Pengaruh Biaya Lingkungan terhadap Ekstraksi
164 berbeda dengan jawaban penambang tanpa izin yang merasa nyaman bekerja yaitu
32 responden atau 39 persen. Hal ini dapat ditunjukkan pada Lampiran 14 Tabel kenyamanan bekerja PETI.
Asumsi bahwa penambang tanpa izin cukup percaya diri bekerja dan menjawab pertanyaan sebelumnya mulai terjawab pada pertanyaan dibawah ini,
dimana penambang tanpa izin mendapat dukungan para pihak. Hal ini dapat ditunjukkan pada Lampiran 15 Tabel dukungan para pihak yaitu pihak keamanan
16 responden atau 19.3 persen dan yang didukung oleh pihak politisi yaitu 5 responden atau 6.0 persen. Selanjutnya yang mendapat dukungan dari pemerintah
setempat yaitu 6 responden atau 7.2 persen. Total yang menjawab pada item ini yaitu 27 responden atau 32.5 persen.
Isu yang tidak kalah penting dalam konflik pertambangan ini yaitu berkaitan dengan penggunaan Mercury dan Cianida di kalangan penambang tanpa
izin di lokasi kontrak karya PT Gorontalo Minerals. Terbukti bahwa penggunaan itu ada seperti pada jawaban penambang yaitu yang menjawab tidak tahu 17
responden atau 20.5 persen, kemudian penambang yang menjawab tahu 21 responden atau 25.3 persen. Jumlah total yang menjawab 38 responden atau 46
persen. Penggunaan mercury dan cianida dapat dilihat pada Lampiran 16. Ekspansi ini telah menjadi isu politik praktis di kalangan masyarakat,
karena adanya penegakan hukum yang tidak optimal dan terpadu, bahkan pada jawaban pertanyanan ternyata 16 responden yang menjawab pihak keamanan
termasuk yang memberikan perlindungan terhadap penambang tanpa izin. Terkait dengan usaha penertiban yang dilakukan pihak keamanan akan menghadapi
persoalan sendiri dengan pihak PETI. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 17 tentang Tabel penertiban penambang tanpa izin. Penambang tanpa izin yang
menjawab tidak mengetahui tentang penertiban PETI 2 responden atau 2.4 persen, dan menjawab tidak pernah ada penertiban 4 responden atau 5 persen, selanjutnya
yang memberikan jawaban pernah ada penertiban 31 responden atau 37.3 persen. Jumlah total menjawab paertanyaan ini yaitu 37 reponden 45 persen.
Pertanyaan ini lebih lanjut diarahkan pada pengelolaan konsesi oleh PT Gorontalo Mineral secara profesional, apakah menimbulkan konflik dengan
masyarakat. Jawaban responden pada pertanyaan ini yaitu pengelolaan secara
165 professional oleh PT GM tidak akan menimbulkan konflik 29 responden atau 35
persen dan menjawab akan menimbulkan konflik 9 responden 11 persen. Nampak bahwa pengelolaan konsesi tersebut relatif dapat dipertimbangkan oleh para
pihak. Lebih jelasnya aspek ini dapat dilihat pada Lampiran 18 tentang Tabel konsesi lahan perusahaan PT Gorontalo Minerals.
Peluang pengelolaan secara professional kepada pemilik konsesi maka kelembagaan sosial kemasyarakatan dapat diarahkan untuk membangun
kohesivitas masyarakat untuk mengantisipasi terjadinya konflik antara masyarakat di wilayah berhimpitan langsung dengan konsesi kontrak karya dengan PT
Gorontalo Minerals. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 19 Tabel Kohesivitas antar masyarakat dengan PT Gorontalo Minerals. Adapun responden yang
menjawab tidak memberikan peluang konflik yaitu 13 responden 15,7 persen dan menjawab kelembagaan sosial kemasyarakatan dapat menimbulkan konflik yaitu
10 responden atau 12.0 persen. Nampak bahwa organisasi sosial kemasyarakatan relatif tidak memberikan peluang terjadinya konflik bahkan dapat menjaga
kohesivitas. Item ini lebih ditekankan pada peran kelembagaan organisasi sosial
kemasyarakatan dalam memfasilitasi penyelesaian konflik antara masyarakat dengan PT Gorontalo Minerals. Terdapat 21 responden yang menjawab bahwa
kelembagaan organisasi tersebut bisa berperan mengatasi konflik antara masyarakat pemukim di lahan konsesi kontrak karya dengan PT Gorontalo
Minerals atau 25.3 persen. Sedangkan 15 responden yang menjawab bahwa kelembagaan organisasi sosial kemasyarakatan itu tidak bisa mengatasi konflik
atau 18.1 persen. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 20 Tabel organisasi untuk fasilitasi konflik.
