kawasan selayaknya masyarakat ikut dalam pengambilan keputusan tersebut termasuk melakukan pengawasan.
Dalam pengendalian ruang kawasan tahura diperlukan tanggung jawab bersama artinya semua stakeholder mampu bekerjasama dengan prinsip
keterpaduan secara simbiosis atau saling menguntungkan sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
8.3.1. Tujuan
Hasil diskusi dengan pakar, pihak terkait dan penelitian di lapangan, level tujuan diuraikan lagi menjadi beberapa sub level yaitu: Ekologi, Ekonomi, Sosial.
Hasil analisis pendapat para pakar terhadap 3 tiga sub level tujuan tersebut diperoleh bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam pengendalian ruang kawasan
Tahura Djuanda adalah sub level ekologi dengan skor tertinggi yaitu 0,741, ekonomi dengan skor 0,512, dan sosial dengan skor 0,106.
Tingginya nilai skor tujuan ekologi dibandingkan dengan tujuan lainnya menunjukkan bahwa ekologi menjadi perhatian utama pengendalian ruang
kawasan tahura. Karena keberlanjutan ekologi sebagai parameter dan asset utama yang menyediakan kebutuhan manusia. Lingkungan menyediakan sistem
pendukung kehidupan untuk mempertahankan keberadaan manusia dan keberlanjutan suatu aktivitas ekonomi jangka panjang. Diharapkan melalui
kegiatan pengelolaan lingkungan dampak negatif yang ditimbulkan dari aktivitas manusia dapat diminimalkan. Dengan demikian keberlanjutan ekologi dalam
pengendalian ruang kawasan tahura mempunyai implikasi yang luas menyebar ke hilir dan ke hulu karena tahura adalah sebuah ekosistem yang memiliki
ketergantungan antara mahluk yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu perlu adanya kerjasama dan hubungan simbiosis berbagai stakeholder dalam rangka
mendukung pengelolaan kawasan secara berkelanjutan. Berdasarkan uraian di atas bahwa dalam pengelolaan dan pengendalian
ruang kawasan Tahura Djuanda secara ekologi menunjukkan adanya keterkaitan dan ketergantungan antar ekosistem baik ekosistem yang berada dalam
kawasan maupun di luar atau sekitar kawasan sehingga diperlukan pola tata ruang yang menyerasikan tata guna tanah, tata guna air dan sumberdaya lainnya
dalam suatu keterpaduan sebagai suatu kesatuan tatanan lingkungan hidup yang dinamis dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang, dilakukan secara terpadu,
menyeluruh yang mencakup pertimbangan daya dukung lingkungan, berdaya
guna dan berhasil guna, penataan ruang harus dapat mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan fungsi ruang sehingga dapat menjamin
terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan struktur dan pola pemanfaatan ruang serta kelestarian kemampuan daya dukung sumber alam
dengan memperlihatkan kepentingan masa depan. Tujuan ekologi pengendalian ruang di Kawasan Tahura Djuanda
diharapkan mampu mengkoordinasikan antara berbagai jenis penggunaan dengan tetap memelihara kelestarian fungsi dan tatanan lingkungan serta
mencegah pengelolaan tanah oleh perorangan atau sekelompok orang yang merugikan kepentingan masyarakat banyak dan kepentingan pembangunan
berkelanjutan artinya dalam memanfaatkannya tidak boleh ditempuh cara-cara yang merusaknya Sugandhy, 1999.
Pada tujuan ekologi, manfaat yang diharapkan adalah terjaganya kawasan resapan air dengan nilai skor paling tinggi yaitu 0,557; kelestarian
ekosistem hutan dan fungsinya 0,184; dan penggunaan lahan yang sesuai tata ruang 0.115; kualitas udara 0.080 dan daya dukung lingkungan 0.063
Terjaganya kawasan resapan air, kelestarian ekosistem hutan dan penggunaan lahan sesuai tata ruang menjadi prioritas utama dalam pengendalian ruang
Kawasan Tahura Djuanda. Hal ini disebabkan karena pakar menilai bahwa air, vegetasi dan aktivitas manusia dalam pemanfaatan ruang merupakan satu
kesatuan, yang satu sama lain membentuk hubungan timbal balik dalam sistem hidrologi. Aktivitas manusia yang membabat hutan, menebangi pohon pelindung,
merusak sempadan sungai, serta membuang sampah sembarangan menyebabkan berkurangnya daya dukung lahan untuk menyerap air hujan. Hal
ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan hutan sehingga menimbulkan bencana alam seperti banjir, erosi, sedimentasi dan tanah longsor.
