Sumber Air Disain Kebijakan Pengendalian Ruang di Sekitar Kawasan Konservasi Taman Hutan Raya Djuanda Provinsi Jawa Barat

54 menurut definisi dari Schmidt and Ferguson adalah bulan dengan curah hujan bulanan 100 mm, sedangkan Bulan Kering adalah bulan dengan curah hujan bulanan kurang dari 50 mm. Wilayah ini memiliki curah hujan yang semakin tinggi dengan semakin naiknya ketinggian dari permukaan laut fenomena hujan Tipe Orografis, dari Pakar menuju Maribaya, curah hujan cenderung meningkat secara nyata. Sehingga sekitar separuh dari kawasan Tahura Djuanda, yaitu wilayah di bagian utara bertipe iklim B dan wilayah di bagian selatan memiliki tipe iklim C. Curah hujan tahunan di wilayah Tahura Djuanda bagian selatan berkisar dari 2.500 – 3.000 mm, sedangkan di bagian utara berkisar dari 3000 - 4.500 mm. Kelembaban nisbi udara di dalam Kawasan Tahura Djuanda dan sekitarnya selalu tinggi, kelembaban mutlak memperlihatkan kisaran yang cukup rendah yaitu berkisar antara 70 siang hari – 95 malam dan pagi hari. Suhu di bagian lembah berkisar antara 22 – 24 ºC dan di bagian puncak antara 18 – 24 ºC.

3. Sumber Air

Sumber air yang ada di dalam Kawasan Tahura Djuanda adalah Sungai Cikapundung yang membentang sepanjang 15 km dan lebar rata-rata 8 meter dengan debit air sekitar 3.000 m 3 detik. Sungai Cikapundung merupakan anak Sungai Citarum yang berhulu di Gunung Bukit Tunggul. Selain itu terdapat juga beberapa mata air yang bersumber dari kelompok Hutan Gunung Pulosari. Sebagian dari aliran sungai Cikapundung di dalam kawasan Tahura Djuanda ditampung pada dua kolam penampungan yang berjarak 2,5 km. Kolam pertama terletak di blok Bantar Awi, seluas ± 200 m 2 dengan kedalaman 3,3 m, kolam kedua berada di Pakar dengan luas ± 8.935 m 2 dan kedalaman 3,5 m stilling pond, kolam pengendap sedimen yang mempunyai kapasitas tampung 31.272 m 3 . Kedua kolam tersebut diperuntukkan untuk memutar turbin pembangkit listrik tenaga air PLTA yang dibangun pada tahun 1923 oleh Pemerintah Kolonial Belanda, yang dikenal dengan nama PLTA Bengkok, yang merupakan PLTA tertua di Bandung. Selain untuk keperluan PLTA Bengkok, aliran Sungai Cikapundung juga digunakan sebagai sumber air minum oleh Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Kota Bandung. 55 4 . Topografi Sebagian besar kawasan Tahura Ir. Djuanda merupakan ekosistem pinggir sungai riparian ecosystem yang berlereng terjal dengan tonjolan- tonjolan batu cadas, yang mempunyai ketinggian antara 770 sampai 1.330 mdpl. Bentang lahannya berbentuk cekungan basin, pada dasar cekungan mengalir Sungai Cikapundung yang diapit oleh lereng terjal. Lereng Timur dan Barat ditumbuhi oleh hutan Pinus Pinus merkusii, pada lereng yang terjal, berbatu dan berjeluk tanah tipis kehijauan bentang lahan tetap dipertahankan oleh tanaman jenis Kaliandra Calliandra calothyrsus. Kedua lereng terjal setinggi 100 – 150 m dari permukaan Sungai Cikapundung ini telah menciptakan bentang lahan khusus berupa lembah yang sangat indah. Seluruh Kawasan Tahura Djuanda hanya memiliki satu jenis batuan, yaitu batuan vulkanik yang berkembang dari jaman kwarter tua. Salah satu fenomena geomorphologi yang paling khas di wilayah ini adalah adanya Patahan Lembang Lembang fault. Letak patahan ini berada di Maribaya yang sekaligus merupakan batas bawah dari Sub DAS Cikapundung Hulu.

5. Geologi