Hasil Analisis dan Pembahasan

5. Penentuan kualitas visual Penentuan kualitas estetika visual wilayah penelitian diawali dengan membuat kelas-kelas pada nilai SBE dengan membagi rentang data menjadi 3 kelas keindahan, yaitu tinggi, sedang dan rendah, dengan cara menjumlahkan nilai terbesar dan terkecil lalu dibagi menjadi tiga kelas keindahan yang sama besar proporsinya. 6. Menghitung variabel berpengaruh pada kualitas keindahan pada nilai SBE kawasan.Variabel berpengaruh pada penilaian keindahan Y= a+ bX 1 +cX 2 +dX 3 + eX 4 + fX 5 +gX 6 +hX 7 + iX 8 … Y = nilai SBE X 1 = hard material orderedfinished X 2 = hard material unstructured X 3 = covered land trees X 4 = covered land bush, ground cover X 5 = abandoned land tanah bera X 6 = paved land path path, steppig stonr X 7 = water covered water front X 8 = others sky, void

6.3. Hasil Analisis dan Pembahasan

Dalam perhitungan estetika visual gambar lokasi Tahura Ir. H. yaitu dengan menghitung nilai SBE, terlebih dahulu memerlukan penentuan nilai rataan lanskap tertentu yang dipakai sebagai standar trigger atau sering dikenal dalam formulasi SBE sebagai “Zo”. Nilai Zo yang dipakai sebagai standar jika suatu foto memiliki nilai Zo terkecil. Zo terkecil mengandung makna keragaman dari semua unsur visual estetika dari foto tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan nilai Zo terkecil sebesar 0,07 yang berasal dari gambar nomor 116, dengan nilai SBE 0.0. Penilaian Zo ini merupakan perhitungan hasil skoring yang dilakukan oleh responden. Gambar 18. Foto nomor 116 dengan nilai Zo terkecil, SBE 0.0 Berdasarkan hasil perhitungan visual estetika menggunakan formula SBE diperoleh sebaran nilai SBE untuk masing-masing foto, nilai terendah -41,71 nilai tertinggi 128,57. Pada tampilan visual dengan SBE tertinggi memperlihatkan kualitas sumber daya estetika yang tinggi, dimana perpaduan unsur alam dan buatan yang harmonis yaitu antara pepohonan, asritektur taman, rerumputan, jalan, perumahan, kreasi batuan dan air meskipun hampir keseluruhan struktur merupakan gambar artifisial atau buatan manusia dan bukan tumbuh secara alami, lokasi ini berada didalam kawasan perumahan yang berada dalam kawasan sekitar Tahura Ir. H. . Kondisi ini sesuai dengan pendapat Yacobs 1995 bahwa variable dan pola tata letak dan pola bangunan sangat berpengaruh terhadap kuallitas visual lanskap perkotaan Sedangkan tampilan pada nilai SBE terendah tampak didominasi oleh unsur tanah yang terbuka. Adapun sebaran nilai SBE dari 120 buah foto dapat dilihat pada Gambar 19. Foto Dengan Nilai SBE Tertinggi Foto Dengan Nilai SBE Terendah Gambar 19 Grafik sebaran nilai SBE untuk 120 buah foto Gambar 20. Foto dengan nilai SBE tertinggi dan terendah Grafik sebaran nilai SBE memperlihatkan sebaran nilai SBE untuk masing-masing foto, sebanyak 11 buah foto yang memiliki nilai SBE diatas 100. Sedangkan hanya 6 buah foto dengan nilai SBE dibawah 0. Dengan membagi tiga sebaran data, diperoleh batas nilai SBE rendah; SBE sedang dan SBE tinggi. Masing-masing nilai SBE dari foto-foto kemudian dikelompokkan menjadi 3 kelas yaitu standar nilai visual tinggi jika nilai SBE 87,11; standar nilai visual sedang jika berada diantara 29,01 dan 78,79; standar nilai visual rendah jika nilai SBE 29,01. Gambar 21. Foto dengan nilai SBE tinggi Gambar 22. Foto dengan nilai SBE sedang Gambar 23. Foto dengan nilai SBE rendah Berdasarkan kelas keindahan yang terbentuk, sebanyak 13.33 dari kawasan Tahura Juanda memiliki nilai visual rendah, 48.33 dari kawasan Tahuran Juanda memiliki nilai visual sedang dan sisanya 38.33 dari kawasan Tahura Ir. H. Juanda memiliki nilai visual tinggi. Penilaian SBE - 60 - 40 - 20 20 40 60 80 100 120 140 1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 86 91 96 101 106 111 116 Nomor Urut N il a i S B E NILAI SBE 29, 01 r endah 78, 79 t i nggi Gambar 24. Pengelompokan nilai SBE Tabel 9 Persentase