62 adalah 1:6, dengan wilayah perairan yang lebih dominan. Pulau-pulau tersebut
bervariasi luasnya yang terdiri dari 4 empat pulau besar yaitu: Pulau Waigeo, Pulau Batanta, Pulau Salawati dan Pulau Misool. Masing-masing pulau memiliki
karakteristik topografi yang berbeda-beda antara lain: 1
Pulau Waigeo merupakan pulau yang kebanyakan topografinya bergunung, berbukit pada bagian poros tengah sampai ke daerah pesisir yang juga terdiri
dari pasir dan kadang-kadang batu. Selain itu Pulau Waigeo dikelilingi pulau- pulau sedang dan kecil yang sebagian besar dihuni oleh penduduk setempat.
Bagian barat dan selatan Pulau Waigeo lebih banyak dikelilingi oleh pulau- pulau bila dibanding dengan bagian timur dan utara.
2 Pulau Batanta sebagian besar topografinya terdiri dari pegunungan dan
perbukitan yang memanjang dari bagian tengah sampai ke bagian pesisir sehingga pada bagian pesisir pantai jarang ditemukan pasir putih. Dengan
keadaan topografi tersebut maka pulau tersebut hanya dikelilingi oleh 8 delapan pulau kecil.
3 Pulau salawati dikelilingi oleh pulau-pulau kecil pada bagian selatan dan
bagian timur sementara bagian barat jarang didapati pulau-pulau kecil seperti bagian timur dan selatan. Keadaan fisik lain yang terdapat pada pulau tersebut
adalah pada bagian tengah sampai dengan bagian pesisir dikelilingi oleh gunung dan perbukitan yang membujur ke semua arah.
4 Pulau Misool yang terdapat dua distrik memiliki topografi yang hampir sama
dengan Pulau Waigeo, Pulau Batanta dan Pulau Salawati dimana pada bagian barat terdapat 2 dua pulau dan pada bagian utara terbentang pulau-pulau
kecil yang membujur dari arah timur sampai ke bagian barat yang jarak tempuh dari Misool ± 1 satu jam.
4.3. Keanekaragaman Sumberdaya Alam
Kepulauan Raja Ampat terletak di jantung pusat segitiga karang dunia Coral Triangle yaitu Indonesia, Filipina, Malaysia, Jepang, Papua New Guinea
dan Australia sehingga merupakan pusat keanekaragaman hayati laut tropis terkaya di dunia saat ini. Kepulauan ini berada di bagian paling barat pulau induk
Papua, membentang di area seluas kurang lebih 4,6 juta hektar. Raja Ampat
63 memiliki kekayaan dan keunikan spesies yang tinggi dengan ditemukannya 1.104
jenis ikan, 699 jenis moluska hewan lunak dan 537 jenis hewan karang. Tidak hanya jenis-jenis ikan, Raja Ampat juga kaya akan keanekaragaman terumbu
karang, hamparan padang lamun, hutan manggrove, dan pantai tebing berbatu yang indah. Potensi menarik lainnya adalah pengembangan usaha ekowisata dan
wilayah ini pula diusulkan sebagai Lokasi Warisan Dunia World Herritage Site oleh Pemerintah Indonesia.
Dilaporkan pula bahwa penyelaman di Raja Ampat merupakan catatan rekor dunia yang belum pernah terjadi di tempat lain, karena dalam satu lokasi
titik penyelaman selama 90 menit para peneliti berhasil mencatat 383 jenis ikan. Hal ini menunjukan bahwa selain memiliki keanekaragaman yang tinggi juga
tingkat kepadatan yang tinggi. Namun demikian, karena perkembangan yang luar biasa dalam bidang
pertambangan dan perubahan kebijakan usaha penangkapan ikan ke arah Indonesia Timur oleh pemerintah Indonesia, maka kawasan Raja Ampat juga
dapat mengalami tekanan eksploitasi sumberdaya alam yang tinggi. Berdasarkan survei saat ini tekanan terhadap sumberdaya masih rendah, mengingat jumlah
penduduk yang relatif masih rendah dan pembangunan yang belum terlalu berkembang. Kalau tidak dikelola dengan baik, maka kawasan Raja Ampat bisa
menjadi sumber konflik dalam pemanfaatan sumberdayanya. Untuk alasan tersebut, maka untuk membangun kawasan Raja Ampat salah satu pendekatan
yang dianggap tepat adalah pengelolaan kawasan yang berbasiskan pada ekosistem ecosystem based management - EMB.
