Pengaruh Perubahan Harga Pada Ekstraksi

162 hukum dalam penelitian ini digunakan keterkaitan antara penegakan hukum dengan aktivitas penambang tanpa izin PETI yang selama ini menjadi isu konflik dan menjadi bahan perdebatan bahkan telah masuk pada rana politik disetiap forum berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya tambang. Masalah ini dimulai dengan sejarah permulaan penambang tanpa izin. Berdasarkan hasil wawancara kegiatan PETI ini dimulai sejak 1985 yaitu seorang responden, tahun 1989 yaitu dua orang responden, tahun 1990 yaitu lima orang responden, tahun 1991 yaitu satu orang responden, kemudian pada tahun 1992 yaitu sepuluh responden. Mulai kembali lagi tahun 1997 yaitu 1 responden, tahun 2005-2010 masing-masing 1 responden dan terakhir tahun 2011 yaitu 2 responden dengan total 27 responden yang menjawab pada bagian ini atau 32,5 persen dari total 83 responden. Terlihat terjadi lonjakan Penambang Tanpa izin pada tahun 1992 dimana terdapat 10 responden yang menjawab permulaannya menambang di wilayah berhimpitan langsung dengan konsesi kontrak karya PT Gorontalo Minerals. Permulaan dari penambangan ini yaitu di dusun Mohutango tepatnya berada di sudut utara sebelah kiri peta konsesi kontrak karya. Daerah ini di bawah administrasi Kecamatan Suwawa Timur yang merupakan pemekaran Kecamatan Suwawa. Kemudian semakin meluas ke wilayah bekas titik bor penelitian eksplorasi oleh pemegang konsesi sebelumnya diantaranya PT New Crase, PT BHP, PT Yutah Pasific. Perusahaan ini melepas kontrak karyanya ke perusahaan lain yaitu PT Gorontalo Minerals merupakan pemegang hak kontrak karya generasi ke tujuh. Adapun alasan pelepasan ini take over belum dapat dijumpai sampai saat ini namun informasi dari para penambang karena perusahaan itu telah menemukan cadangan yang lebih besar di wilayah lain. Adapun awal mulai kegiatan penambang tanpa izin dapat dilihat pada Lampiran 10. Tabel awal mulai penambang tanpa izi PETI. Selanjutnya dalam analisis ini yaitu hubungan penambang tanpa izin dengan pengelolah Taman Nasional Bogani Nani Wartabone lebih diartikan dalam konteks kelembagaan hukum di saat wilayah ini masih bagian dari TN. Pada di lokasi penelitian terdapat Kantor Sub Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang berlokasi di Desa Bube Kecamatan Suwawa. Di kantor ini 163 terdapat beberapa pegawai staff administrasi dan Polisi Hutan. Hasil uji analisis tabel frekuensi menunjukkan bahwa hubungan PETI dengan pengelola TN yang menjawab tidak tahu 26 responden atau 31.3 persen, sedang jawabannya tidak baik 3 responden atau 4 persen, dan yang menjawab hubungan baik yaitu 6 responden atau 7.2 persen dengan total 35 reponden yang menjawab atau 42.2 persen. Tabel mengenai hubungan penambang tanpa izin dengan pengelola TN Bogani Nani Wartabone dapat dilihat pada Lampiran 11. Adapun kepemilikan atau posisi dalam penambang tanpa izin telah menjadi bagian dari penelusuran data melalui angket yang diedarkan. Pertanyaan ini relatif sulit untuk diperoleh namun dengan kiat-kiat yang telah dilakukan cukup berhasil mendapatkan jawaban dari para penambang. Hal ini wajar untuk disimak karena terkait dengan keamanan diri masing-masing penambang. Hasil penelusuran data diperoleh yaitu sebagai buruh 4 responden atau 5 persen, sebagai donatur 1 responden atau 1.2 persen, sebagai pemilik 29 responden atau 40 persen, dan sebagai pedagang pengumpul yaitu 1 responden atau 1.2 persen dengan total yang memberikan jawab yaitu 35 responden atau 42,2 persen dari total 83 responden yang dapat ditelusuri. Lebih jelasnya item ini dapat dilihat pada Lampiran 12 Tabel posisi penambang tanpa izin. Hubungan penambang tanpa izin dengan para pihak lebih diarahkan kepada bagaimana interaksi mereka dengan para pihak terutama dengan orang- orang yang ingin mempertahankan status quo ini yang disinyalir turut menerima bagi hasil dari penghasilan penambang tanpa izin. