Tingkat pencemaran minyak di Selat Rupat

10.2 Tingkat pencemaran minyak di Selat Rupat

Polutan minyak yang berasal dari industri migas, muara sungai dan pelabuhan masuk ke Selat Rupat sebagai input. Faktor hidrooseanografi khususnya arus dan gelombang dapat mempengaruhi konsentrasi minyak di Selat Rupat, namun karena perairan ini relatif tenang gelombang 0.07-0,27 m maka faktor arus lebih dominan dalam mempengaruhi konsentrasi minyak di Selat Rupat. Kecepatan arus yang relatif tinggi 0.22-0.82 mdt sangat mempengaruhi konsentrasi minyak di perairan tersebut. Pola arus yang mencakup arah dan kecepatan merupakan mekanisme penting dalam distribusi dan transportasi polutan minyak di Selat Rupat. Konsentrasi minyak rata-rata di perairan Lubuk Gaung, Pelintung dan Pulau Ketam masing-masing adalah 2.0 ppm, 1.40 ppm dan 0.95 ppm. Apabila dibandingkan dengan baku mutu KepMenLH No.51 Tahun 2004 Lampiran III, konsentrasi minyak di perairan Lubuk Gaung dan Pelintung telah melampaui nilai ambang batas yang telah ditetapkan. Sedangkan konsentrasi minyak rata-rata di Perairan Pulau Ketam hampir mendekati baku mutu yang telah ditetapkan. Kecepatan arus yang bervariasi 0.22-0.82 m dt di berbagai wilayah Selat Rupat dapat mempengaruhi konsentrasi minyak di perairan. Kecepatan arus tertinggi terdapat di perairan Pulau Ketam, yaitu rata-rata 0.65 mdt dan di perairan Lubuk Gaung 0.63 mdt. Kecepatan arus rata-rata di wilayah pelabuhan pelabuhan umum dan migas adalah 0.38 mdt. Gelombang di perairan Selat Rupat relatif lebih kecil dibandingkan dengan di Selat Malaka karena Selat Rupat merupakan perairan yang semi tertutup. Pada kondisi normal tinggi gelombang di Selat Rupat berkisar 0.07- 0.21 m, sedangkan di Selat Malaka 0.10-0.40 m. Tingginya gelombang di Selat Malaka disebabkan perairan ini merupakan perairan terbuka yang dipengaruhi oleh kecepatan angin, lamanya angin bertiup dan jarak tanpa rintangan fetch. Faktor gelombang berperan penting dalam menetapkan kelayakan suatu tempat bagi lokasi pelabuhan, karena pelabuhan harus tenang dan terlindung dari gempuran gelombang agar proses bongkar-muat dapat berlangsung dengan aman dan cepat. Menurut Lee et al. 1978, tingkat pencemaran perairan oleh bahan organik termasuk minyak dapat dievaluasi berdasarkan konsentrasi oksigen terlarut dan BOD 5 . Konsentrasi minyak yang tinggi di perairan akan menyebabkan tingginya pemakaian oksigen terlarut untuk proses penguraian degradasi sehingga konsentrasi oksigen terlarut di perairan menurun Clark 2003. Konsentrasi oksigen terlarut di perairan Selat Rupat berkisar 4.45-6.25 ppm. Oksigen terlarut terendah terdapat di pelabuhan pelabuhan umum dan migas. Konsentrasi oksigen terlarut meningkat di lokasi yang berjauhan dengan pelabuhan. Konsentrasi oksigen terlarut di Perairan Lubuk Gaung dan Pelintung masing- masing adalah 6,02 ppm dan 6.10 ppm. Oksigen terlarut tertinggi terdapat di Perairan Pulau Ketam dengan konsentrasi rata-rata 6.25 ppm. Perairan Pulau Ketam relatif lebih baik karena tidak banyak aktivitas pelabuhan dan industri yang mempengaruhinya. Namun di perairan ini masih terdapat minyak dengan konsentrasi yang hampir mendekati bakumutu 1 ppm. Keberadaan minyak di wilayah ini berasal dari sumber-sumber pelabuhan transportasi kapal, industri yang ikut terbawa oleh arus saat surut. Indikator BOD 5 merupakan faktor penting yang dapat menentukan tingkat pencemaran minyak organik pada suatu perairan. Semakin tinggi nilai BOD 5 semakin tinggi pencemaran di perairan tersebut. BOD 5 merupakan indikator untuk mengetahui besarnya pemakaian oksigen terlarut oleh mikroorganisme dalam proses penguraian minyak secara biologi. Makin banyak jumlah minyak yang diuraikan oleh mikroorganisme akan semakin banyak pula oksigen yang dibutuhkan dan nilai BOD 5 akan semakin tinggi. BOD 5 di perairan Selat Rupat berkisar 3.3-10.9 ppm. Perairan pelabuhan umum dan migas memiliki nilai BOD 5 yang lebih tinggi, karena memiliki konsentrasi minyak yang relatif tinggi di bandingkan dengan perairan lainnya. Semakin jauh dari pelabuhan makin kecil nilai BOD 5 . Perairan Pulau Ketam merupakan perairan yang memiliki BOD 5 terkecil yaitu 3.3 ppm. Indikator ini menunjukkan semakin mengecilnya pengaruh pencemaran minyak di perairan tersebut. Berdasarkan konsentrasi oksigen terlarutnya dan BOD 5 , maka perairan Selat Rupat yang meliputi wilayah Perairan Pelintung, Lubuk Gaung dan Pulau Ketam termasuk kategori tercemar ringan TR. Pelabuhan Dumai pelabuhan umum dan migas merupakan sumber polutan minyak utama di perairan.

10.3. Respon lingkungan wilayah terhadap pencemaran minyak