Jumlah Daerah Berdasarkan Nilai SBE Daerah Jumlah Daerah Persentase Interval Rendah 16 13,33 29,01 Sedang 58 48,33 29,01 sd 78,79 Tinggi 46 38,33 78,79 Hasil pengelompokan sebaran nilai SBE diatas menunjukkan kecenderungan standar visual estetika Tahura mengarah pada kualitas sedang sampai tinggi. Foto-foto pemandangan yang memiliki nilai preferensi visual sedang sampai tinggi diwakili oleh foto pemandangan alami, semi alami dan terbangun dengan dominasi sebaran pohon-pohon besar, perbukitan dengan keragaman lanskap yang tinggi. Foto-foto pemandangan yang memiliki nilai preferensi visual tinggi diwakili oleh foto pemandangan alami dengan kondisi pohon yang masih baik dan terjaga. Adapun perpaduan unsur alami dan buatan dilengkapi dengan unsur terbangun seperti bebatuan dan pancuranaliran air yang terdapat pada perumahan mewah dalam kondisi rapi, teratur dan terawat juga memberikan nilai yang tinggi. 103 Gambar 25. Peta Keindahan Kawasan Sekitar Tahura Djuanda Foto-foto pemandangan secara alami yang cenderung seragam seperti sebaran tajuk dan pohon-pohon besar memiliki nilai preferensi visual yang sedang. Sedangkan foto-foto yang didominasi oleh kondisi areal terbuka dan terbangun yang tidak teratur dengan kondisi yang tidak baik cenderung memiliki nilai preferensi rendah. Area kawasan perumahan padat yang tidak teratur memberikan pengaruh yang rendah dalam keindahan visualnya. Kawasan sekitar Tahura didominasi dengan nilai SBE sedang sampai tinggi. Untuk nilai SBE tinggi dihasilkan dari kondisi alami dengan hutan yang kondisinya masih baik dan kawasan kontur perbukitan yang diduga memberi konstribusi terhadap keindahan. Brush, 1981 dalam penelitiannya menemukan bahwa lanskap yang mengandung relatif banyak relief seperti bukit yang curam dan pegunungan memberikan pengaruh besar terhadap keindahan kawasan. Nilai SBE sedang kebawah dipengaruhi oleh lahan terbuka dan kawasan terbangun, seperti pemukiman. Perubahan pergerakan lahan pemukiman yang mengarah ke sekitar Tahura, dimana dengan semakin tingginya konversi lahan untuk pemukiman akan mempengaruhi kondisi keindahan kawasan dan iklim mikro kawasan tersebut. Kawasan berupa lahan kosong yang ditumbuhi ilalang, tanah rusak dan ladang yangtidak terawat juga memberikan nilai preferensi visual yang rendah. Penelitian Schroeder dan Connor 1987 atas peran keberadaan pohon jalan street trees pada suatu ruas jalan di Ohio menunjukkan menunjukkan bahwa jalan yang berpohon memiliki dampak yang kuat bagi masyarakat dalam menilai kualitas keindahan jalan-jalan perumahan bahwa keberadaaan pohon pada halaman rumah yard trees dimana tidak adanya pohon di jalan akan memberikan kontribusi yang tinggi bagi kualitas visual jalan tersebut. Dijelaskan lebih lanjut bahwa penanaman pohon di sepanjang jalan harus mendapat prioritas utama dalam perencanaan perpohonan di kota selain memberikan keindahan estetika juga memberikan keuntungan ekologis lainnya. Kawasan sekitar Tahura yang berubah menjadi kawasan perumahan terutama yang kembangkan oleh pengembang untuk perumahan kelas atas dan menengah banyak menanam kembali kawasan dengan pohon-pohon dengan komposisi yang baik sehingga memberikan kualitas visual yang baik. Adapun model yang berpengaruh pada keindahan kawasan didapat dengan melakukan regresi berganda variabel-variabel berpengaruh tersebut dengan menggunakan minitab14 Lampiran 15. Model estetika kawasan Y = 79,2 – 128 X1 + 9,2 X2 + 2,6 X3 – 2,7 X4 – 267 X5 + 126 X6 + 66,9 X7 - 65,7 X8 = nyata pada taraf = 20 Hipotesis uji untuk kasus ini adalah: H : b 1 = b 2 = b 3 = b 4 = b 5 = b 6 = b 7 = b 8 = 0 H 1 : Sedikitnya ada b i ? 