Pengembangan Pariwisata KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

78 450 watt setiap rumah tangga, selain itu sumberdaya listrik yang ada peruntukkan bagi kepentingan fasilitas pemerintahan dan fasilitas sosial serta pelayanan umum lainnya Anonimous, 2006.

4.8. Pengembangan Pariwisata

Karakteristik wilayah Kabupaten Raja Ampat sangat mendukung untuk pengembangan potensi pariwisata karena wilayah ini memiliki keunikan-keunikan tersendiri yang dapat dikembangkan dalam rangka memacu pengembangan pariwisata dimasa sekarang maupun masa mendatang. Potensi pariwisata sangat banyak namun belum dikelola semuanya karena terbatasnya daya dukung sumberdaya manusia dan dana. Dari berbagai potensi pariwisata tersebut, baru dikelola satu pulau menjadi tempat pariwisata yang biasanya digunakan untuk kegiatan diving selam yaitu di Pulau Mansuar dan tempat pengamatan burung cenderawasih di Yenwaupnor. Ada beberapa kawasan pengembangan pariwisata yang dikembangkan sesuai dengan karakteristik wilayah Kabupaten Raja Ampat yaitu : 1. Kawasan pengembangan pariwisata kelautan bahari 2. Kawasan pengembangan pariwisata pesisir 3. Kawasan pengembangan pariwisata darat 1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Kelautan Bahari Berdasarkan survei dan kajian yang pernah dilakukan, pengembangan pariwisata Bahari merupakan kegiatan yang paling sesuai dengan karakteristik alam Raja Ampat. Oleh karena itu pengembangannya perlu diutamakan. Berdasarkan kekayaan terumbu karang dan keanekaragaman hayati lautnya, teridentifikasi 4 kawasan yang berpotensi besar untuk pengembangan kegiatan pariwisata bahari, yaitu Sumber: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2003: 1 Kawasan Pulau Wayag hingga gugusan pulau Kawe di bagian utara Waigeo; 2 Kawasan Pulau Gam, Pulau Kri, Pulau Mansuar dan Pulau Wai; 3 Kawasan Pulau Ketimkerio, Pulau Wagmab dan Pulau Walib di bagian selatan Misool; 4 Kawasan gugusan Pulau Kofiau di bagian timur kepulauan Raja Ampat. 79 Di kawasan tersebut dapat dikembangkan kegiatan wisata seperti menyelam diving, sea kayaking, snorking, dan lifeboard, ddsamping kegiatan wisata riset ekologi seperti penelitian keanekaragaman hayati. Arahan penataan ruang untuk kegiatan pariwisata, secara garis besar telah disiapkan oleh Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata pada tahun 2003. Dalam arahan tersebut kawasan pengembangan pariwisata di Raja Ampat dibagi ke dalam 3 tiga zona yakni: a. Zona Intensif Zona intensif adalah kawasan yang dirancang untuk dapat menerima kunjungan dan tingkat kegiatan yang tinggi, dengan memberikan ruang yang lebih luas untuk kegiatan dan kenyamanan pengunjung. b. Zona Semi Intensif Zona semi intensif adalah kawasan yang dirancang sebagai kawasan untuk menerima kunjungan dengan tujuan kegiatan yang bersifat lebih spesifik, dengan menyediakan ruang yang cukup untuk kegiatan dan kenyamanan pengunjung. Kawasan yang diusulkan sebagai zona semi intensif meliputi Pulau Minyamun, Pulau Batang, Pulau Waigeo bagian timur menyambung ke kawasan Pulau Gam, Pulau Kri, Pulau Mansuar dan Pulau Wai, sampai Pulau Batanta bagian ujung timur dan ujung barat serta bersambung di celah sempit Pulau Waigeo bagian tengah. c. Zona ekstensif Adalah kawasan yang dirancang hanya untuk menerima kunjungan dalam tingkat kegiatan terbatas, untuk menjaga kualitas keanekaragaman hayati dan memiliki kerentanan tinggi. Kawasan yang diusulkan sebagai zona ekstensif meliputi Pulau Misool bagian selatan, Pulau Wayag di bagian utara dan Pulau Kofiau. Zona ini diarahkan khusus untuk kegiatan wisata, dan tidak diperbolehkan adanya pembangunan sarana pariwisata. Selain pengaturan zonasi, untuk mendukung pengembangan pariwisata bahari di wilayah ini juga dibutuhkan arahan pengembangan infrastruktur pendukung serta pengembangan paket-paket wisata lebih sistematis. Bila dikaitkan dengan kondisi yang ada saat ini, simpul utama kegiatan wisata terdapat di Pulau Mansuar dan Pulau Kri. Hal ini ditunjukan dengan frekuensi wisatawan 80 mancanegara yang berkunjung dan menetap di kawasan tersebut. Selain telah ada fasilitas akomodasi yang serasi dengan lingkungan alamnya, posisi pulau ini juga strategis untuk dijadikan salah satu basis awal paket wisata di Raja Ampat. Selanjutnya selain pengembangan infrastruktur, pengembangan kegiatan pariwisata di wilayah ini juga harus didukung dengan kegiatan kerja sama wisata dengan kawasan-kawasan wisata di wilayah lain, baik dalam lingkup Papua, nasional dan terutama lingkup internasional. 2 Kawasan Pengembangan Pariwisata Pesisir Potensi pesisir di wilayah Raja Ampat sangat banyak karena wilayah ini lebih banyak terdiri dari pulau-pulau dan banyak pulau yang tidak berpenghuni. Kebanyakan pulau-pulau tersebut terdiri dari bagian pesisir yang berpasir putih sehingga menarik bagi pengunjung yang melakukan kegiatan pariwisata. 3 Kawasan Pengembangan Pariwisata Darat Kegiatan pariwisata darat di Kabupaten Raja Ampat belum dikenal seperti kawasan wisata baharinya. Padahal potensi pariwisata di wilayah darat juga cukup banyak terdapat di beberapa tempat. Sebagian besar cagar alam yang ada di Raja Ampat memiliki flora fauna yang khas. Kekhasan ini bisa menjadi daya tarik wisata kawasan darat di wilayah ini. Namun demikian pengembangan kawasan ini tidak terlepas dari pengembangan kawasan wisata bahari. Beberapa kawasan yang telah menunjukan peluang untuk dijadikan wisata terpadu adalah Pulau Misool terutama di Distrik Misool Timur Selatan, Pulau Waigeo terutama di Teluk Alyui, dan Pulau Kofiau. Dengan mengembangkan keterpaduan antara wisata darat dan bahari diharapkan Raja Ampat dapat benar-benar menjadi kawasan wisata unik yang mampu menarik kunjungan wisatawan internasional, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan juga berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah PAD Kabupaten Raja Ampat Bappeda Raja Ampat, 2004. 81