Selama ini tingkat kesadaran masyarakat terhadap fungsi vegetasi, sungai, danau dan waduk sebagai daerah resapan air sangat rendah. Oleh
karena itu menjadi tanggung jawab besar bagi pemerintah sebagai pengelola kawasan konservasi air seperti Tahura Djuanda. Kondisi ini memaksa
pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan sosialisasi dan penyuluhan tentang pentingnya menjaga kelestarian tahura sebagai daerah resapan air.
Selain itu pelaku perusakan kawasan konservasi harus ditindak tegas dengan memberikan hukuman dan sanksi yang seberat-beratnya sehingga menimbulkan
efek jera. Mengembalikan fungsi daerah resapan air dapat juga dilakukan melalui
penggunaan ruang sesuai dengan peruntukannya hal ini berarti bahwa kawasan tahura harus tetap dipertahankan keberadaannya dengan mengendalikan jumlah
urban sprawl yang mengarah ke kawasan tahura melalui penerbitan peraturan yang melarang penduduk sekitar atau penduduk perkotaan untuk mengkonversi
lahan menjadi daerah pemukiman atau lainnya yang tidak sesuai dengan peruntukan dan kesesuaian lahan. Pengaturan dapat dilakukan dengan
memperketat sistem perizinan yang sudah ada sehingga mempersulit akses penduduk untuk mendapatkan ruang di sekitar kawasan.
Dalam pengelolaan kawasan tahura secara berkelanjutan hal penting yang perlu juga diperhatikan adalah pemanfaatan ruang sebab apabila
pengaturan ruang di kawasan tahura tidak terarah dengan baik akan menimbulkan konflik pemanfaatan lahan sebagai akibat dari semakin
meningkatnya jumlah penduduk urban ke kawasan tahura. Sebagaimana diketahui bahwa permasalahan utama dalam pemanfaatan
ruang di sekitar kawasan tahura adalah belum berfungsinya secara optimal penataan ruang dalam rangka menyelaraskan, mensinkronkan, dan memadukan
berbagai rencana dan program sektor. Berbagai fenomena bencana seperti banjir, longsor dan kekeringan serta berkurangnya kawasan konservasi pada
dasarnya merupakan indikasi yang kuat terjadinya ketidakselarasan dalam pemanfaatan ruang, antara manusia dengan alam maupun antara kepentingan
ekonomi dengan pelestarian lingkungan. Disisi lain dalam penerapannya sering terjadi inkonsistensi antara Rencana Tata Ruang Wilayah dengan eksisting
penggunaan lahan pemanfaatan ruang yang tidak berwawasan lingkungan. Berbagai dampak yang timbul akibat ketidakselarasan dalam pemanfaatan ruang
kawasan konservasi seperti hilangnya estetika tahura, pola pembangunan pemukiman yang mengarah ke sekitar kawasan, dan hilangnya akses
masyarakat ke kawasan tahura. Untuk mengoptimalkan penggunaan di kawasan Tahura Djuanda ruang
yang multiuse dalam rangka menghindari terjadinya kompetisi, konflik, dan perbedaan kepentingan, maka secara operasional perlu dilakukan penzonasian
kawasan untuk menclusterkan kegiatan yang kompatibel dan memisahkan yang in compatible berdasarkan aktivitas dan fungsi-fungsi wilayah. Hal ini
dimaksudkan untuk memisahkan pemanfaatan sumberdaya yang saling bertentangan dan menentukan yang mana kegiatan-kegiatan dilarang dan
diijinkan untuk setiap zona peruntukan. Atau dengan kata lain sebagai upaya
untuk menciptakan suatu keseimbangan antara kebutuhan-kebutuhan
pembangunan dan kegiatan konservasi di kawasan tahura. Selain tujuan ekologi, tujuan ekonomi juga sangat berpengaruh terhadap
pengendalian ruang di kawasan tahura. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, subkriteria yang perlu diperhatikan adalah keberlanjutan usaha
0.358
; peningkatan kesejahteraan masyarakat
0.218
; dan penyediaan infrastruktur
0.174
. Untuk mendukung pengendalian ruang kawasan tahura yang harus
diprioritaskan adalah adanya pertumbuhan ekonomi yang mampu mendorong terbentuknya usaha-usaha kecil atau menengah yang didirikan oleh mayarakat
secara swadaya dengan bantuan modal dari pihak pengelola dalam hal ini pemerintah daerah sehingga terjadinya simbiosis antara pihak-pihak yang terkait
dan sinergi yang mempertinggi kinerja ekonomi masyarakat dan lingkungan. Sehingga dapat bekerjasama dan saling mengawasi secara menguntungkan.