0 dengan i = 1, 2,..., 8 Analisis keragaman analysis of Variance digunakan untuk mengecek apakah ada pengaruh nyata antara peubah respon dengan peubah-peubah penjelasnya. Apabila hasil analisis menunjukkan Ho ditolak, maka ada pengaruh yang nyata antara peubah-peubah X 1 -X 8 dengan nilai SBE Y. Hasil Analysis of Variance ANOVA S = 21,7281 R-Sq = 59,9 R-Sqadj = 57,0 Dari output Minitab tersebut, dapat dilihat bahwa nilai F hitung untuk model ini adalah 20.70 dan nilai p bernilai 0.000. Sehingga apabila a sebesar 5 F tabel = F a df regresi, df residual error = F 0,05 8,111 = 2.204 Sehingga, dapat ditentukan nilai F hitung F tabel, sehingga kesimpulannya tolak Ho, yaitu setidaknya ada satu peubah-peubah X 1 -X 8 yang memiliki pengaruh terhadap nilai SBE Y. Sehingga model ini dapat digunakan untuk menduga nilai SBE. Source DF SS MS F P Regression 8 78163,7 9770,5 20,70 0,000 Residual Error 111 52404,1 472,1 Total 119 130567,7 Dari model regresi berganda yang dihasilkan program minitab di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai keindahan SBE Y dipengaruhi nilai konstan sebesar 79.2. dan beberapa peubah penjelas : Model yang didapat menunjukkan nilai SBE dan peubah penjelasnya - Perubahan satu satuan hard material ordered, finished ‘X1’ akan menurunkan nilai SBE sebesar 128 - Perubahan satu satuan hard material unstructurred ‘X2’ akan meningkatkan nilai SBE sebesar 9.2 - Perubahan satu satuan covered land trees ‘X3’ akan meningkatkan nilai SBE sebesar 2.6 - Perubahan satu satuan covered land bushes, ground cover,etc ‘X4’ akan menurunkan nilai SBE sebesar 2.7 - Perubahan satu satuan abandoned land tanah bera ‘X5’ akan menurunkan nilai SBE sebesar 267 - Perubahan satu satuan paved landpath path, steping stone, dll ‘X6’ akan meningkatkan nilai SBE sebesar 126 - Perubahan satu satuan water cover water font ‘X7’ akan meningkatkan nilai SBE sebesar 66.9 - Perubahan satu satuan void akan menurunkan nilai SBE sebesar 65.7 Dengan toleransi nilai p sebesar 20 hal ini dipakai karena persepsi responden yang sangat beragam sehingga ketelitiannya tidak perlu tinggi, maka dari keseluruh peubah yang diuji, faktor yang berpengaruh terhadap nilai kualitas estetika visual adalah variabel X1, X5 dan X6. Dari model tersebut diatas dapat diamati bahwa hard material ordered, finished ‘X1’, abandoned land tanah bera ‘X5’ dan paved landpath path, steping stone, dll ‘X6’ merupakan peubah penentu nilai SBE kawasan sekitar Tahura. Kondisi ini berkaitan dengan kondisi lanskap dan penataan ruang di kawasan penelitian tersebut. Variabel hard material ordered, finished ‘X1’ berpengaruh dalam nilai kualitas visual di kawasan sekitar Tahura utamanya didominasi oleh kawasan perumahan terutama yang berkepadatan tinggi. Kerapatan bangunan dan komposisi yang tidak teratur berpengaruh pada keindahan visual kawasan ini. Hal ini terjadi karena banyak pembangunan perumahan yang dilakukan oleh individu dengan tidak memperhatikan tata ruang yang ada. Sehingga masing-masing mendirikan pemukiman secara terpisah-pisah, tidak terpadu dan terencana dengan baik. VarIabel lain yang berpengaruh adalah X5 abandoned land, yang merupakan lahan yang tidak terurus dan belum terbangun. Disekitar kawasan ini banyak lahan yang dimilikii oleh orang kota dan dibiarkan saja dalam bentuk ladang atau kebun dengan tanaman semak. Sehingga banyaknya tanah yang tidak terurus ini memberikan kualitas visual yang rendah bagi kawasan. Keberadaan variabel jalan setapak yang baik dengan proporsi yang rendah serta berinteraksi baik dengan pohon sekitarnya memberikan nilai SBE menjadi tinggi. Dengan kombinasi yang baik antara unsur alami dan unsur buatan dapat memberikan kualitas visual yang baik pada foto pemandangan kawasan. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Iverson, et al 1993 menyatakan bahwa tingkat kualitas estetika suatu wilayah sangat bergantung pada variasi elemen-elemen pembentuk lanskap dan keutuhan serta harmonisasi antara lanskap alami dan buatan. Berdasarkan kesesuaian yang diperoleh terlihat bahwa di sepanjang beberapa sisi jalan lokal dan jalan setapak mempunyai pemandangan keindahan yang cukup baik. Komposisi struktur lanskap alami akan memberikan nilai spiritual dan emosional tersendiri pada setiap manusia untuk mendapatkan pengalaman yang baru Higuchi, 1983. Lingkungan alami dengan kualitas pemandangan yang baik dan adanya jalan setapak sebagai aksesibilitas dapat memberikan nilai pengalaman selama perjalanan. 