3. Gizi, meliputi status gizi balita, penyediaan kalori, penggunaan air susu ibu.
4. Pendidikan, terdiri dan keadaan sarana pendidikan, partisipasi sekolah, tingkat
buta huruf, pendidikan yang ditamatkan. 5.
Kemiskinan dan distribusi pendapatan serta pengeluaran rumah tangga yang meliputi penduduk miskin, distribusi pendapatan, pengeluaran rumah tangga.
2.7. Pengembangan Sektor Pariwisata Sebagai Kebijakan Pembangunan
Ekonomi Wilayah.
Pembangunan ekonomi wilayah adalah suatu proses, dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada sehingga
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut. Setiap upaya pembangunan ekonomi wilayah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan
jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan
masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah dengan berbagai potensi sumberdaya yang dimilikinya. Dengan menggunakan
sumberdaya-sumberdaya yang ada pemerintah daerah harus mampu menaksir potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merencanakan dan melaksanakan
pembangunan perekonomian daerah. Agar pembangunan ekonomi daerah dapat berjalan secara efektif dan
efisien dalam memanfaatkan berbagai sumberdaya yang ada, dalam hal ini sangat dibutuhkan perencanaan yang matang dan dinamis. Melalui perencanaan
pembangunan ekonomi daerah, suatu daerah akan dapat dilihat secara keseluruhan sebagai suatu unit ekonomi economic entity yang di dalamnya terdapat berbagai
unsur yang berinterkasi satu sama lain. Sumberdaya pariwisata merupakan salah satu bentuk potensi sumberdaya
yang dapat dikembangkan menjadi satu unit ekonomi melalui kegiatan pariwisata. Dengan adanya kegiatan pariwisata ini akan terjadi interaksi antara satu sektor
dengan sektor lainnya. Selanjutnya kegiatan pariwisata ini, apabila dikelola dan dikembangkan secara profesional, maka akan dapat menciptakan efek pengganda
multipler effect dalam perekonomian daerah yang bersangkutan Ross, 1998 diacu
Rompon, 2006. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang pariwisata,
tujuan pengembangan pariwisata tidak lain adalah untuk menciptakan multiplier effect
, diantaranya adalah: 1 memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, 2 meningkatkan pendapatan daerah nasional dalam
rangka meningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, dan 3 mendorong pendayagunaan produksi nasional. Dengan kata lain, pengembangan pariwisata
pada suatu daerah tujuan wisata selalu akan diperhitungkan dengan keuntungan dengan keuntungan dan manfaat dari rakyat banyak Yoeti, 1997. Selanjutnya
Spillane 1985 diacu Rompon 2006 menambahkan bahwa berkembangnya pariwisata akan berakibat ganda terhadap berbagai sektor lainnya, seperti sektor
pertanian, peternakan, industri kerajinan rakyat, dan kegiatan lainnya yang bersifat temporer.
Melihat begitu banyak unsur yang berinteraksi dalam satu kegiatan pariwisata serta beratnya misi yang diembannya, maka dalam pengembangan
pariwisata diperlukan campur tangan pemerintah untuk mengantisipasi terjadinya berbagai dampak negatif dari mekanisme pasar terhadap pembangunan daerah
serta menjaga agar pembangunan dan hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang bermukim di wilayah pariwisata.
Selanjutnya dalam pengembangan pariwisata, selain adanya campur tangan pemerintah, dalam pelaksanaannya hal yang penting dan perlu diperhatikan
adalah partisipasi masyarakat setempat dalam setiap kegiatan kepariwisataan Wahab,1992 diacu Rompon, 2006.
Dengan adanya upaya menempatkan masyarakat sebagai subyek dalam pembangunan, maka manfaat dari pembangunan tersebut akan semakin dirasakan
oleh masyarakat, karena keberhasilan suatu pembangunan dengan sendirinya dapat diukur dari besarnya manfaat yang diterima oleh masyarakat, karena
keberhasilan suatu pembangunan dengan sendirinya dapat diukur dari besarnya manfaat yang diterima oleh masyarakat, baik secara ekonomi maupun secara
sosial.
Menurut Haeruman 1995 diacu Rompon 2006 pada dasarnya pengembangan wisata dengan melibatkan atau mendasarkan kepada partisipasi
masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang menjadi obyek dan daya tarik wisata, untuk mengelola jasa-jasa pelayanan bagi wisatawan. Oleh karena itu,
untuk mewujudkan tujuan pengembangan pariwisata khususnya di Daerah Obyek Wisata, campur tangan pemerintah dan partisipasi masyarakat, baik secara
langsung maupun tidak langsung sangat diperlukan. Sehingga dengan terciptanya suasana yang demikian, maka kebijakan pengembangan pariwisata dapat
dikatakan sebagai kebijakan pembangunan ekonomi daerah.
2.8. Problem Ekonomi Pulau-Pulau Kecil PPK