lemas. Selain itu, minyak juga dapat menyebabkan terkontaminasinya organisme perairan yang biasanya dikonsumsi. Hidrokarbon aromatik pada titik didih rendah
seperti benzena, toluena, xilena, nafthalena dan phenantrena merupakan fraksi yang paling toksik dan penyebab utama kematian organisme BP Migas 2002.
Senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam minyak bumi seperti benzena, toluena, etil benzena dan isomer xilena BTEX mempunyai sifat mutagenik dan
karsinogenik pada manusia. Senyawa ini sulit mengalami perobakan di alam sehingga akan mengalami proses akumulasi pada rantai makanan biomagnifikasi
pada ikan maupun biota laut lainnya Mukhtasor 2007.
2.2.3 Prilaku Minyak di Perairan
Pada saat terjadi pencemaran minyak di perairan, minyak akan mengalami serangkaian perubahan atas sifat fisik dan kimiawi. Sebagian perubahan tersebut
mengarah pada hilangnya beberapa fraksi minyak dari permukaan laut, sementara perubahan lainnya berlangung dengan masih terdapatnya bagian material minyak
di permukaan laut. Meskipun sebahagian minyak tersebut terurai oleh lingkungan laut, namun waktu yang dibutuhkan untuk proses penguraian itu tergantung pada
karakteristik fisika dan kimiawi minyak dan proses penguraiannya secara alamiah. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi perubahan sifat minyak adalah:
a. Karaterisik fisika minyak densitas, viskositas, dan kelarutannya. b. Komposisi dan karakteristik kimia minyak.
c. Kondisi sinar matahari fotooksidasi, kondisi oseanografi dan suhu udara. d. Karakteristik air laut pH, arus, suhu, keberadaan bakteri, nutrien, dan
oksigen terlaut. Pada saat minyak masuk ke lingkungan laut sebagai pencemar, minyak
segera mengalami perubahan fisik dan kimia melalui proses penyebaran spreading, penguapan evaporation, dispersi dispersion emulsifikasi
emulsification, pelarutan dissolution, oksidasi oxidation dan sedimentasi sedimentation dan penguraian secara biologis biodegredation. Semua proses
ini merupakan proses pelapukan weathering yang menguraikan komponen minyak di perairan IPIECA 2001.
Proses penyebaran minyak akan menyebabkan lapisan menjadi lebih tipis serta tingkat penguapan meningkat. Hilangnya sebahagian material yang volatil
menyebabkan minyak lebih padat, berat dan tenggelam GAO 2007. Prilaku minyak di perairan tersebut diuraikan sebagai berikut.
a. Penyebaran spreading Pada saat masuk ke perairan laut, minyak akan tersebar ke seluruh permukaan
laut dalam satu lapisan. Kecepatan penyebarannya tergantung pada tingkat viskositas minyak. Minyak yang viskositasnya rendah dan berbentuk cair akan
menyebar lebih cepat dari minyak yang viskositasnya tinggi. Lapisan minyak ini akan menyebar dengan cepat dan menutupi wilayah permukaan laut.
Penyebaran minyak tersebut pada umumnya tidak merata. Setelah beberapa jam, lapisan tersebut akan pecah dan karena pengaruh angin, aksi gelombang
dan turbulensi air laut, akan membentuk buih tipis. Tingkat penyebaran minyak juga ditentukan oleh kondisi fisik perairan seperti temperatur, arus laut,
pengaruh pasang dan kecepatan angin Reed et al. 1999. Gelombang dan turbulensi di permukaan laut dapat mengakibatkan seluruhnya
atau sebagian dari lapisan minyak pecah menjadi beberapa bagian dan tetesan yang ukurannya bervariasi. Ini akan tercampur ke dalam lapisan atas pada
kolom air. Beberapa dari tetesan yang lebih kecil akan tertinggal dan tersuspensi pada air laut sementara tetesan yang lebih besar akan cenderung
naik ke permukaan, dimana tetesan-tetesan ini kemungkinan tidak bergabung dengan tetesan lain dan membentuk lapisan atau tersebar membentuk lapisan
tipis NOOA 2002. Penyebaran ini merupakan proses terpenting selama awal ekspose minyak dalam air. Proses ini akan memperluas sebaran minyak
sehingga meningkatkan perpindahan massa melalui proses evaporasi, pelarutan dan biodegradasi.