108 Gambar 26. Peta Keindahan dan Kelas Ketinggian Kawasan Sekitar Tahura Djuanda Kusumoarto 2006 menyatakan bahwa penilaian kesesuaian lahan berdasarkan potensi sumberdaya estetika visual, menghasilkan kawasan- kawasan yang sangat sesuai, sesuai dan tidak sesuai untuk pengembangan aktivitas rekreasi. Berdasarkan penilaian pakar, subkriteria kualitas estetika visual lanskap mempunyai nilai pembobot yang sangat penting dipertimbangkan untuk mendukung pengembangan aktivitas rekreasi dibandingkan lainnya. Subkriteria tutupan dan penggunaan lahan, sarana aksesibilitas dan Iingkup wilayah pengembangan merupakan subkriteria yang lebih penting. Keberadaan kawasan semi alamiah, lahan terbangun, lahan yang terbengkalai tidak digunakan, lahan yang timbul semak belukar akibat pembukaan lahan mengakibatkan banyak tersebar kawasan yang sesuai. Tidak adanya jalan lokal dan jalan setapak yang dapat mencapai kawasan yang mempunyai keindahan sangat baik mengakibatkan kawasan-kawasan tersebut juga berada pada kawasan yang sesuai. Beberapa hal yang mempengaruhi kawasan yang sesuai untuk pengembangan aktivitas rekreasi adalah kondisi dan keberadaan lahan-Iahan sawah irigasi dengan luasan yang cukup besar dan mendominasi serta kebun-kebun yang melatarbelakangi sawah-sawah irigasi tersebut. Keberadaan kawasan ini didukung oleh komposisi elemen pembentuk ruang terbuka hijau namun telah ada campur tangan manusia serta adanya jalan lokal dan jalan setapak yang dapat mencapai dan melalui kawasan-kawasan tersebut dengan baik. Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah mempertahankan keberadaan ruang terbuka hijau, perlindungan sempadan jalan, serta sisi sepanjang jalan .yang memberikan nuansa, karakter dan ciri khas kawasan hutan. Dari gambar yang sama juga tampak bahwa preferensi terhadap kualitas penutupan lahan terutama terhadap kontras tinggi dan kompabilitas tataguna lahan kedua kelompok masyarakat ini tidak sama. Namun tampak bahwa preferensi terhadap gambar kealamian dan kualitas internal meningkat dengan semakin alamiah dan semak koheren seuatu pemandangan. Diperkirakan karakter-karakter kontras tinggi dan kompabilitas relative sulit diindera atau dipersepsi. Pengamatan secara sepintas menunjukkan bahwa responden terlibat memasukan kepentingannya dalam memilih kesukaan. Terhadap gambar kompabilitas tataguna lahan responden cenderung mengandaikan dirinya berkepentingan untuk menetap atau berada dalam suatu tapak sebagaimana disajikan oleh foto. Studi yang dilakukan oleh Daniel, Brown, King, Richard dan Steward 1989, melakukan studi mengenai keindahan kawasan hutan Ponderosa dengan metoda SBE dan willingness to pay oleh para pecinta alam menunjukkan bahwa terdapat kesamaan antara mean SBE dengan mean adisional wtp CV. Kondisi ini menunjukkan bahwa responden scenic beauty dan CV sensitif terhadap perubahan atas karakteristik hutan. Dengan kata lain karakteristik hutan mempengaruhi perceived scenic beauty juga mempengaruhi perceived value dari perkemahan. Daniel dan Boster 1976 menggunakan metoda SBE untuk membandingkan penilaian lapangan dengan menggunakan penilaian berdasarkan slide berwarna yang mewakili kondisi lanskap. Menilai keindahan dengan keputusan visual dari sekelompok pengamat dan ditanya mengenai kepurtusan mereka atas beberapa tingkatan kualitas lanskap berbeda. Elwood Shafer, 1969, mengembangkan pendekatan untuk mengukur preferensi lanskap dengan mengukur luas area variable pada foto. Shafer mengukur varibel dari foto seperti langit, vegetasi didepan, pada jarak menengah dan jauh, non vegetasi