Adanya UKM akan mengoptimalkan ketersedian lapangan kerja artinya tenaga kerja yang tidak tertampung dapat dipekerjakan di UKM sehingga ketimpangan
pendapatan dapat diperkecil. Selain itu dengan adanya UKM akan mampu memberikan konstribusi lebih kepada pemerintah daerah.
Keberadaan tahura diharapkan mampu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di
wilayahnya secara berimbang balanced development antara kebutuhan pelestarian lingkungan dan kepentingan semua pihak sehingga memberikan
dampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat sekitar serta dapat mencegah kegiatan perambahan ke arah hutan yang sifatnya merusak. Untuk
meningkatkan PAD kegiatan wisata ke arah Tahura Djuanda harus mampu menarik perhatian pengunjung dengan menyediakan sarana dan prasarana
penunjang yang memudahkan akses pengunjung tahura. Pengelolaa harus mampu memelihara, melindungi dan atau berkonstribusi untuk memperbaiki
sumberdaya alam sehingga memberikan nilai eksotik dan spesifik wilayah sebagai keunggulan kompetitif serta mampu bersaing yang pada akhirnya
mampu menarik pengunjung lebih banyak sehingga pendapatan yang diperoleh oleh pihak pengelola dari penjualan tiket menjadi lebih tinggi.
Keberadaan Tahura Djuanda diharapkan mampu menciptakan iklim kondusif terhadap tumbuhnya usaha perekonomian rakyat sekitar sehingga
mampu meningkatkan taraf hidup dan kesempatan kerja. Peningkatan taraf hidup
akan sejalan dengan usaha penciptaan lapangan kerja melalui alokasi kegiatan yang tepat pada kawasan penyangga dan kawasan budidaya sehingga tidak
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Pengembangan keanekaragaman hayati terhadap kelangsungan usaha peningkatan produksi komoditi pertanian
merupakan langkah peningkatan kemakmuran prosperity yang perlu dioptimalkan demi mencapai peningkatan pendapatan masyarakat sekitar dan
PAD maka usaha tersebut, sejauh manfaat sosial ekonomi tinggi dan dampak negatif kendala lingkungan kecil, dimungkinkan pengupayaannya dengan
dukungan keberlanjutan alokasi lahan dan pemanfaatan ruangnya. Kekhasan dan budaya yang dimiliki Tahura Djuanda harus disadari
potensinya oleh seluruh lapisan masyarakat melalui gerakan sadar wisata. Gerakan sadar wisata bukan berarti menyadarkan masyarakat untuk giat
berdarmawisata saja, melainkan lebih penting dari itu adalah menyadarkan masyarakat untuk bertindak menghargai keunikan alam dan budaya setempat
agar tetap lestari dan indah untuk selanjutnya dapat nikmati oleh turis, baik asing maupun domestik untuk menjadi nilai tambah ekonomi Sugandhy, 1999.
Pengendalian ruang kawasan tahura dari dimensi ekonomi tentunya harus didukung oleh infrastruktur yang memadai. Keberadaan tahura di suatu
daerah sangat terkait dengan wilayah sekitarnya. Keterkaitan tersebut dapat berupa keterkaitan secara fisik, sosial dan ekonomi seperti adanya jaringan jalan,
jaringan telekomunikasi, dan infrastruktur lainnya untuk mendukung pergerakan roda perekonomian masyarakat di sekitar kawasan. Ini berarti keberadaan tahura
di suatu wilayah dituntut secara sukarela untuk menyediakan infrastruktur yang diperlukan baik yang dibutuhkan oleh tahura untuk aktivitasnya sendiri demi
menjamin kelancaran usahanya maupun infratruktur yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.
Tujuan lain yang berpengaruh dalam pengendalian ruang kawasan tahura Djuanda adalah keberlanjutan sosial. Manfaat yang diharapkan adalah
meningkatnya peran masyarakat
0.467
dalam usaha pengendalian ruang di kawasan tahura sebagai langkah pelestarian dan perlindungan lingkungan.