b. Penguapan evaporation Proses penguapan adalah mekanisme utama hilangnya sebahagian fraksi
minyak dari permukaan laut. Laju dan jangkauan proses penguapan banyak tergantung pada proporsi fraksi bertitik-didih rendah dari lapisan minyak yang
tumpah. Proses penguapan juga bergantung pada proses penyebaran awal yang telah berlangsung, sebab makin luas dan tipis ketebalan tutupan daerah
penyebaran minyak, makin cepat fraksi minyak ringan untuk menguap. Faktor lingkungan yang mempengaruhi penguapan minyak adalah angin, gelombang
air dan suhu. Proses penguapan menyebabkan minyak yang mengalami peningkatan densitas dan viskositas Mangkoedihardjo 2005. Minyak ringan
seperti bensin dapat menguap hingga 90 dari total volumenya selama dua hari, sedangkan minyak mentah ringan dapat menguap hingga 40. Sebaliknya
minyak mentah berat residu melepaskan tidak lebih dari 10 dari volume awalnya beberapa hari setelah terjadi pencemaran minyak. Penguapan senyawa
alkana C15 dan aromatik berlangsung 1 – 10 hari Xueqing et al. 2001.
c. Dispersi dispertion Dispersi adalah mekanisme fraksinasi dari lapisan minyak menyebar dalam
bentuk gumpalan droplet dan pergerakannya di dalam badan air dapat secara vertikal dan horizontal. Dispersi vertikal berkaitan dengan pergerakan droplet
yang memiliki dimensi kurang dari 100 μm. Fenomena ini lebih dianggap sebagai pergerakan polutan dari satu tempat ketempat lain dan bukan sebagai
mekanisme degradasi. Formasi gumpalan minyak ukuran kecil secara signifikan mampu meningkatkan kontak antara air laut dan minyak dan
penguraian minyak oleh mikroorganisme akan semakin besar. Gumpalan minyak akan menyebar melalui lapisan atas air laut dan akan terapung kembali
ke permukaan laut tergantung pada densitas dan ukuran gumpalan minyak tersebut Syakti 2004.
d. Emulsifikasi emulsification Emulsifikasi adalah proses perubahan status butiran minyak dalam air menjadi
butiran air dalam minyak. Gerakan gelombang menyebabkan lapisan permukaan minyak bergerak ke bagian atas permukaan air sehingga
menyebabkan formasi minyak yang tidak larut dalam air akan teremulsi dengan cepat. Emulsi mampu mengubah karakteristik minyak secara signifikan.
Emulsi yang stabil mengandung 65-80 air. Emulsi perangkap air dapat meningkatkan volume minyak menjadi 3-5 kali lebih besar Mukhtasor 2007.
e. Pelarutan dissolution Proses pelarutan berperan penting bagi proses biodegradasi minyak di perairan.
Kecepatan pelarutan dipengaruhi oleh komposisi kimiawi hidrokarbon minyak bumi, luasan penyebaran, dan kondisi hidrooseanografi perairan arus, angin
dan gelombang dan viskositasnya. Senyawa aromatik dengan berat
molekul kecil seperti benzena dan toluena lebih mudah larut dalam air dibanding senyawa minyak yang berberat molekul besar NAS 1985.
Kelarutan berbagai jenis hidrokarbon minyak di dalam air dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kelarutan hidrokarbon didalam air mg. L
-1
pada 25 °C
n-alkana Kelarutan ppm
Senyawa Aromatik Kelarutan ppm
nC5 40
Benzena 1700
nC6 10
Toluena 530
nC7 3
Ethylbenzena 170
nC8 1
p-Xylena 150
nC12 0.01
Naphtalena 30
nC30 0.002
Phénanthrène 1
Sumber: Syakti 2004.
