Nilai keberadaan merupakan nilai yang bukan dihasilkan dari institusi pasar dan tidak ada kaitannya secara langsung maupun tidak langsung.
Pada prinsinya metode penilaian sumberdaya hutan dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu bedasarkan harga pasar dan kesediaan untuk
membayar WTP Davis dan Johson, 1987. Kesediaan untuk membayar merupakan konsep yang mendasari berbagai alternatif teknik penilaian ekonomi
Pearce, 1993; Munasinghe, 1993; Hufschmidt et al. 1983. Dalam kondisi pasar tidak mengalami penyimpangan, WTP akan sama dengan harga pasar. Namun
pada saat mekanisme pasar tidak bekerja secara sempurna atau terjadi distorsi, maka harga pasar tidak akan dapat memberikan perkiraan yang akurat mengenai
WTP. Saat ini telah dikembangkan berbagai teknik dan metode evaluasi serta
perhitungan nilai ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan pada saat pasar tidak sempurna. Pertama, teori penilaian yang didasarkan pada harga pasar atau
produktivitas seperti perubaahan nilai produk dan hilangnya penghasilan. Kedua, teknik penilaian yang berdasaakan pada penggunaan sepertinya biaya
penggantian, biaya produk bayangan analisis biaya pengeluaran dan biaya pencegahan. Ketiga, penilaian dengan pendekatan survey yaitu dengan
menanyakan besarnya WTP konsumen terhadap barang dan jasa lingkungan dengan menggunakan pasar hipotesis.
Menurut Dixon dan Sherman 1990 menyatakan beberapa teknik atau metode penilaian ekonomi yang dapat diaplikasikan untuk menilai suatu kawasan
konservasi yaitu berdasarkan pasar market-based techniques, berdasarkan biaya cost-based techniques, biaya perjalanan travel cost dan contingent
valuation method.
2.6. Analisis Kebijakan
Kebijakan merupakan arah tindakan yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah. Analisis kebijakan pada
dasarnya mencakup tiga hal utama, yaitu bagaimana merumuskan kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan Dwijowijoto, 2003. Setiap
kebijakan dirumuskan untuk tujuan tertentu yaitu mengatur sistem yang sedang berjalan untuk mencapai tujuan visi dan misi bersama yang telah disepakati.
Dengan demikian, analisis kebijakan adalah tindakan yang diperlukan untuk
dibuatnya sebuah kebijakan, baik kebijakan yang baru sama sekali atau kebijakan yang baru sebagai konsekuensi dari kebijakan yang ada.
Analisis kebijakan merupakan suatu keharusan bagi perumus kebijakan, namun tidak terlalu ditekankan pada implementasi kebijakan. Pada implementasi
kebijakan biasanya dilakukan evaluasi. Namun demikian, evaluasi kebijakan merupakan bagian dari analisis kebijakan yang lebih berkenaan dengan prosedur
dan manfaat dari kebijakan. Meski analisis kebijakan lebih fokus pada perumusan, pada prinsipnya setiap analisis kebijakan pasti mencakup evaluasi
kebijakan karena analisis kebijakan menjangkau sejak awal proses kebijakan, yaitu menemukan isu kebijakan, menganalisis faktor pendukung kebijakan,
implementasi, evaluasi, dan kondisi lingkungan kebijakan. Metodologi analisis kebijakan merupakan perpaduan elemen-elemen dari
berbagai disiplin seperti ilmu politik, sosiologi, psikologi, ekonomi, ilmu terapan lain dan ilmu lingkungan. Analisis kebijakan bersifat deskriptif, valuatif dan dapat
pula bersifat normatif Dunn, 1999. Analisis kebijakan pada dasarnya adalah menemukan langkah strategis untuk mempengaruhi sistem. Ada dua pilihan
skenario yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi kinerja sistem yaitu: 1 kebijakan fungsional, skenario dengan tindakan yang mempengaruhi fungsi dari
unsur sistem tanpa mengubah sistem; dan 2 kebijakan struktural, skenario dengan tindakan yang akan menghasilkan sistem yang berbeda Muhammadi et
al., 2001. Tujuan dari analisis kebijakan adalah menganalisis dan mencari alternatif
