KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN RUANG 9.1 Pembahasan Umum

IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN RUANG 9.1 Pembahasan Umum

Kawasan Bandung Utara dengan daya tarik yang tinggi berupa kawasan dengan udara yang nyaman, bentang alam berbukit-bukit dengan ketinggian diatas 750 m dpl, pemandangan yang indah merupakan daya tarik bagi masyarakat untuk mendirikan rumahnya dikawasan ini. Walaupun daerah ini sudah ditetapkan menjadi kawasan lindung bagi tangkapan air bagi Kota dibawahnya. Pembangunan di Kawasan Bandung Utara saat ini berkembang sangat pesat dan semakin tidak sesuai dengan arah kebijaksanaan tata ruang berdasarkan SK.181.1SK.1624Bappeda1982. Pesatnya perkembangan kawasan ini diperparah dengan tingginya konflik kepentingan dan status kepemilikan tanah yang bermasalah sehingga menyebabkan semakin tidak terkendalinya pembangunan sehingga tidak sesuai dengan peruntukkannya. Pemerintah Daerah Jawa Barat mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2009 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara KBU dalam pasal 3 disebutkan bertujuan 1 mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang di KBU untuk menjamin pembangunan yang berkelanjutan; 2. mewujudkan peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara, flora dan fauna. Untuk implementasi Perda tersebut dikeluarkan Pergub no 21 tahun 2009. Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara KBU. Didalam Pasal 5 disebutkan bahwa Indeks Konservasi Potensial IKp Harus dijadikan dasar penentuan pola ruang dan intensitas pemanfaatan dalam penyusunan tata ruang di Kab dan Kota. Artinya Perda No 1 th 2008 dan Pergub No 21 th 2009 menekankan pentingnya menjaga fungsi hidrologis KBU dan merupakan dasar dalam penentuan pola ruang dan pemanfaatannya. Sedangkan dalam penelitian ini pola pengendalian juga memperhatikan nilai ekonomi kawasan Tahura TEV dan kondisi keindahan estetika kawasan sekitar Tahura yang merupakan bagian dari KBU. Sehingga penelitian ini menjadi pelengkap dan masukan bagi pengambil keputusan di Jawa Barat dalam pengendalian dan pemanfaatan ruang. 175 Mihalic 2003 menjeaskan dalam teori pertumbuhan, bahwa sebuah pertumbuhan penduduk akan memberikan tekanan pada sumber daya alam. Pertumbuhan penduduk menyebabkan kerusakan lingkungan akibat penggunaan ruang yang berlebihan over-utilization oleh penduduk, pembangunan pada daerah pedesaan, yang menyebabkan hilangnya kawasan hijau, dan bahkan menyebabkan perubahan iklim Karena kawasan ini lintas kabupaten dan kota dimana setiap daerah dapat mengeluarkan ijin pembangunan di kawasan ini sesuai dengan pertimbangan daerah itu sendiri tanpa memperhatikan kepentingan yang lebih besar. Seharusnya setiap kebijakan maupun perijinan yang dikeluarkan pada kawasan konservasi harus harus mengacu kepada kepentingan fungsi konservasi kawasan tersebut. Kondisi ini menggambarkan kondisi tidak berjalannya sistem pengendalian ruang Dimana dalam teori sistem dijelaskan bahwa kerusakan lingkungan terjadi akibat alokasi sumber daya yang tidak efisien sebagai dampak dari: i kegagalan pasar dan atau ii kesalahan negarapemerintah Mihalic 2003. Peraturan yang dikeluarkan berjalan sendiri- sendiri tidak ada koordinasi walaupun sudah ada beberapa aturan yang dikeluarkan. Seharusnya peraturan dibuat agar mengacu pada aturan yang menekankan pentingnya arti peran dan fungsi kawasan konservasi seperti sebagai daerah tangkapan air, terjaganya kanyamanan dan keindahan kawasan yang manfaat jasa lingkungan tersebut sangat penting bagi kawasan lain dibawahnya. Banyak perijinan baru dikeluarkan oleh pemerintah daerah semata untuk mengejar tingkat pendapatan asli daerah PAD semata tanpa melihat keberlanjutannya dimasa depan. Padahal apabila fungsi dan jasa lingkungan yang dihasilkan oleh kawasan konservasi Tahura terutama fungsi air yang terjaga