Sumber Daya Lahan Perubahan Penggunaan Lahan

2.3. Penggunaan Lahan

Barlowe 1986 menyatakan bahwa, pertambahan jumlah penduduk berarti pertambahan terhadap makanan dan kebutuhan lain yang dapat dihasilkan oleh sumberdaya lahan. Permintaan terhadap hasil-hasil pertanian meningkat dengan adanya pertambahan penduduk, demikian juga permintaan terhadap hasil non-pertanian. Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan material, cenderung menyebabkan persaingan dan konflik diantara pengguna lahan. Adanya persaingan tidak jarang menimbulkan pelanggaran batas-batas penggunaan lahan, khususnya lahan pertanian yang digunakan untuk usaha non-pertanian.

2.3.1. Sumber Daya Lahan

Menurut FAO 1977, lahan ialah suatu daerah permukaan bumi yang ciri- cirinya characteristics mencakup semua pengenal attributes yang bersifat cukup mantap atau yang dapat diduga bersifat mendaur dari biosfer, atmosfer, tanah, geologi, hidrologi, populasi tumbuhan dan hewan, serta hasil kegiatan manusia pada masa lampau dan masa kini, sepanjang pengenal-pengenal tadi berpengaruh murad significant atas penggunaan lahan pada waktu sekarang dan pada waktu mendatang. Lahan merupakan persatuan sejumlah komponen yang berpotensi sumberdaya. Potensi lahan ditentukan oleh potensi sumberdaya masing-masing yang menjadi komponennya, baik potensi bawaan maupun potensi yang berkembang dari nasabah saling tindak interactive relationship dan nasabah kompensatif compensatory relationship antar sumberdaya. Menurut Soerianegara 1978, ada tiga kepentingan pokok sumberdaya lahan bagi kehidupan manusia, yaitu 1 lahan diperlukan manusia untuk tempat tinggal, tempat bercocok tanam, berternak, memelihara ikan, dan lainnya; 2 lahan mendukung berbagai jenis vegetasi dan satwa; dan 3 lahan mengandung bahan tambang yang bermanfaat bagi manusia. Begitu juga dengan Sitorus 2004 menyebutkan sumberdaya lahan adalah bagian dari bentangan lahan Landscape yang mencakup pengertian lingkungan termasuk iklim, topografi atau relief, hidrologi termasuk keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Hal ini dapat menentukan tipe penggunaan lahan yang akan dikembangkan atau diusahakan di suatu wilayah dilihat dari kualitas dan karakteristik lahan. Selanjutnya penggunaan sumberdaya lahan pada umumnya ditentukan oleh lokasi ekonomi yaitu jarak sumberdaya lahan dari pasar, misalnya untuk penggunaan daerah industri, pemukiman, perdagangan atau rekreasi.