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Proses Kebijakan dan Indikator Pemekaran Kabupaten Raja Ampat

Dalam pelaksanan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diberlakukan sejak Januari 2001, yang membuka peluang kepada daerah provinsi, kabupatenkota untuk melakukan pemekaran daerah. Bersamaan dengan itu, muncullah aspirasi masyarakat Papua untuk memisahkan diri merdeka dari Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI sejak Tahun 1999 sampai tahun 2001, dengan alasan sudah hampir 37 tahun 1963-2000 Papua bergabung dengan NKRI tetapi terus tertinggal di berbagai aspek kehidupan pembangunan. Masyarakat Papua merasa sumberdaya alamnya melimpah namun miskin di atas kekayaan alam tersebut, karena selama pemerintahan sentralistik orde baru, semua kekayaan alam Papua di bawa ke pusat sedangkan daerah hanya memperoleh sebagian kecil saja. Tuntutan dan kekecewaan masyarakat Papua tersebut, langsung ditanggapi oleh pemerintahan Indonesia Bersatu yang dipimpin Presiden Megawati Soekarno Putri dengan mencari solusi terbaik untuk mempertahankan Papua dalam bingkai NKRI dengan menerbitkan suatu produk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua Otsus. Dengan adanya produk Undang- undang tersebut dan diperkuat dengan UU No.22 Tahun 1999 dan juga PP No.129 Tahun 2000 tentang Kriteria Pemekaran dan Persyaratan Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, maka pada tahun 2001 Pemerintah Daerah Provinsi Papua melalui DPRD mengusulkan 14 calon daerah otonom baru di Papua ke pemerintah pusat. Dengan adanya usulan tersebut, maka pada tanggal 11 Desember 2002 pemerintah RI menetapkan 14 kabupaten baru di Tanah Papua berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Mapi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Kerom, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Pegunungan Bintang.