dengan baik, maka debit air yang tersedia akan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar, pemanfaatan untuk PLTA dan pemanfaatan untuk ketersediaan air baku untuk PDAM yang jangkauan pelayanan keduanya melingkupi Propinsi, Kabupaten dan Kota Bandung. Pemerintah daerah dapat menarik pajak dari kedua perusahaan tersebut atas manfaat yang mereka terima dari terjaga baiknya kawasan konservasi. Kawasan sekitar Tahura Djuanda merupakan wilayah yang memiliki fungsi konservasi tinggi. Perubahan lahan yang terjadi di kawasan sekitar 176 konservasi akan berdampak negatif terhadap sistem ekologis kawasan tersebut sebagai wilayah konservasi yang menyediakan jasa lingkungan khususnya jasa lingkungan air hidrologis bagi masyarakat Kota Bandung. Kecenderungan perubahan lahan tersebut selain disebabkan oleh faktor kebutuhan perluasan lahan kota, juga diduga disebabkan oleh posisi kawasan sekitar Tahura Djuanda yang memiliki keindahan pemandangan scenic beauty dan lingkungan alami yang asri sehingga sangat nyaman sebagai permukiman. Dalam hal ini scenic beauty dari kawasan yang berbatasan dengan pusat kota dapat memicu terjadinya urban sprawl. Perubahan lahan yang semula agraris menjadi non agraris di sekitar kawasan Tahura Djuanda terkait pula dengan apresiasi masyarakat terhadap nilai lindung atau konservasi dari kawasan tersebut. Pengabaian terhadap nilai tersebut mendorong perubahan lahan untuk dimanfaatkan sesuai dengan kepentingan masyarakat tanpa mempertimbangkan nilai strategis kawasan tersebut yang menyediakan sejumlah jasa lingkungan yang sangat penting sebagai penyangga kebutuhan masyarakat khususnya dalam penyediaan jasa lingkungan hidrologis. Teori perilaku lingkungan menjelaskan keberadaan kerusakan lingkungan: 1 melalui ketidak-hadiran etika social lingkungan dan 2 sebagai sebuah produk dari ketidaktahuan manusia. Ketidakhadiran etika sosial lingkungan merupakan alasan utama atas kerusakan dan degradasi lingkungan. Istilah ini mengacu pada standar dan prinsip yang mengatur perilaku dari individu atau kelompok-kelompok individu dalam hubungannya dengan lingkungan Rue dan Byars, 1986:71. Keberadaan Tahura Djuanda memberikan manfaat yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat sekitar baik dari segi ekologi maupun dari segi ekonomi dan sosial misalnya sebagai daerah penyangga untuk konservasi air, pelestarian plasma nutfah, peninggalan sejarah, sumber air irigasi untuk mengairi sawah dan kebun ladang, sumber air bersih untuk keperluan rumah tangga, sumber air bersih industri termasuk menggerakkan turbin PLTA, tempat wisata sehingga mampu menggerakkan perekonomian rakyat sekitar Tahura Djuanda dan mampu meningkatkan pendapatan asli daerah. Apabila didalam pemanfaatan tahura ini tidak terpelihara dengan baik, maka potensi yang besar tersebut akan terancam kelestariannya yang dapat mengganggu perekonomian masyarakat yang memanfaatkan kawasan sekitar tahura tersebut. 177 Persepsi masyarakat terhadap keberadaan Tahura Djuanda memberikan dampak positif terhadap kehidupan masyarakat di desa penyangga Kawasan Tahura Djuanda antara lain sebagai kawasan konservasi air kesinambungan sumber air dan ekowisata, penyedia lapangan kerja sehingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar Tahura Djuanda, menjamin ketersediaan udara segar, menjaga keindahan dan kelestarian sumberdaya hayati dan ekosistem yang ada di dalamnya, menyerap polusi, tempat menanam rumput, tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau RTH. Masyarakat desa penyangga Tahura Djuanda berharap agar pengelolaan Tahura Djuanda lebih meningkatkan keterlibatan masyarakat sekitar, sehingga masyarakat mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Untuk menjamin keberadaan dan kelestarian Tahura Djuanda Dinas Kehutan Provinsi Jawa Barat dalam hal ini Balai Pengelola Tahura Djuanda diharapkan