peka. Dari kondisi eksisting, perairan Pulau Ketam, Lubuk Gaung dan Pelintung termasuk kriteria tercemar ringan. Wilayah Lubuk Gaung merupakan wilayah yang memberikan respon cukup berbahaya terhadap pencemaran minyak karena memiliki karakteristik lingkungan yang sangat peka. Wilayah Pulau Ketam dan Pelintung merupakan wilayah yang aman terhadap pencemaran minyak. Pengendalian pencemaran minyak dengan menggunakan skenario III gabungan teknologi dan regulasi lebih efektif dari skenario I penggunaan regulasi secara parsial dan skenario II penggunaan teknologi secara parsial. Kombinasi penggunaan teknologi dan penerapan instrumen regulasi mampu mengendalikan pencemaran minyak di wilayah Lubuk Gaung sehingga aman terhadap pencemaran minyak. Status aman terhadap pencemaran minyak mampu meningkatkan hasil tangkapan nelayan di kawasan Selat Rupat.

X. PEMBAHASAN UMUM

Selat Rupat merupakan selat kecil di Selat Malaka yang terletak antara pesisir pantai Pulau Rupat dengan Kota Dumai. Selat ini berperan penting dari sisi ekologi dan ekonomi bagi masyarakat Riau umumnya dan Kota Dumai khususnya. Peran ekologis, Selat Rupat dapat dilihat dari keberadaan vegetasi mangrove di wilayah tersebut. Ekosistem mangrove mempunyai fungsi ekologis sebagai pelindung pantai dari terjangan angin dan gelombang laut, mencegah intrusi air laut, sebagai habitat tempat tinggal biota perairan, tempat mencari makan feeding ground, tempat asuhan dan pembesaran nursery ground, dan tempat pemijahan spawning ground bagi berbagai jenis biota perairan. Peran tersebut menyebabkan kawasan mangrove dimanfaatkan secara tidak langsung oleh masyarakat sebagai wilayah penangkapan ikan. Mangrove merupakan habitat pesisir yang peka terhadap pencemaran minyak. Selat Rupat berperan penting dalam menunjang perekonomian Riau karena berpotensi sebagai pelabuhan utama di pesisir timur Pulau Sumatera. Kondisi Selat Rupat yang terlindung mampu mendukung pertumbuhan ekonomi Kota Dumai sebagai kawasan industri dan jasa. Prioritas pertumbuhan ekonomi Dumai memperoleh dukungan penuh dari pemerintah Propinsi Riau terutama setelah pemekaran wilayah Kepulauan Riau menjadi propinsi. Kota Dumai diharapkan mampu menjadi ujung tombak perekonomian Propinsi Riau menggantikan Batam. Peningkatan status Dumai dari Kota Administratif menjadi Kota Dumai berdasarkan Undang-undang No.16 Tahun 1999 menyebabkan pertumbuhan industri dan aktivitas transportasi di Selat Rupat terus meningkat. Dumai juga dikenal sebagai kota minyak karena di kota ini terdapat dua perusahaan minyak terbesar yang bergerak di bidang eksploitasi, pengolahan dan distribusi minyak PT. CPI dan PT. Pertamina UP II. Dumai juga merupakan pelabuhan utama di Propinsi Riau yang mampu melayani pergerakan regional maupun internasional. Pada saat ini, dengan dukungan infrastruktur yang ada Dumai tumbuh menjadi kota industri, perdagangan dan jasa dengan pertumbuhan ekonomi rata- rata 7,6 per tahun BPS Dumai 2007. Posisi yang strategis, yang berdekatan langsung dengan Negara Malaysia mampu menjadikan Dumai sebagai sentral