Berdasarkan Tabel 3, senyawa aromatis memiliki kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa alkana. Benzena memiliki kelarutan yang lebih
tinggi, kemudian diikuti oleh toluene, ethylbenzena, xylena dan naphtalena. Pada umumnya makin berat molekul dari senyawa hidrokarbon minyak
semakin kecil kelarutannya dalam air. f. Oksidasi
Proses oksidasi mampu mengubah minyak menjadi senyawa-senyawa baru berdasarkan kemampuan oksidasinya. Pada proses ini, hidrokarbon dapat
teroksidasi menjadi alkohol, keton dan asam-asam organik. Hasil oksidasi merupakan senyawa yang lebih mampu larut dibandingkan dengan senyawa
hidrokarbon sebelumnya. Oksidasi minyak mentah dapat terjadi melalui dua proses yaitu foto-oksidasi dan mikrobial-oksidasi. Saat minyak di perairan
terkena sinar matahari melalui bantuan oksigen maka terjadilah fotooksidasi dan diikuti dengan oksidasi mikrobial secara aerob. Hal yang mempengaruhi
fotooksidasi adalah spektrum dan intensitas cahaya matahari, serta karakteristik permukaan air. Radiasi matahari yang sampai ke lapisan minyak dapat
meningkatkan proses oksidasi photo-oxidation, namun laju penguraian ini tidak lebih dari 0.1 per hari meskipun dibawah intensitas sinar matahari yang
tinggi. Disamping itu, aksi gelombang yang dapat mengakibatkan pecahnya minyak menjadi komponen-komponen kecil dapat mempercepat proses
oksidasi, karena luas bidang kontak antara minyak dan oksigen semakin besar.
Proses oksidasi akan sukar berlangsung pada komponen minyak yang tebal dan berviskositas tinggi. Proses oksidasi cenderung berjalan lambat sehingga
minyak dapat membentuk formasi yang persistant sukar terurai karena formasi komponen minyak dengan berat molekul tinggi dapat menghasilkan
lapisan pelindung pada permukaan gumpalan minyak. Komponen ini cenderung mengalami proses sedimentasi karena berat jenisnya lebih tinggi
dari air laut Mukhtasor 2007. g. Sedimentasi sedimentation
Sedimentasi merupakan proses perubahan minyak menjadi sedimen tersuspensi yang akhirnya akan tinggal di kolom air dan terakumulasi pada dasar perairan.
Sinking merupakan mekanisme dimana minyak yang berat jenisnya lebih besar
dari air akan pindah ke lapisan bawah secara alami karena gaya gravitasi. Sedimentasi memerlukan mekanisme proses untuk merubah minyak menjadi
sedimen. Proses sedimentasi minyak lebih cenderung berlangsung melalui rantai makanan dan terdeposit pada dasar laut bersama kotoran buangan
organisme laut. Salah satu mekanisme yang terjadi adalah penyebaran butiran minyak ke kolom perairan oleh zooplankton dan tenggelam ke dasar perairan
Lee et al. 2005. f. Penguraian secara biologi biodegredation
Biodegradasi adalah proses penguraian minyak oleh mikro-organisme pada permukaan kontak minyak dengan air yang berlangsung pada beberapa
komponen minyak. Proses biodegradasi merupakan proses perpindahan massa dari media lingkungan ke dalam massa mikroba menjadi bentuk terikat dalam
massa mikroba sehingga minyak hilang dari perairan. Menurut Syakti 2009, kemampuan mikroorganisme mendegradasi minyak berbeda-beda dengan
kecenderungan urutannya adalah senyawa n-alkana hidrokarbon jenuh, aromatik benzena, naftalena, dan fenantrena, hidrokarbon jenuh bercabang
isoprenoid, dan porhyrin. Hasil proses biodegradasi umumnya adalah karbondioksida dan metana yang kurang berbahaya dibandingkan minyak pada
besaran konsentrasi yang sama. Mikroba yang mampu menguraikan minyak tersedia di dalam air yang terdiri atas berbagai jenis bakteri, ragi dan fungi.
Bakteri terpenting adalah Achromobacter, Acinetobacter, Alcaligenes,
Arthrobacter, Bacillus, Brevibacterium, Cornybacterium, Flavobacterium, Nocardia, Pseudomonas, Vibrio
. Jenis ragi dan fungi yang mampu menguraikan minyak adalah Aspergillus, Candida, Cladosporium, Penicillium,
Rhodotorula, Sporobolomyces, Trichoderma .
