V. PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN SEKITAR TAHURA DJUANDA
Abstrak
Potensi dan keindahan alam sekitar Kawasan Tahura Djuanda selain memberikan dampak positif juga memberikan dampak negatif bagi pemanfaatan
ruang di sekitar Tahura. Akibatnya perubahan lahan yang terjadi di kawasan sekitar akan berdampak negatif baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap kerusakan lingkungan. Hal yang nyata terlihat adalah pada beberapa fungsi kawasan yang sudah tidak sesuai dengan peruntukan daya dukung
akibatnya terjadi ketimpangan pemanfaatan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji permasalahan perubahan lahan di sekitar kawasan konservasi Tahura
Djuanda. Penelitian merupakan analisis spasial urban sprawl melalui interpretasi citra satelit Landsat TM menggunakan data tahun 1992 dan tahun 2006. Hasil
analisis menunjukkan di sekitar kawasan Tahura Djuanda memiliki tingkat perubahan penggunaan lahan yang cukup tinggi sebagai akibat dari
meningkatnya kegiatan pemukiman dan aktifitas ekonomi serta tingginya nilai keindahan scenic beauty value tahura serta terjadi perubahan luasan
penggunaan lahan dari hutan menjadi ladang yang kemudian ladang menjadi permukiman pada pengamatan tahun 2002 – 2007. Munculnya konflik
pemanfaatan lahan sebagai akibat dari tingginya tingkat urban sprawl dimana aktivitasnya dapat meningkatkan tekanan terhadap lingkungan sehingga kualitas
ekosistem sekitar kawasan menjadi menurun akibatnya terjadi penurunan luas ruang terbuka hijau dan tutupan kawasan lainnya seperti tutupan vegetasi. Untuk
mengatasi hal tersebut, maka konsistensi pemerintah dalam penerapan tata ruang wilayah sekitar tahura Djuanda sangat diperlukan
sehingga tumpang tindih dan pelanggaran pemanfaatan lahan oleh para stakeholder pada setiap
perubahan penggunaan lahan dapat dihindari. Key word: lahan, scenic beauty, urban sprawl, tata ruang, stakeholder.
5.1. Pendahuluan
Tahura Djuanda memiliki arti penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat sekitar baik secara ekologi, ekonomi, maupun sosial mengingat
besarnya potensi yang dimiliki seperti keragaman spesies flora dan fauna, keindahan pemandangan alamnya, udara yang sejuk dan alami, adanya gua-gua
peninggalan sejarah seperti gua Jepang dan gua Belanda memberikan daya tarik tersendiri bagi masyarakat sekitar maupun wisatawan untuk berkunjung dan
berwisata ke tahura. Kondisi ini mampu memberikan konstribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar dan pemerintah daerah setempat.
Sedangkan dari segi ekologi keberadaan tahura merupakan kawasan konservasi air dan pelestarian flora dan fauna.
Secara visual penggunaan lahan di sekitar kawasan Tahura Djuanda sebagian besar saat ini masih merupakan lahan pertanian 48, selebihnya
terdiri dari perkampungan 40, hutan 2 dan penggunaan lainnya 2. Sekitar 48 dari wilayah perkampungan yang ada kini didominasi oleh villa dan
rumah-rumah mewah yang sebagian besar lahan yang saat ini digunakan untuk kegiatan pertanian, sebagian besar telah dimiliki oleh orang luar, lahan-lahan
tersebut direncanakan untuk pembangunan villa, namun untuk sementara sebelum villa tersebut dibangun, masyarakat setempat masih diperkenankan
untuk menggarap. Kegiatan pertanian yang berkembang di wilayah ini merupakan pertanian intensif berbiaya tinggi, seperti kentang, bawang merah,
kembang kol, kubis dan sebagainya. Untuk memenuhi kebutuhan modal, sebagian besar petani melakukan bagi hasil dengan pemilik lahan maupun
pemasok modal dari luar. Potensi dan keindahan alam sekitar Kawasan Tahura Djuanda selain
memberikan dampak positif juga memberikan dampak negatif bagi pemanfaatan ruang di sekitar tahura misalnya berdirinya bangunan villa, permukiman dan
meningkatnya aktivitas masyarakat dalam mengakses dan memanfaatkan sumberdaya sekitar kawasan secara tidak bertanggung jawab. Akibatnya
perubahan lahan yang terjadi di kawasan sekitar konservasi akan berdampak negatif baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kerusakan
lingkungan. Hal yang nyata terlihat adalah pada beberapa fungsi kawasan yang sudah tidak sesuai dengan peruntukan daya dukung akibatnya terjadi
ketimpangan pemanfaatan lahan. Kecenderungan perubahan lahan tersebut selain disebabkan oleh faktor
kebutuhan perluasan lahan kota, juga diduga disebabkan oleh posisi kawasan sekitar Tahura Djuanda yang memiliki keindahan pemandangan scenic beauty
dan lingkungan alami yang cukup asri sehingga dirasakan nyaman sebagai wilayah permukiman. Dalam hal ini scenic beauty dari kawasan yang berbatasan
dengan pusat kota dapat memicu terjadinya urban sprawl. Gejala urban sprawl dapat digambarkan oleh beberapa karakteristik
seperti yang dkemukakan oleh Downs 1998 urban sprawl dikenali dari perkembangan pembangunan baru ke luar batas yang tidak terbatas, kepadatan
rendah low density development, leapfrog development dan pembangunan kawasan komersial yang dibangun secara memanjang strip development.
Sementara itu Reid Ewing 1994 dan 1997 menggambarkan bahwa karakter
utama urban sprawl adalah low density, pengembangan secara memanjang atau pita strip atau ribbon, pembangunan tersebar scattered or leapfrog
development. Perubahan lahan yang semula agraris menjadi non agraris di sekitar
kawasan Tahura Djuanda terkait pula dengan apresiasi masyarakat terhadap nilai lindung atau konservasi dari kawasan tersebut. Pengabaian terhadap nilai
tersebut telah mendorong perubahan lahan untuk dimanfaatkan sesuai dengan kepentingannya tanpa mempertimbangkan nilai strategis kawasan tersebut yang
menyediakan sejumlah jasa lingkungan yang sangat penting sebagai penyangga kebutuhan masyarakat Kota Bandung khususnya dalam penyediaan jasa
lingkungan hidrologis. Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, penelitian ini dimaksudkan
untuk mengkaji permasalahan perubahan lahan di sekitar kawasan konservasi Tahura Djuanda.
5.2. Metode Analisis Perubahan Penggunaan Lahan