Dalam penyelenggaraan penataan ruang, pelaksanaan hak dan kewajiban serta peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk memperbaiki
mutu perencanaan, membantu terwujudnya pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan, serta menaati keputusan-keputusan
dalam rangka penertiban pemanfaatan ruang. Dalam rangka memenuhi hak
masyarakat untuk mengetahui rencana tata ruang, pemerintah berkewajiban mengumumkan atau menyebarluaskan rencana tata ruang yang telah ditetapkan
pada tempat-tempat yang memungkinkan masyarakat mengetahui dengan mudah Sugandhy, 1999.
Keberadaan masyarakat di sekitar kawasan sangat penting untuk diperhatikan hal ini bertujuan untuk minimisasi konflik kepentingan dalam
pengelolaan Kawasan Tahura Djuanda. Diharapkan keberadaan Tahura Djuanda mampu memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan sosial masyarakat
khususnya sekitar tahura misalnya penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal. Banyaknya stakeholder yang terlibat dalam pengendalian
ruang kawasan tahura diharapkan mampu bersimbiosis dalam penggunaan sumberdaya sehingga memberikan keuntungan kepada pihak-pihak yang
bekerjasama secara harmonis dan serasi dalam ekosistem guna memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan dan keberadaan tahura jangka panjang.
Pengelolaan dan pengendalian ruang kawasan tahura dapat memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan
sosial masyarakat sekitar kawasan. Pengendalian ruang kawasan tahura harus mampu memberikan dampak positif terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat
sekitar melalui program-program pemberdayaan dan keterlibatan masyarakat secara langsung dalam kegiatan pemanfaatan atau budidaya, hal ini akan
mampu meminimalisasi konflik dan kesenjangan sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat sekitar kawasan sehingga menjamin stabilitas penduduk dalam
memenuhi kebutuhan dasar dan memperhatikan keanekaragaman budaya lokal
0.194
dengan mengakui dan menghargai sistem sosial dan kebudayaan yang berlaku, mendorong partisipasi masyarakat lokal sehingga mampu
mendefinisikan kebutuhan dan keinginan, tujuan serta aspirasinya melalui pemberian tanggung jawab kepada masyarakat sehingga mereka dapat
mengambil keputusan yang pada akhirnya menentukan dan berpengaruh pada kesejahteraan hidup mereka, serta mengurangi angka kemiskinan melalui
penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat lokal dengan nilai skor 0,155. Dalam pengendalian ruang kawasan tahura pertimbangan aspek sosial
sangat penting karena pembangunan yang tidak sesuai dengan keadaan sosial budaya masyarakat selain kurang memenuhi sasaran, juga mempengaruhi
keadaan lingkungan. Perkembangan dan perubahan lingkungan yang terjadi menyebabkan menurunnya kondisi lingkungan, timbulnya ketegangan sosial dan
konflik yang menyebabkan tidak diindahkannya masalah-masalah yang bersifat persahabatan. Sehingga interaksi manusia dengan alam yang tadinya serasi dan
seimbang menjadi destruktif sifatnya. Aspek sosial menyangkut sikap masyarakat dan individu dalam
memandang kehidupan norma budaya, kerja dan wewenang, struktur administrasi dan struktur birokrasi dalam sektor pemerintah publik maupun
swasta, hukum, pola-pola kekerabatan dan agama, tradisi budaya, wewenang dan integritas instansi pemerintah, partisipasi masyarakat dalam perumusan
keputusan dan kegiatan pembangunan serta keluwesan atau kekakuan pola kelas-kelas ekonomi dan sosial. Oleh karena itu pihak pengelola harus
mengetahui aturan karakteristik masyarakat yang berlaku dikawasan yang akan dibangun sehingga pengalokasian sumberdaya dan distribusi pendapatan tepat
sasaran dan tidak melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Kondisi ini memungkinkan untuk meminimisasi konflik agar terjaganya stabilitas
sosial dalam masyarakat. Pihak pengelola harus memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk terlibat dalam seluruh kegiatan pemanfaatan yang berkaitan dengan keberadaan tahura. Sehingga tingkat penganguran dapat dikurangi dan mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan hal ini akan mampu mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap keberadaan Tahura Djuanda.
Penciptaan lapangan kerja juga dapat mempercepat laju pembangunan ekonomi. Terciptanya lebih banyak lapangan kerja dan kesempatan kerja berarti
tersedianya lebih banyak sumber-sumber pendapatan potensial bagi kalangan penduduk miskin.
8.3.2. Prioritas Kebijakan