Menurut Shin 2001, efektivitas bioremediasi ditentukan oleh kondisi faktor suhu, jumlah oksigen, nutrien pH dan salinitas. Pada suhu rendah viskositas
minyak meningkat dan volatilitas senyawa toksik menurun sehingga akan menghambat proses bioremediasi. Hidrokarbon rantai pendek alkana lebih
mudah larut pada suhu rendah, sebaliknya pada suhu tinggi, senyawa aromatis lebih mudah larut. Secara umum laju biodegradasi umumnya meningkat
dengan peningkatan suhu sampai batas tertentu. Laju biodegradasi minyak tertinggi di laut dapat dicapai pada suhu 15 - 20°C Mangkoedihardjo 2005.
Ketersediaan oksigen memegang peranan penting dalam proses biodegradasi hidrokarbon jenuh dan aromatik BTEX. PAHs dan alkanes dapat terdegradasi
pada kondisi anaerob Xueqing et al. 2001. Pada saat terjadi pencemaran minyak di laut, suplai karbon ke dalam air laut
meningkat. Pada saat itu di perairan terjadi ketidak seimbangan komposisi nutrient dimana unsur C meningkat tajam sehingga CNP menjadi membesar
melebihi komposisi normal bagi kebutuhan mikroba. Untuk mengefektifkan aktifitas mikroba diperlukan penambahan unsur nitrogen N dan fospor P
agar proporsi CNP seimbang. Secara teoritis perbandingan unsur CNP di perairan adalah 150 mg nitrogen dan 30 mg phosphor diperlukan mikroba
untuk konversi 1 g hidrokarbon menjadi sel baru Mangkoedihardjo 2005. Pada umumnya bakteri heterotrof dan fungi menyukai pH netral dan fungi
masih toleran terhadap pH rendah. Oleh sebab itu biodegradasi minyak akan lebih cepat berlangsung dengan peningkatan pH dan kecepatan optimum pada
pH alkalin Mangkoedihardjo 2005. Perubahan salinitas dapat mempengaruhi biodegradasi melalui perubahan populasi mikroba dan laju metabolisme
hidrokarbon akan menurun 3.3-28.4. Pada saat terjadi pencemaran minyak, polutan ini akan pecah dan
menyebar ke lingkungan laut selama beberapa waktu. Penghamburan ini adalah hasil dari sejumlah proses kimia dan fisik yang menyebabkan berubahnya
komposisi minyak. Proses tersebut dinamakan pelapukan weathering. Cara dimana lapisan minyak pecah dan menyebar yang sangat tergantung pada
ketahanan persisten minyak tersebut. Produk ringan seperti kerosin cenderung terevaporasi, tersebar dengan cepat dan akan hilang secara alami. Sifat fisika
minyak seperti densitas, viskositas, dan titik alir minyak akan mempengaruhi sifat
penyebarannya IPIECA 2001.
Proses penyebaran minyak dipengaruhi oleh jumlah dan tipe minyak, kondisi cuaca, arus dan gelombang. Berdasarkan sifatnya beberapa komponen
dari minyak bumi tergolong polutan konservatif sukar terurai sehingga dapat bertahan lama di perairan sebelum menguap atau teradsorbsi oleh organisme
perairan. Hal ini di pengaruhi oleh faktor oseanografi perairan seperti arus, dan gelombang laut. Sirkulasi arus dapat mempercepat penguapan, penyebaran
percampuran, penyerapan dan pengendapan minyak Clark 2003. Banyak kapal-kapal tanker, cargo dan ferry yang melintasi perairan Selat
Rupat yang menyebabkan perairan ini sangat rentan terhadap pencemaran minyak. Propinsi Riau juga propinsi penghasil minyak, sehingga Pelabuhan
Dumai telah digunakan sebagai terminal bongkar-muat minyak. Oleh karena itu, di kawasan Selat Rupat berpotensi terjadinya pencemaran minyak.
2.3 Dampak Pencemaran Minyak di Perairan