2. Analisis Perembetan Kegiatan Perkotaan
Pada gejala urban sprawl di wilayah Bandung dapat dianalisis dengan melihat kecenderungan pola dan luasan tutupan lahan terbangun. Tahapan
analisis yang digunakan dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Melakukan Identifikasi tutupan lahan terbangun tahun 1992 dan 2006 pada
citra satelit Landsat 2. Menghitung luas perubahan tutupan lahan tahun 1992 dan 2006
3. Membagi wilayah studi menjadi empat 4 kuadran, dengan mengasumsikan pusat kota menjadi titik 0,0.
4. Menghitung perubahan luas tutupan lahan terbangun tahun 1992 dan 2006 per kuadran
5. Meng-overlay tutupan lahan dengan jaringan jalan eksisting Jalan Tol, Jalan arteri primer
6. Mengasumsikan posisi lahan terbangun berada 500 m kanan – kiri jaringan jalan
7. Meng-overlay tutupan lahan dengan pusat kegiatan Kabupaten Bandung. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk perkotaan serta
meningkatnya tuntutan kebutuhan kehidupan dalam berbagai aspek telah mengakibatkan meningkatnya kegiatan penduduk perkotaan. Bila meningkatnya
jumlah perkotaan maupun kegiatan penduduk perkotaan telah mengakibatkan meningkatnya kebutuhan ruang perkotaan yang besar. Karena ketersediaan
ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka meningkatnya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi perkotaan akan mengambil
ruang di daerah pinggiran kota. Gejala pengambil-alihan lahan non-urban oleh penggunaan lahan urban secara tidak terencana dan tidak beraturan di daerah
perkotaan disebut urban sprawl. Indeks sprawl merupakan perbandingan antara prosentase pertumbuhan
wilayah urban dibandingkan dengan prosentase pertumbuhan penduduk kota. Sehingga untuk perhitungan indeks sprawl kota Bandung antara tahun 1996-
2002.
Penduduk n
Pertumbuha Urban
Wilayah n
Pertumbuha Sprawl
Indeks =
= pertumbuhan wilayah Urban Kota Bandung 1996-2002 pertumbuhan penduduk kota Bandung 1996-2002
5.3 Hasil Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Kawasan Sekitar Tahura Djuanda
1. Luasan Lahan Terbangun
Secara geografis Tahura Djuanda berada 107 °
30’ BT dan 6 °
52’ LS, terletak di sebelah Utara kota Bandung berjarak
± 7 km dari pusat kota dengan
luas 526,98 ha. Bentuk kawasan Tahura Djuanda memanjang di sebelah kiri dan kanan Sungai Cikapundung. Tahura Djuanda memiliki tingkat aksesibilitas tinggi
yang dapat dicapai dari Barat DayaSelatan melalui Pakar-Dago dan dari Timur LautUtara melalui MaribayaLembang.
Secara administratif, sebagian besar Kawasan Tahura Djuanda kawasan Pakar – Maribaya masuk dalam wilayah Kabupaten Bandung yaitu Desa Ciburial
dan Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan dan sebagian lagi termasuk wilayah Desa Mekarwangi, Desa Langensari, Desa Wangunharja dan Desa Cibodas,
Kecamatan Lembang sedangkan sebagian kecil Curug Dago masuk dalam wilayah Kelurahan Dago Kecamatan Coblong dan Kelurahan Ciumbuleuit
Kecamatan Cidadap Kota Bandung. Batas kawasan Tahura Djuanda dengan daerah sekitarnya adalah:
1 Sebelah Barat: Berbatasan dengan tanah milik pertanian dan pemukiman Desa Mekarwangi.
2 Sebelah Timur: Berbatasan dengan Hutan Lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten KPH Bandung Utara dan
tanah milik pertanian dan pemukiman Desa Ciburial. 3 Sebelah Utara: Berbatasan dengan tanah milik penduduk berupa lahan
pertanian desa Cibodas, Desa Wangunharja Kecamatan Lembang dan Hutan Lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan
Banten KPH Bandung Utara. 4 Sebelah Selatan: Berbatasan dengan tanah penduduk berupa lahan
pertanian dan pemukiman Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung dan Kelurahan Dago Kecamatan Coblong, Kelurahan Ciumbuleuit
Kecamatan Cidadap Kota Bandung. Dari perhitungan luas tutupan lahan terbangun dengan menggunakan
sumber data citra satelit Landsat, diperoleh hasil bahwa pada tahun 1992 luas lahan terbangun sebesar 18744.08 ha sedangkan pada tahun 2006 sebesar
24387.17 ha, penambahan luasan lahan terbangun dari tahun 1992 sampai tahun 2006 sebesar 5643.10 Ha.
Penambahan luasan lahan terbangun pada wilayah studi ini dapat dibagi menjadi empat 4 kuadran, hal ini digunakan untuk mengetahui pada wilayah
mana penambahan lahan terbangun paling dominan. Berdasarkan perhitungan luas tutupan lahan dari citra satelit Landsat 7 Tahun 1992 dan 2006, diperoleh
penambahan luas lahan terbangun sebesar 5643.092 Ha.
Gambar 11. Pembagian lahan terbangun per kuadran Penambahan luas tersebut dapat dijabarkan dengan mengikuti pola
kuadran. Persentase penambahan luas lahan terbangun pada tahun 2006 terhadap total area dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Penambahan Luas Per Kuadran Dari Tahun 1992-2006
1992 2006
Luas Ha Luas
1 135.937
172.98 37.043
27.25 2
192.934 1013.466
820.532 425.29
3 380.086
1170.435 790.349
207.94 4
328.968 1172.472
843.504 256.41
Total
1037.925 3529.353
2491.428 240.04
Lahan Terbangun Tahun Ha Perubahan
Kuadran
Persentase penambahan luas lahan terbangun pada tahun 2006 terhadap total area menunjukkan bahwa penambahan luas lahan terbangun terbesar
berada di kuadran 2 sebesar 425, kemudian diikuti oleh kuadran 4 sebesar 256 dan kuadran 4 sebesar 204. Kondisi ini menunjukkan bahwa
penambahan luas lahan terbangun banyak terjadi di selatan Kota Bandung pada kuadran 3 dan 4 sebesar 464,35, dan di sebelah utara Kota Bandung
penambahan luas lahan terbangun sebesar 27 . pada kuadran 1. Perkembangan pada kuadran 2 menunjukkan terjadinya perubahan lahan yang
sangat besar selama 14 tahun.
Gambar 12. Peta Urban Sprawl tahun 1992
Gambar 13. Perkembangan Perembetan Kegiatan Perkotaan Tahun 2006
2. Indeks sprawl