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 13 tentang hubungan PETI dengan para pihak, dimana masyarakat penambang yang menjawab tidak tahu 22 responden atau 26.5 persen sedangkan yang menjwab baik yaitu responden atau 5 persen. Keengganan menjawab ini juga merupakan bentuk kecurigaan kepada peneliti karena lebih dihadapkan pada alasan sebelumnya yaitu bentuk penguasaan lahan. Asumsi sebelumnya semakin mengerucut pada penelusuran pertanyaan terkait dengan kenyamanan bekerja Para Penambang Tanpa Izin. Seperti yang telah dianalisis melaui tabel frekuensi nampak bahwa masyarakat penambang yang menjawab tidak tahu 1 responden atau 1.2 persen dan penambang yang merasa tidak nyaman bekerja yaitu 2 reponden atau 2.4 persen, akan tetapi cukup 164 berbeda dengan jawaban penambang tanpa izin yang merasa nyaman bekerja yaitu 32 responden atau 39 persen. Hal ini dapat ditunjukkan pada Lampiran 14 Tabel kenyamanan bekerja PETI. Asumsi bahwa penambang tanpa izin cukup percaya diri bekerja dan menjawab pertanyaan sebelumnya mulai terjawab pada pertanyaan dibawah ini, dimana penambang tanpa izin mendapat dukungan para pihak. Hal ini dapat ditunjukkan pada Lampiran 15 Tabel dukungan para pihak yaitu pihak keamanan 16 responden atau 19.3 persen dan yang didukung oleh pihak politisi yaitu 5 responden atau 6.0 persen. Selanjutnya yang mendapat dukungan dari pemerintah setempat yaitu 6 responden atau 7.2 persen. Total yang menjawab pada item ini yaitu 27 responden atau 32.5 persen. Isu yang tidak kalah penting dalam konflik pertambangan ini yaitu berkaitan dengan penggunaan Mercury dan Cianida di kalangan penambang tanpa izin di lokasi kontrak karya PT Gorontalo Minerals. Terbukti bahwa penggunaan itu ada seperti pada jawaban penambang yaitu yang menjawab tidak tahu 17 responden atau 20.5 persen, kemudian penambang yang menjawab tahu 21 responden atau 25.3 persen. Jumlah total yang menjawab 38 responden atau 46 persen. Penggunaan mercury dan cianida dapat dilihat pada Lampiran 16. Ekspansi ini telah menjadi isu politik praktis di kalangan masyarakat, karena adanya penegakan hukum yang tidak optimal dan terpadu, bahkan pada jawaban pertanyanan ternyata 16 responden yang menjawab pihak keamanan termasuk yang memberikan perlindungan terhadap penambang tanpa izin. Terkait dengan usaha penertiban yang dilakukan pihak keamanan akan menghadapi persoalan sendiri dengan pihak PETI. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 17 tentang Tabel penertiban penambang tanpa izin. Penambang tanpa izin yang menjawab tidak mengetahui tentang penertiban PETI 2 responden atau 2.4 persen, dan menjawab tidak pernah ada penertiban 4 responden atau 5 persen, selanjutnya yang memberikan jawaban pernah ada penertiban 31 responden atau 37.3 persen. Jumlah total menjawab paertanyaan ini yaitu 37 reponden 45 persen. Pertanyaan ini lebih lanjut diarahkan pada pengelolaan konsesi oleh PT Gorontalo Mineral secara profesional, apakah menimbulkan konflik dengan masyarakat. Jawaban responden pada pertanyaan ini yaitu pengelolaan secara