PENDAHULUAN MODEL PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT RIAU

IX. MODEL PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT RIAU

Abstrak Perairan Selat Rupat memiliki karakteristik lingkungan yang peka dengan berbagai jenis vegetasi mangrove. Kawasan ini rawan terhadap pencemaran minyak. Input minyak di Selat Rupat berasal dari muara sungai, effluent industri migas dan aktivitas pelabuhan. Kondisi eksisting wilayah Pulau Ketam dan Pelintung saat penelitian termasuk kriteria aman terhadap polutan minyak, sedangkan wilayah Lubuk Gaung termasuk kriteria cukup berbahaya terhadap pencemaran minyak. Pengendalian pencemaran minyak di perairan ini dilakukan secara holistik menggunakan metode pendekatan sistem dinamik dengan program Stella 9.02 . Pengendalian pencemaran minyak di perairan dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen teknologi dan regulasi baik dilakukan secara bersama- sama gabungan maupun parsial. Penerapan skenario I pengendalian gabungan menggunakan instrumen regulasi peraturan perundang-undangan dan teknologi oilboom dan dispersant lebih mampu menurunkan resiko bahaya di kawasan Selat Rupat dibandingkan skenario II penggunaan teknologi dan skenario III penggunaan regulasi. Kombinasi teknologi dan instrumen regulasi juga mampu mengendalikan pencemaran minyak di wilayah Lubuk Gaung dan menjadikan wilayah tersebut aman. Status aman terhadap pencemaran minyak mampu meningkatkan hasil tangkapan nelayan di kawasan Selat Rupat. Kata Kunci: Selat Rupat, model dinamik, skenario pengendalian

9.1 PENDAHULUAN

Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil di Selat Malaka yang terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan Pulau Rupat Propinsi Riau. Pulau Rupat merupakan sebuah pulau yang termasuk wilayah admistrasi Kabupaten Bengkalis dan pada umumnya masih belum memiliki aktivitas selain perkebunan rakyat. Oleh sebab aktivitas di Kota Dumai sangat mempengaruhi ekosistem perairan Selat Rupat. Selat Rupat memiliki arti penting baik dan segi ekonomis, maupun ekologis. Dari segi ekologis, perairan Selat Rupat memiliki keanekaragaman hayati penting dengan berbagai jenis mangrove yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan, melindungi pantai dari terjangan angin gelombang laut. Oleh sebab itu, banyak dari masyarakat di wilayah ini yang berprofesi sebagai nelayan. Berdasarkan kedalamannya 3.0 –27 m, Selat Rupat mampu dilayari oleh berbagai kapal-kapal berbobot besar, termasuk kapal tanker. Selat ini berpotensi penting sebagai pelabuhan utama yang mampu menunjang perekonomian Propinsi Riau. Sehubungan dengan hal itu, maka di beberapa lokasi tertentu di sekitar kawasan pesisir Dumai telah ditetapkan sebagai kawasan industri Pelintung dan Lubuk Gaung, sehingga berpotensi meningkatkan pencemaran di Perairan Selat Rupat. Seiring dengan pengembangan Kota Dumai sebagai Kota Industri, Selat Rupat merupakan jalur transportasi strategis dan merupakan pilihan rute kapal yang produktif. Pelabuhan Dumai juga merupakan pelabuhan eksport dan import berbagai komoditi. Sebagai pelabuhan kapal ferry, Dumai banyak dikunjungi oleh kapal-kapal penumpang, baik antar pulau di wilayah Indonesia maupun manca negara. Kunjungan kapal setiap tahunnya 2002-2008 berkisar 4089 – 7332 kali dengan jumlah penumpang berkisar 731.188 hingga 1.012.529 orang ADPEL 2009. Dumai merupakan pangkalan dari dua perusahaan minyak terbesar PT.CPI dan Pertamina Unit Pengolahan II Dumai yang mengeksploitasi minyak mentah dari berbagai sumur minyak di Propinsi Riau dan mengolahnya menjadi produk bahan bakar minyak BBM. Industri minyak di Kota Dumai mampu mengolah minyak mentah menjadi BBM dengan kapasitas 170.000 barel perhari yang didukung oleh tangki timbun dan pelabuhan Pertamina 2002. Dumai juga sebagai lokasi penimbunan minyak mentah dengan tanki timbun yang mampu menampung minyak dengan kapasitas 5.1 juta barel CPI PPLH UNRI 2005. Adanya berbagai aktivitas transportasi, penyimpanan, pengolahan dan distribusi minyak maupun kegiatan industri di pesisir Pantai Dumai menyebabkan perairan Selat Rupat rawan terhadap pencemaran minyak. Posisi Selat Rupat yang semi tertutup ini memberikan peluang terakumulasi minyak di perairan yang berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap ekosistem perairan. Menurut Peraturan menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Lampiran III tentang Baku Mutu Air Laut, konsentrasi maksimum kandungan minyak pada air laut untuk kegiatan budidaya adalah 1 mgl. Hasil pengukuran konsentrasi minyak di perairan Selat Rupat telah melampaui nilai ambang batas yang ditetapkan. Pencemaran minyak di perairan laut merupakan masalah kompleks dan urgent untuk diselesaikan, sehingga penyelesaiannya harus dilakukan secara holistik dengan membuat sebuah model. Model terdiri atas 2 jenis, yaitu model statik dan model dinamik. Model dinamik lebih banyak digunakan karena memiliki variabel yang dapat berubah-rubah sepanjang waktu akibat dari perubahan input dan interaksi antar elemen di dalam sistem. Model dinamik yang dirumuskan dalam pengendalian pencemaran minyak di Selat Rupat dapat menggambarkan dunia nyata yang terjadi saat ini dan sekaligus dapat memprediksi kondisi yang akan datang. Pentingnya peran model, maka penelitian ini bertujuan untuk merumuskan model pengendalian pencemaran minyak di perairan laut, khususnya Selat Rupat Propinsi Riau.

9.2 METODE PENELITIAN