Konflik Penguasaan Lahan Sebagai bagian Perilaku Kelembagaan

30 Menciptakan multiplier efect, seperti pada tenaga kerja, pendapatan, pajak dan surplus. Mendatangkan pendapatan bagi daerah melalui pembagian royalti serta pajak dan iuran lainnya yang ditetapkan oleh peraturan daerah. Sehingga dapat menjadi tambahan anggaran untuk pembangunan. Menciptakan sektor usaha lain yang bisa mandiri dengan atau tanpa dukungan dari sektor pertambangan pembentukan kutub-kutub pertumbuhan. Semua usaha di atas tidak dapat berjalan dan berhasil tanpa adanya dukungan pemerintah. Utamanya pemerintah daerah sebagai fasilitator dan regulator untuk menumbuhkan keberlanjutan hasil usaha kegiatan pertambangan. Walaupun kegiatan pertambangan sudah usai, manfaat ekonominya masih terasa dan tetap dapat menggerakkan ekonomi daerah Suparmoko, 2006. Adapun dampak yang akan ditimbulkan oleh kegiatan pertambangan ini antara lain:

A. Penyerapan Tenaga Kerja

Kegiatan penambangan merupakan kegiatan yang padat modal dan padat pekerja. Akibat yang ditimbulkan dari adanya pembukaan tambang adalah terbukanya lapangan kerja baru. Demikian halnya dengan pembukaan tambang tembaga dan emas akan menimbulkan terbukanya kesempatan kerja baru bagi penduduk baik di sekitar wilayah penambangan, ataupun tenaga kerja di dalam dan luar wilayah Provinsi Gorontalo. Berdasarkan studi kelayakan yang telah dilaksanakan sebelumnya, kebutuhan tenaga kerja secara umum dapat dibagi menjadi 3 kelompok, antara lain tenaga kerja operasional penambangan dihitung berdasarkan penggunaan peralatan penambangan pada tahun tertentu. Asumsi yang digunakan dalam menentukan kebutuhan tenaga kerja adalah; terdapat 4 kelompok gilir kerja, penambahan 13,5persen untuk menutupi absensi, cuti tahunan, dan ijin sakit. Diasumsikan juga bahwa pelatihan pada properti tertentu adalah 5persen dari total tenaga kerja. Staf dan tenaga kerja tidak tetap diperlukan pada penambangan open pit 3 tahun sebelum produksi dimulai Ekawan, 2008. 31

B. Penerimaan Daerah Dari Pengusahaan Mineral.

Penerimaan daerah atas pengusahaan sumberdaya mineral diperoleh dari pungutan-pungutan negara dalam bidang pertambangan diatur dalam Undang- Undang No. 11 Tahun 1967 Pasal 28 dengan pelaksanaannya pada Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1969 Pasal 52 sampai 63. Peraturan menyebutkan bahwa pemegang kuasa pertambangan membayar kepada negara berupa iuran tetap, iuran eksplorasi, dan atau iuran eksploitasi dan atau pembayaran- pembayaran yang lain yang berhubungan dengan kuasa pertambangan yang bersangkutan. Iuran tetap dimaksudkan sebagai imbalan atas kesempatan yang diberikan pemerintah atas kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi maupun eksploitasi. Iuran eksplorasi dan atau iuran eksploitasi merupakan iuran atas hasil produksi yang diperoleh dari wilayah kontak karyanya. Hal ini dapat disimak pada Undang-Undang Pokok Pertambangan Pasal 28 ayat 3, pungutan-pungutan negara tersebut akan dibagikan juga kepada Daerah Tingkat I dan II. Besar pembagian adalah Pemerintah Pusat 30persen dan Pemerintah Daerah 70persen. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1969 Pasal 62 yang memuat masalah pembagian hasil pungutan negara, kemudian direvisi dengan Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 1992. Hasil yang ditunjukkan setelah adanya revisi menyatakan bahwa besar pembagian hasil pungutan negara adalah Pemerintah Pusat 20 persen dan Pemerintah Daerah 80 persen. Pembagian dari yang 80 persen adalah 16 persen untuk Pemerintah Daerah Tingkat I, 32 persen untuk Pemerintah Daerah Tingkat II tempat lokasi bahan galian, 32 persen lainnya untuk Pemerintah Daerah Tingkat II yang lain yang ada di provinsi tersebut. Selain dari royalti, penerimaan daerah juga diperoleh dari pajak-pajak dan iuran lainnya yang ditetapkan sesuai dengan Perda.