Dengan adanya
sistem perencanaan EMB berupa pengelolaan bersama
yang adaptif oleh lembaga pemerintah, non pemerintah dan masyarakat, maka telah dilakukan upaya untuk mengembangkan program konservasi yang akan
melindungi keanekaragaman hayati, perikanan berkelanjutan, menjaga kelangsungan potensi ekowisata, dan pengembangan usaha alternatif
berkelanjutan untuk penduduk di wilayah bentang laut seascape ini. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan pengelolaan
lingkungan hidup secara tepat merupakan salah satu prasyarat terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan. Kabupaten Raja Ampat yang sebagian besar
64 terdiri dari laut ini memiliki keanekaragaman kekayaan laut mulai dari jenis-jenis
ikan, terumbu karang dan kawasan yang merupakan habitat bagi berkembangbiaknya berbagai biota laut yang telah dikenal di mancanegara.
Kerusakan lingkungan darat juga dapat mengakibatkan terdegradasinya lingkungan darat yang berdampak pada kerusakan kawasan pesisir seperti
tercemarnya terumbu karang akibat sedimentasi, pendangkalan dan lain-lain. Karena itu walaupun Kabupaten sebagian besar terdiri dari laut, tetapi
perlindungan terhadap pulau-pulau harus menjadi perhatian. Apalagi diketahui bahwa ekosistem pulau merupakan ekosistem darat yang paling rentan terhadap
kerusakan fungsi-fungsi ekologisnya. Kebijakan pemerintah menetapkan sebagian besar kawasan laut Raja
Ampat sebagai kawasan lindung dan kawasan konservasi merupakan suatu kebijakan yang tepat, mengingat kawasan ini memiliki sumberdaya laut dan
ekosistem terumbu karang yang paling lengkap di dunia. Kebijakan pemerintah daerah seharusnya tidak meninggalkan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat
Kabupaten Raja Ampat. Hal ini penting karena melalui kearifan lokal masyarakat, kawasan ini tetap terpelihara dengan baik dari waktu ke waktu bahkan dari
generasi ke generasi. Oleh karena itu, berbagai upaya preventif, terhadap kawasan laut terhadap
cara-cara eksploitasi dengan memperhatikan potensi lestari, daya dukung lahan serta prinsip-prinsip keberlanjutan perlu menjadi perhatian. Penggunaan alat-alat
eksploitasi yang menyebabkan kerusakan seperti pukat harimau atau yang sejenisnya, penggunaan bahan peledak dan penggunaan racun cianida harus
mendapat perhatian serius bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat agar tidak terjadi. Perlu adanya sistem pengawasan yang mengikut-sertakan
masyarakat secara luas dalam pemeliharaan dan perlindungan sumberdaya alam. Dengan demikian pula dengan perlindungan terhadap ekosistem terestrial.
Pembukaan hutan pada kawasan yang berlereng, apalagi tebang habis pada pulau- pulau kecil tidak boleh dilakukan, karena kerusakan pada daratan akan berdampak
pada perairan sekitarnya. Oleh karena itu, tindakan preventif seperti penetapan kawasan konservasi di perairan, penetapan teknik konservasi pada lahan-lahan
pertanian atau lahan terbuka lainnya perlu mendapat perhatian.
65
4.4. Tinjauan Ekonomi Kabupaten Raja Ampat Tahun 2004