2.3.2. Perubahan Penggunaan Lahan

Pengunaan dan pemanfaatan lahan yang optimal sesuai dengan daya dukungnya hanya dapat dilakukan apabila tersedia informasi sumberdaya lahan termasuk informasi kesesuaian lahan. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu: penggunaan lahan pertanian dan bukan pertanian. Sitorus, 2004. Untuk pemanfaatan lahan diperlukan ketersediaan data iklim, tanah, topografi dan fisik lingkungan lainnya serta persyaratan penggunaan lahan dan persyaratan tumbuh tanaman. Barlowe 1986 menyatakan bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor fisik dan biologis, faktor pertimbangan ekonomi dan faktor institusi kelembagaan. Faktor fisik dan biologis mencakup kesesuaian dari sifat fisik seperti keadaan biologi, tanah, air, iklim, tumbuh- tumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor pertimbangan ekonomi dicirikan oleh keuntungan, keadaan pasar dan transportasi. Faktor institusi dicirikan oleh hukum pertanahan, keadaan politik dan keadaan sosial ekonomi. Penggunaan lahan land use dan penutup lahan land cover merupakan dua istilah yang sering kali diberi pengertian sama, padahal keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. Menurut Lillesand dan Kiefer 2000, penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutup lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk investasi campur tangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan kota dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu: penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non-pertanian. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan lahan kota atau desa pemukiman, industri, rekreasi, pertambangan, dan sebagainya. Penggunaan lahan pertanian dibedakan dalam garis besar ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut, seperti penggunaan lahan tegalan, sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang, dan sebagainya Arsyad,1989. Pertambahan penduduk yang pesat dan peningkatan kesejahteraan penduduk mengakibatkan peningkatan kebutuhan lahan untuk pemukiman, pertanian, industri, dan rekreasi. Keadaan tersebut menyebabkan perubahan penggunaan lahan yang sering kurang mengikuti kaidah konservasi alam Mahmudi, 2002. Perubahan atau perkembangan pola penggunaan lahan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor alami dan faktor manusia. Faktor alami antara lain: tanah; air; iklim, pola musiman; dan landform, erosi dan miringan lereng. Faktor manusia berpengaruh lebih dominan dibandingkan faktor alami dan dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi dan pengaruh dari luar, seperti kebijakan nasional dan internasional. Saefulhakim et al. 2000, mengemukakan bahwa pemahaman akan perubahan penggunaan lahan pada dasarnya dapat didekati dari struktur utama yang berkaitan langsung dengan perubahan penggunaan lahan. Secara umum struktur yang berkaitan langsung dengan perubahan penggunaan lahan tersebut dapat dibagi menjadi tiga, yaitu 1 struktur permintaan, 2 struktur penawaran, 3 struktur penguasaan teknologi yang berdampak pada produktivitas sumberdaya lahan. Pemahaman ketiga struktur utama yang berkaitan langsung dengan perubahan penggunaan lahan tersebut merupakan syarat yang diperlukan necessary condition untuk dapat memodelkan perubahan penggunaan lahan secara utuh. Permintaan akan lahan dalam aktivitas masyarakat antara lain untuk menunjang ketersediaan pangan, sandang, papan, amenity, dan fasilitas kehidupan dasar lain dalam kuantitas, kualitas dan tingkat keragaman tertentu. Kebutuhan akan lahan meningkat dari waktu ke waktu dipicu oleh pertumbuhan penduduk, perkembangan struktur masyarakat dan perekonomian sebagian konsekuensi logis dari hasil pembangunan permintaan terhadap sumberdaya lahan menjadi faktor pendorong proses perubahan penggunaan lahan, yang secara garis besar dapat dibagi atas 3 tiga kelompok utama yaitu: 1 deforestasi baik ke arah pertanian intensif maupun non- pertanian; 2 konversi lahan pertanian ke non-pertanian, dan 3 penelantaran lahan. Perubahan penggunaan lahan dapat mengacu pada 2 hal yang berbeda, yaitu: pada penggunaan lahan sebelumnya, atau rencana ruang yang ada. Perubahan yang mengacu pada penggunaan sebelumnya adalah suatu penggunaan baru atas lahan yang berbeda dengan penggunaan lahan sebelumnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan, antara lain adalah jenis tanah, topografi, ketinggian, aksesibilitas, dan tekanan penduduk Soerianegara, 1978. Sejarah, kondisi fisik, tingkat perkembangan sosial budaya dan ekonomi akan berpengaruh terhadap pola penggunaan lahan suatu wilayah Satukan dengan Saefulhakim, 2000. Sedangkan perubahan yang mengacu pada rencana tata ruang adalah penggunaan baru atas tanah lahan yang tidak sesuai dengan yang ditentukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah disahkan Permendagri No.41996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan Lahan Kota. Menurut Mather 1986 dalam Yunus, 2000, selain faktor ekonomi yang menjadi penentu penggunaan lahan, masih ada faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi penggunaan lahan, seperti faktor sosial dan politik, tetapi faktor ekonomi masih merupakan faktor yang dominan dan tidak dapat diabaikan dalam setiap analisis penggunaan lahan. Lebih lanjut perkembangan penggunaan lahan dikendalikan oleh faktor-faktor kelembagaan seperti hukum pertanahan yang berlaku di masyarakat, keadaan sosial politik serta administrasi Barlowe, 1986 Proses perubahan penggunaan lahan pada dasarnya dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang, Perkembangan yang dimaksud tercermin dengan adanya: 1 pertumbuhan aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam akibat meningkatnya permintaan jumlah penduduk dan kebutuhan perkapita, dan 2 adanya pergeseran kontribusi sektor pembangunan dari sektor-sektor pertanian dan pengolahan sumberdaya alam ke aktivitas sektor-sektor sekunder manufaktur dan tersier jasa. Proses peralihan fungsi lahan dapat dipandang sebagai pergeseran- pergeseran dinamika alokasi dan distribusi sumberdaya menuju keseimbangan- keseimbangan baru yang lebih optimal. Namun sering