meningkatkan kegiatan sosialisasi tentang pentingnya keberadaan Tahura Djuanda dan pemberdayaan masyarakat sekitar agar mampu memberikan manfaat baik secara ekonomi, sosial, maupun budaya. Masyarakat sekitar Kawasan Tahura Djuanda merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap keberadaan Tahura Djuanda. Dari segi pengunjung bahwa fasilitas di dalam Tahura Djuanda perlu ditingkatkan dan dipelihara dengan baik, karena sampai saat ini pengunjung merasakan bahwa kondisi di dalam Tahura Djuanda kurang terawat, sarana tempat pembuangan sampah sangat kurang, jalur jogging track masih dilalui oleh kendaraan bermotor sehingga tujuan mencari udara segar menjadi polusi dari asap sepeda motor. Walaupun hal ini sangat sederhana tetapi berpengaruh terhadap jumlah kunjungan ke Tahura Djuanda. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pengelolaan yang ada sekarang belum optimal terutama dalam hal ketersediaan sarana dan prasarana, keterlibatan masyarakat, perawatan fasilitas yang ada di dalam dan di sekitar kawasan, vegetasi tanaman yang semakin berkurang, kurangnya promosi dan keterbatasan sumberdaya manusia. Kebijakan Pengendalian Ruang Dari hasil analisis perubahan lahan disekitar Tahura selama 14 tahun dari tahun 1992 sampai tahun 2006 telah terjadi konversi penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan non hutan sebesar 793 hektar. Berdasarkan hasil analisis 178 nilai ekonomi total kawasan Tahura diperoleh nilai lahan per hektar sebesar Rp 13.754.152.101,- Rp.13,8 milyar per ha. Sehingga selama 14 tahun telah terjadi kehilangan senilai Rp. 10.907.042.616.093,- Rp 10,9 triliunha. Kerugian pertahunnya adalah Rp. 779.074.472.578,- 779 milyar per hektar per tahun,- akibat konversi pengguna lahan. Nilai ini disebut juga nilai konversi. Dimasa mendatang bilat terjadi pembangunan yang tidak dapat dielakkan harus melakukan konversi, maka nilai konversi harus dibebankan kepada pengembang dan dimasukkan kedalam perhitungan diluar nilai pasar lahan. Dari hasil analisis potensi keindahan kawasan sekitar Tahura didapatkan bahwa keindahan kawasan sekitar Tahura mempunyai tingkat keindahan rendah sebesar 13,33, tingkat keindahan sedang sebesar 48,33 dan tingkat keindahan tinggi sebesar 38,33. Potensi kawasan in masih baik sehingga kondisi ini dimasa mendatang akan tetap menarik minat untuk melakukan pembangunan di kawasan ini. Potensi keindahan kawasan Tahura yang masih didominasi unsur alami dengan bentang alam yang berbukit memberikan banyatk titik strategis vantage point yang memberikan arah pemandangan yang sangat indah. Pada ketinggian didaerah sekitar Tahura akan dapat melihat pemandangan kota Bandung dan dengan dikelilingi suasana alami dengan udara yang segar akan membuat daerah dengan preferensi tinggi untuk ditempati. Keindahan kawasan sekitar Tahura yang mempunyai nilai rendah terutama pada kawasn terbangun yang padat dan pada tanah terlantar. Hasil penelitian Schroeder dan Connor 1987 atas peran keberadaan pohon jalan street trees pada suatu ruas jalan di Ohio menunjukkan menunjukkan bahwa jalan yang berpohon memiliki dampak yang kuat bagi masyarakat dalam menilai kualitas keindahan jalan-jalan perumahan bahwa keberadaaan pohon pada halaman rumah yard trees dimana tidak adanya pohon di jalan akan memberikan kontribusi yang tinggi bagi kualitas visual jalan tersebut. Sehingga dalam meningkatkan keindahan area yang masih rendah dapat dilakukan penanaman pohon di sepanjang jalan atau tanah terlantar agar dapat memberikan keindahan estetika juga memberikan keuntungan ekologis lainnya seperti menambah luasan untuk menyerap karbon dari polusi udara dan membantu infiltrasi air tanah dan mengurangi air larian. Dari hasil AHP menunjukkan bahwa kebijakan pengendalian ruang di kawasan adalah zonasi, pemberian izin, insentif dan disinsentif dan pemberian sangsi. 179

1. Kebijakan Zonasi