42
2.8. Peran Sektor Energi dan Sumberdaya Mineral Pasca Otonomi
Daerah Secara filosofi otonomi daerah merupakan salah satu faktorinstrumen
dalam pelaksanaan demokrasi suatu sistem desentralisasi. Kewenangan dapat diletakkan kepada daerah untuk menciptakan kesejahteraan rakyat, pemerataan
dan keadilan, demokratisasi, penghormatan terhadap budaya lokal dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Sebagai penggerak mulai di
daerah sektor ESDM pada dasarnya mempunyai peran ganda yaitu sebagai sektor produksi dituntut untuk mampu memberikan kontribusi PDRB dan pengembangan
sumberdaya mineral secara regional guna mendukung pengembangan wilayah. Peran tersebut dapat menciptakan kesempatan kerja maupun menciptakan
keterkaitan ekonomi berupa permintaan kebutuhan akhir. Beberapa kriteria penilaian aspek sosial ekonomi dalam optimalisasi pemanfaatan energi dan
sumberdaya mineral untuk menunjang keseimbangan kemajuan ekonomi antardaerah yang satu dengan yang lain adalah sebagai berikut :
a. Mendukung peningkatan keterkaitan antarsektor dan keterkaitan ekonomi
antardaerah. b.
Mendukung pembangunan dan peningkatan pendapatan daerah daerah terbelakang, pendapatan perkapita kesempatan kerja, kemampuan
kewiraswastaan produkivitas dan memperkecil kesenjangan sosial- ekonomi antardaerah.
c. Menunjang usaha pelestarian fungsi lingkungan nonfisik seperti pendidikan
dan kesehatan dalam rangka pengembangan masyarakat community development
di daerah. d.
Memenuhi penugasan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dengan misi strategis dalam rangka menunjang antara lain kestabilan politik.
42
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Pandangan kelembagaan institutional minded termasuk dalam kelembagaan masyarakat yang menunjang aktifitas sosial ekonomi selalu
dihadapkan dengan masalah kelangkaan scarcity terutama kelangkaan sumberdaya. Pengertian model kelembagaan bersifat relatif, artinya kelembagaan
dalam penelitian ini bermakna umum untuk jenis kasus yang ditimbulkan oleh konflik pemanfaatan lahan. Jenis karakter persoalan kelembagaan tidak dapat
digeneralisir karena karakteristik tersebut cukup beragam yang merupakan jalan masuk untuk mengelaborasi unsur-unsur pendekatan ilmiah, sehingga output dari
penelitian dapat merekomondasikan unsur keragaman dan kecenderungan karakater persoalan kelembagaan itu secara relatif.
Konstruksi analisis kelembagaan dalam penelitian ini didesain melalui kerangka ekonomi kelembagaan New Institutional Economics dimana kerangka
kelembagaan dibagi melalui dua pilar utama yakni institutional govarnance dan institutional arrangement
. Kerangka ini mengacu pada pernyataan Menard and Shrley 2005 dimana analisis ini dilakukan berdasarkan kedua komponen di atas.
Institutinal govarnance merupakan tatakelola kelembagaan yang didasarkan pada
Transaction cost Economics TCE. Oleh karena itu pada komponen ini aspek
manfaat dan biaya yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya tambang sesuai dengan stadia pengelolaan di wilayah kontrak karya PT Gorontalo Minerals
termasuk kegiatan penambangan tanpa izin PETI dianalisis terlebih dahulu untuk memperoleh informasi biaya transaksi. Pada tahapan kedua yang berkaitan
dengan komponen Institutional Arrangement didasarkan pada property right dan aspek legal yang didahului dengan analisis spasial untuk mengetahui kondisi riil
yang berkaitan dengan klaim pemanfaatan dan penguasaan lahan di wilayah tumpang tindih. Kemudian berkaitan dengan peraturan kelembagaan dalam
pemanfaatan sumberdaya tambang. Kedua komponen ini akan memberikan input bagi pengembangan model kelembagaan yang akan dibangun dan diselaraskan
pada jenis-jenis kasus kelembagaan pertambangan. Keseluruhan kerangka pikir dapat dilihat pada Gambar 15 berikut ini.