terjadi berbagai distorsi yang menyebabkan alokasi pemanfaatan lahan berlangsung menjadi tidak efisien. Proses alih fungsi lahan pada umumnya didahului oleh adanya proses alih penguasaan lahan. Dalam kenyataannya, di balik proses alih fungsi lahan umumnya terdapat proses memburuknya struktur penguasaan sumberdaya lahan. Permasalahan di seputar proses alih guna lahan adalah, 1 proses asimetrik antara pihak yang melepas hak dengan yang menerima hak penguasaan lahan; 2 kecenderungan semakin terkonsentrasinya struktur penguasaan lahan pada kelompok masyarakat tertentu, distribusi penguasaan yang semakin memburuk, dan 3 bertambahnya kelompok masyarakat tanpa lahan. Selanjutnya dari sisi penawaran sumberdaya lahan, supply lahan dibatasi oleh baku permukaan yang bersifat tetap. Variasi dan persebaran spasial kualitas lahan alamiah cenderung tetap yang menyebabkan penawaran penggunaan lahan yang cenderung in-elastisitas terhadap besarnya permintaan akan lahan. Kustiwan 1997 menyebutkan bahwa fenomena konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian dapat dijelaskan dalam konteks ekonomika lahan, dimana interaksi antara permintaan dan penawaran lahan akan mengarah pada aktifitas paling menguntungkan sehingga konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian tidak dapat dihindari. Kelangkaan lahan ini memunculkan konflik penggunaan lahan yang semakin tajam dari waktu-kewaktu terutama karena aspek eksternalitas, secara nilai lahan yang bersifat sosial ekonomi dan politis Saefulhakim, 1996. Penawaran sumberdaya lahan sangat dipengaruhi oleh penggunaan lahan saat ini existing condition of land use. Penggunaan lahan saat ini berpengaruh terhadap elastisitas lahan untuk perubahan penggunaannya. Penggunaan lahan untuk pemukiman, industri, dan fasilitas sosial ekonomi memiliki elastisitas yang rendah untuk berubah. Sedangkan penggunaan lahan untuk pertanian, kehutanan dan perkebunan memiliki elastisitas yang lebih tinggi untuk berubah ke arah penggunaan lainnya. Struktur utama yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan adalah struktur penguasaan teknologi yang implikasi langsungnya adalah terhadap produktivitas lahan. Produktivitas lahan mempunyai peran yang cukup besar dalam menurunkan ketergantungan terhadap ekstensifikasi usaha tani dalam upaya mencapai pertumbuhan produksi pertanian. Sementara itu, faktor yang mempengaruhi proses perubahan penggunaan lahan yaitu faktor yang berasal dari luar pertanian yang dapat berupa faktor kebijakan dan non-kebijakan. Faktor non-kebijakan yang dapat mempercepat proses perubahan penggunaan lahan antara lain struktur perekonomian wilayah dan proses perpindahan penduduk dari desa ke kota. Sedangkan faktor-faktor dari sektor pertanian yang mempengaruhi proses perubahan penggunaan lahan antara lain rendahnya rasio sewa ekonomi lahan pertanian terhadap sewa ekonomi lahan untuk sektor non-pertanian, kondisi pemilikan lahan pertanian yang sempit dan terpencar, sehingga kurang memberikan insentif yang memadai untuk mempertahankan usaha taninya Irawan, 1997. Menurut Rustiadi 2001, proses alih fungsi lahan pada dasarnya dapat dipandang merupakan suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Perkembangan yang dimaksud tercermin dari adanya. 1 pertumbuhan aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam akibat meningkatnya permintaan kebutuhan terhadap penggunaan lahan sebagai dampak peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan perkapita, dan 2 adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor pembangunan dari sektor-sektor primer khususnya dari sektor-sektor pertanian dan pengolahan sumberdaya alam ke aktivitas sektor-sektor sekunder manufaktur dan tersier jasa. Dalam hukum ekonomi pasar, alih fungsi lahan berlangsung dari aktivitas dengan land rent yang lebih rendah ke aktivitas-aktivitas dengan land rent yang lebih tinggi; dimana land rent diartikan sebagai nilai keuntungan bersih dari aktivitas pemanfaatan lahan per satuan luas lahan dalam waktu tertentu. Namun di sisi lain alih fungsi lahan pada umumnya berlangsung dari aktivitas dengan environmental rent yang lebih tinggi ke aktivitas dengan environmental rent yang lebih rendah. Dengan demikian secara keseluruhan aktivitas kehidupan cenderung menuju sistem pemanfaatan sumberdaya alam dengan kapasitas daya dukung yang semakin menurun, padahal di lain pihak permintaan akan sumberdaya terus meningkat akibat tekanan pertambahan penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita. Selain itu proses alih fungsi lahan pada umumnya bersifat irreversible, seperti lahan-lahan sawah yang dikonversikan ke berbagai aktivitas urban sangat kecil kemungkinannya untuk kemudian dikembalikan lagi menjadi sawah. Demikian halnya dengan hutan-hutan yang mengalami degradasi memerlukan effort yang sangat besar untuk reboisasi. Perubahan penggunaan lahan juga berpengaruh juga terhadap jumlah dan komposisi penduduk secara berkala ataupun permanen. Pengaruh yang lain ialah terhadap ekonomi lahan seperti harga, sewa dan kegiatan jual beli lahan Berns, 1977.Teori nilai lahan menjelaskan mengenai hubungan antara nilai lahan dengan penggunaan lahan. Bila nilai lahan dihubungkan dengan pertanian, maka variasi nilai lahan akan banyak tergantung pada faktor kesuburan tanah, selain faktor lingkungan, irigasi, dan lokasi lahan tersebut. Lokasi lahan berkaitan dengan aksesibilitas. Lahan yang subur biasanya akan memberikan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan lahan yang tidak subur. Selain dari kesuburan tanah, harga lahan dapat ditentukan oleh faktor lokasi. Nilai lahan ditentukan oleh tingkat aksesibilitasnya, semakin tinggi tingkat aksesibilitas suatu lokasi akan semakin tinggi pula nilai lahannya, demikian juga sebaliknya. Nilai lahan itu sendiri mempunyai pengertian yaitu suatu penilaian atas lahan didasarkan pada kemampuan lahan secara ekonomis dalam hubungannya dengan produktivitasnya. Sedangkan harga lahan mempunyai pengertian yaitu penilaian atas lahan yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan uang untuk satuan luas persil Drabkin, 1977.

2.3.3. Urban Sprawls