Permasalahan utama konflik ini karena tidak ada kesamaan visi baik dari pihak perusahaan maupun dari pihak PETI demikian juga pemerintah. Akibatnya
tidak pernah ada solusi yang dapat menjadi titik tengah dari semua pihak dengan mengedepankan aspek ketaatan hukum bagi semua pihak yang bias duduk
bersama untuk menyelesaikan konflik. Selain itu pimpinan pemerintahan di daerah ini cenderung melihat konflik ini pada aspek politik. Artinya bila hukum
ditegakkan dan para penambang tanpa izin PETI akan keluar dari wilayah ini
166 akan mempengaruhi nilai dukungan masyarakat kepada pemerintah pada
pemilihan kepala daerah dan pemilihan anggota legislatif. Pada item ini lebih diarahkan pada pendalaman konflik antara perusahaan
dengan pemerintah bila sumberdaya tambang akan dikelola secara professional. Terdapat 23 responden yang menjawab tidak akan menimbulkan konflik antara
pemerintah dengan perusahaan PT GM atau 28 persen. Sebanyak 12 responden yang menjawab bahwa pengelolaan secara profesional oleh perusahaan akan
menimbulkan konflik antar pemerintah dengan perusahaan atau 14,5 persen, dengan total 35 responden yang menjawab pada item ini atau 42.2 persen. Bila
informasi ini dijadikan rujukan dalam menatakelola sumberdaya tambang haruslah pemerintah dan para pihak termasuk LSM dan PETI sudah dapat duduk
bersama untuk menyusun resolusi konflik yang selama ini menjadi perdebatan. Konflik perusahaan dengan Pemerintah dapat dilihat pada Lampiran 21.
Isu-isu konflik adanya pemanfaatan sumberdaya tambang secara profesional bukan saja muncul antara masyarakat di sekitar lahan konsesi dengan
perusahaan PT GM namun potensi konflik dapat terjadi antara masyarakat dengan pemerintah akibat arah kebijakan pembangunan ekonomi dengan
mengoptimalkan pemanfaata sumberdaya tambang secara profesional kepada perusahaan tambang. Sebanyak 9 responden menjawab tidak akan menimbulkan
konflik antara pemerintah dengan masyarakat atau 11 persen dan yang menjawab akan menimbulkan konflik 10 responden atau 12.0 persen. Mengenai kohesivitas
pemerintah dengan masyarakat ditampilkan pada Lampiran 22. Arah dari item ini bagaimana peran lembaga sosial kemasyarakatan yang
ada dapat memfasilitasi kemungkinan konflik antara pemerintah dengan masyarakat terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya tambang di
lahan konsesi PT Gorontalo Minerals secara profesional. Sebanyak 14 responden menjawab bahwa lembaga sosial kemasyarakatan ini tidak bisa menyelesaikan
kemungkinan konflik antara pemerintah dengan masyarakat atau 17 persen, sedang yang menjawab bahwa kelembagaan sosial kemasyarakatan itu bias
mengatasi konflik antara pemerintah dengan masyarakat atau 10 persen. Terkait dengan organisasi kemasyarakat untuk memfasilitasi konflik Pemerintah dengan
masyarakat dapat dilihat pada Lampiran 23.
167 Lampiran 24 mendiskripsikan bentuk-bentuk konflik di wilayah timpang
tindih tersebut. Dijumpai bentuk konflik beda pendapat 3 responden, belum ada konflik dan penertiban masing-masing 1 responden, konflik pengeboran 2
responden, perebutan kekuasaan dan salah paham 2 responden. Selanjutnya perebutan lahan-lahan pertambangan tanpa izin 3 responden, perebutan lahan
pomukiman diwilayah konsesi kontrak karya 3 responden, perkelahian antar warga 3 responden dan konflik minuman keras 1 responden serta konflik rumah
tangga 1 responden. Terdapat 20 responden yang menjawab pertanyaan item ini. Dijumpai persaingan antar kelompok penambang tanpa izin di lokasi
penambangan cukup rawan dan relatif mudah terprovokasi karena karakter pekerjaan dan sulitnya medan yang ditempuh karena bergunung-gunung membuat
perilaku penambang tanpa izin terkesan keras dan mudah tersinggung. Pengaruh lain yaitu adanya persaingan antara kelompok penambang dengan kelompok
penambang lainnya cukup tinggi terutama bagaimana dapat mempertahankan lahan-lahan yang menurut mereka memiliki potensi tambang serta siapa yang
menjadi beking masing-masing pemilik lahan dan tromol tersebut. Arah pertanyaan terakhir lebih mencari solusi alternatif penyelesaian
konflik. Diharapkan alternatif ini dapat menjadi bagian penting dalam memberikan umpan kepada para pihak agar saat pengelolaan secara professional
oleh perusahaan kemungkinan konflik dapat diperkecil dan bahkan dapat memberikan informasi dan pengalaman kepada pihak-pihak yang membutuhkan.
Terkait dengan alternatif penyelesaian konflik dapat dilihat pada Lampiran 25 Tabel alternatif penyelesaian konflik. Responden yang menjawab yaitu konflik
dapat diselesaikan melalui jalur hukum 1 responden, dengan model musyawarah mufakat yaitu 8 responden. Selanjutnya 4 responden memilih alternatif solusi
penyelesaian konflik yaitu penertiban, kemudian menjawab dengan persetujuan masing-masing pihak 1 responden. Terakhir jawabannya yaitu PT Gorontalo
Minerals menghentikan dulu operasinya sampai saat yang lebih menjamin keamanan dan kenyaman para pekerja yaitu 1 responden. Hirarki yang paling
tinggi dalam budaya kita yaitu musyawarah, artinya meskipun konflik ini belum dapat teratasi namun keinginan masyarakat bermusyawarah masih cukup terbuka.
168