seperti tanah terbuka, gunung, salju, lapangan rumput; arus air, air terjun dan danau. Munandar 1990 meneliti preferensi masyarakat dengan nilai sumberdaya pemandangan. Hasil pengujian korelasi menunjukkan adanya hubungan yang positif antara pangkat urutan kontras relief, bentuk ruang, kealamiahan dan variasi internal suatu lanskap dengan pangkat orde preferensi, yang menggambarkan potensi pemandangan, oleh perencana maupun masyarakat umum. Besarnya koefisien korelasi Kendal keempat hubungan tersebut berturut-turut yaitu 0.54 dan 0.222, 0.408 dan 0.194, 0.312 dan 0.234 serta 0.584 dan 0.349. Terhadap beberapa karakter lanskap yang lain yaitu lereng dan kontras tinggi vegetasi, hubungan linear tersebut tidak konsisten antara perencana dan masyarakat umum. Oleh karena itu untuk keperluan praktikan karakter kemiringan lereng dan kompabilitas tataguna lahan tidak dapat digunakan untuk meramalkan potensi pemandangan, karena tidak ada hubungan linear antara pangkat kedua karakter ini dengan preferensi perencana maupun masyrakat umum. Lebih lanjut dijelaskan secara praktikal informasi geografi atau lanskap kontras relief dan pelambahan yang mewakili bentuk lahan serta kelamiahan dan variasi internal yang mewakili penutupan lahan tataguna lahan, sebagaimana criteria peta sumberdaya pemandangan. Ini akan berguna terutama untuk proteksi pencegahan perambahan pengembangan kota menuju wilayah berpotensi pemandangan alami yang baik, disamping tujuan pengelolaan lainnya. Dengan demikian warga kota atau warga luar kota selain secara visual dapat manikmati pemandangan, secara mental menikmati kekompleksan dan misteri alam sebagaimana dipostulatkan Brown et al. 1986 dan Kaplan 1984. Pembangunan fisik kearah wilayah berpotensi pemandangan alami baik perlu dicegah. Semakin kontras suatu relief, semakin dalam suatu cekunganperlembahan semakin alami suatu tataguna lahan dan semakin kaya variasi atau semakin tinggi koherensi suatu pola pemandangan maka pemandangan tertentu semakin indah baik menurut konsepsi perencana maupun masyarakat awam. Oleh karena itu selanjutnya dikaji hubungan faktor ini dengan berbagai tingkat sosial ekonomi masyarakat. Hasil penelitian terhadap sebagian 50 orang yang dipilih secara acak masyrakat umum menunjukkan bahwa tidak ada hubungan anatara latar belakang sosial ekonomi dengan penilaian keindahan kotras relief, ruang, kealamiahan dan kekayaan variasi internal. Secara teori Porteous 1977 bahwa persepsi dan tingkah laku behaviour terhadap alam fenomenal alam nyata dipengaruhi oleh alam personal dan kontekstual siklus hidup, status sosial dan gaya hidup mendukung pernyataan ini Lanskap yang semakin kontras reliefnya, semakin dalam cekungan pelembahan lainnya, semakin alamiah tataguna lahannya dan semakin kaya variasi internalnya atau semakin kohren pola pemandangannya semakin tinggi. Secara tidak langsung lanskap demikian disepakati oleh kedua kelompok masyarakat mempunyai nilai sumberdaya pemandangan yang semakin tinggi. Kawasan-kawasan yang tidak sesuai secara umum juga dipengaruhi oleh pemandangan lahan-Iahan yang kering akibat adanya kegiatan pembukaan lahan dan penebangan pohon secara liar serta keberadaan ruang-ruang terbangun. Berdasarkan persepsi yang diperoleh lokasi-Iokasi ini mempunyai komposisi keindahan yang kurang baik akibat sudah tidak alaminya lokasi tersebut. Penurunan kualitas visual akibat pembukaan lahan, eksploitasi terhadap habitat alami, dan pembangunan struktur bangunan merupakan kendala dalam pengembangan kawasan permukiman. Upaya yang dapat dilakukan adalah penghijauan kembali pada kawasan alami dan semi alami serta meniadakan penghalang struktur yang menutupi pemandangan yang indah untuk mendukung keberadaan dan keberlanjutan nilai kualitas estetika visual lanskap secara berkesinambungan. Upaya ini juga bermanfaat untuk mengatasi kerusakan ekosistem lebih lanjut.

6.4 Kesimpulan