Dinamika Lanskap Penggunaan Lahan

c. Perembetan Meloncat Leap Frog Development Tipe perkembangan ini oleh kebanyakan pakar lingkungan dianggap paling merugikan, tidak efisien dalam arti ekonomi, tidak mempunyai nilai estetika dan tidak menarik. Perkembangan lahan perkotaannya terjadi berpencaran secara sporadis dan tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian Gambar 4. Gambar 4. Urban Sprawl tipe Leap Frog Development

2.3.4. Dinamika Lanskap

Lahan merupakan sumberdaya, wadah dan faktor produksi strategis bagi pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Hampir semua sektor pembangunan fisik kota membutuhkan lahan. Sejalan dengan meningkatnya aktivitas pembangunan dan pertambahan penduduk, kebutuhan akan lahan meningkat, sementara ketersediaan dan luas lahan tetap. Walaupun kriteria lahan yang diperlukan untuk setiap sektor berbeda, namun pada kenyataannya masih sering terjadi benturan kepentingan dan alih fungsi lahan. Hal ini sesuai dengan uraian Arifin 1998 bahwa semakin tinggi tingkat urbanisasi suatu daerah, struktur daerah urban semakin kompleks. Penyebabnya adalah karena semakin beragamnya aktivitas dari masyarakat di daerah tersebut. Chapin dan Kaiser 1979 menyatakan bahwa struktur ruang kota sangat berkaitan dengan 3 sistem yaitu: 1 sistem kegiatan; 2 sistem pengembangan lahan, dan 3 sistem lingkungan. Sistem kegiatan berkaitan dengan cara manusia dan kelembagaannya mengatur urusannya sehari-hari untuk memenuhi kebutuhannya dan saling berinteraksi dalam waktu dan ruang. Sistem pengembangan lahan berfokus pada proses pengubahan ruang dan penyesuaiannya untuk kebutuhan manusia dalam menampung kegiatan yang ada dalam susunan sistem kegiatan, dan sistem lingkungan berkaitan dengan kondisi biotik dan abiotik yang dibangkitkan oleh proses alamiah, yang berfokus pada kehidupan tumbuhan dan hewan serta proses-proses dasar yang berkaitan dengan air, udara, dan mineral. Ketiga sistem ini menjadi dasar penyusunan penggunaan lahan dan penjelasan terbentuknya pemanfaatan lahan. Perubahan penggunaan dan penutupan lahan merupakan gejala normal sesuai dengan proses perkembangan dan pengembangan kota. Terdapat dua tipe dasar pengembangan kota yaitu: pertumbuhan dan transformasi Doxiadis, 1988. Pertumbuhan mencakup semua jenis penggunaan lahan, termasuk di dalamnya jenis penggunaan yang sama sekali baru dan perluasan penggunaan lahan, sedangkan transformasi adalah perubahan menerus pada bagian-bagian pemanfaatan lahan di perkotaan dan perdesaan untuk meningkatkan nilai dan tingkat efisiensi bagi penggunanya Doxiadis,1988. Transformasi adalah proses pengembangan yang lebih dominan dibandingkan dengan perluasan dimana perluasannya hanya terjadi satu kali, sementara transformasi dapat terjadi berulangkali. Daerah pinggiran kota urban fringe area merupakan suatu wilayah peluberan kegiatan perkembangan kota. Daerah ini merupakan daerah yang berada dalam proses transisi dari daerah pedesaan menjadi perkotaan Johnson, 1984. Menurut McGee dalam Koestoer 1997 daerah pinggiran kota memiliki karakteristik suatu daerah yang tidak dapat digolongkan sebagai kota atau desa, umumnya terletak disepanjang koridor antara pusat kota besar. Koridor tersebut berlokasi di sepanjang jalur-jalur transportasi utama. Bar-Gal dalam Yunus 2000 menyatakan bahwa daerah pinggiran kota urban fringe area adalah daerah yang mengalami pengaruh sangat kuat dari suatu kota yang ditandai dengan berbagai karakteristik seperti perubahan fisik penggunaan tanah, perubahan komposisi penduduk dan tenaga kerja, perubahan pola orientasi dan aktivitas penduduk. Pembentukan dan perubahan lahan di kawasan pinggiran kota diakibatkan oleh adanya proses sub-urbanisasi dimana kecenderungannya menunjukan terjadinya pertumbuhan gejala urban sprawl . Sub-urbanisasi diartikan sebagai proses terbentuknya permukiman-permukiman baru dan juga kawasan-kawasan industri di pinggiran wilayah perkotaan terutama sebagai akibat perpindahan penduduk kota yang membutuhkan tempat-tempat bermukim untuk kegiatan industri Rustiadi dan Panuju, 1999. Sub-urbanisasi juga merupakan suatu proses pertumbuhan daerah pinggiran yang secara sistematis lebih cepat dibandingkan dengan pusat kotanya, dan adanya gaya hidup yang mempengaruhi sehari-hari sebagai commuter penglaju untuk bekerja di kota Rustiadi dan Panuju, 2000. Berdasarkan jarak fisiknya dengan pusat kota induknya, dari penelitian Russwurn dalam Yunus 2000 dikatakan bahwa daerah yang termasuk dalam urban fringe area adalah daerah yang terletak sekitar radius 15 sampai 25 kilometer pada suatu pusat kota. Sejalan dengan ini pendapat Pryor dalam Yunus 2000 telah menghitung persentase penggunaan lahan perkotaan, persentase penggunaan lahan kedesaan dan persentase jarak dari lahan perkotaan built-up ke lahan kedesaan, dimana ketiga komponen ini digabungkan di dalam segitiga penggunaan lahan desa-kota urban-rural land use triangle. Terlihat bahwa urban fringe area adalah daerah yang sebagian besar penggunaan lahannya didominasi oleh bentuk-bentuk penggunaan lahan kekotaan sebesar 60 dan terentang dari titik perbatasan urban sampai jarak 40 dari titik tersebut. Percentege Urban Land Use Percentege Urban Land Use Wholly Rural Wholly Rural Rural-Urban Fringe Urban Fringe Rural Fringe 25 50 75 100 100 75 50 25 Distance Gambar 5 Segitiga Pemanfaatan Lahan di Kawasan Rural – Urban Fringe

2.4. Keindahan Kawasan