kebijakan yang dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan bagi penentu kebijakan. Analisis kebijakan adalah ilmu yang menghasilkan informasi
yang relevan dengan kebijakan publik. Produk analisis kebijakan adalah nasehat
sehingga seorang analis kebijakan hanyalah penasehat kebijakan bukan penentu
kebijakan. Oleh karena itu, analis kebijakan memerlukan hal-hal sebagai berikut: 1 harus tahu cara mengumpulkan, mengorganisasikan dan
mengkomunikasikan informasi dalam situasi yang memiliki keterbatasan waktu dan akses; 2 membutuhkan perspektif untuk melihat masalah-masalah sosial
yang dihadapi dalam konteksnya; 3 membutuhkan kemampuan teknik agar dapat memprediksi kebijakan yang diperlukan di masa yang akan datang dan
mengevaluasi alternatif kebijakan dengan lebih baik; 4 mengerti institusi dan implementasi dari masalah yang diamati untuk dapat meramalkan akibat dari
kebijakan yang dipilih, sehingga dapat menyusun fakta dan argumentasi secara lebih efektif; dan 5 harus mempunyai etika Suharto, 2005.
Muhammadi et al. 2001 menyatakan bahwa analisis kebijakan adalah pekerjaan intelektual memilah dan mengelompokkan upaya yang strategis dalam
mempengaruhi sistem mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam sistem dinamis untuk menyederhanakan sistem dalam analisis kebijakan digunakan simulasi
model. Ada dua tahap simulasi model untuk analisis kebijakan yaitu: 1 pengembangan kebijakan alternatif, yaitu suatu proses berpikir kreatif untuk
menciptakan ide-ide baru tentang tindakan yang diperlukan dalam rangka mempengaruhi sistem untuk mencapai tujuan, baik dengan cara merubah model
maupun tanpa merubah model; dan 2 analisis kebijakan alternatif, suatu upaya untuk menentukan alternatif kebijakan yang terbaik dengan mempertimbangkan
perubahan sistem serta perubahan lingkungan ke depan. Analytical Hierarchy Process AHP ditujukan untuk membuat suatu
model permasalahan yang tidak mempunyai struktur, biasanya ditetapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang terukur, masalah yang memerlukan
pendapat judgement maupun pada situasi yang kompleks atau tidak terkerangka, pada situasi dimana data, informasi statistik sangat minim atau tidak
sama sekali dan hanya bersifat kualitatif yang didasari oleh persepsi, pengalaman atau intuisi. AHP ini juga banyak digunakan pada pengambilan
keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya, dan penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki pemain dalam situasi
konflik Saaty, 1993. AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan
dengan pendekatan sistem, dimana pengambil keputusan berusaha memahami suatu kondisi sistem dan membantu melakukan prediksi dalam mengambil
keputusan Saaty, 1993. Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif. Peralatan utama AHP adalah sebuah hirarki fungsional
dengan input utamanya adalah persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok-kelompoknya,
kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki. Penggunaan AHP dimaksudkan untuk proses penelusuran permasalahan
untuk membantu pengambilan keputusan memilih strategi terbaik dengan cara: 1 mengamati dan meneliti ulang tujuan dan alternatif strategi atau cara
bertindak untuk mencapai tujuan, dalam hal ini kebijakan yang baik, 2
membandingkan secara kuantitatif dari segi biayaekonomis, manfaat dan resiko dari tiap alternatif, 3 memilih alternatif terbaik untuk diimplementasikan, dan 4
membuat strategi secara optimal, dengan cara menentukan prioritas kegiatan Saaty, 1993.
Kelebihan AHP dibandingkan dengan yang lainnya adalah: 1 struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada sub-
sub kriteria yang paling dalam, 2 memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para
pengambil keputusan, dan 3 memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan. Selain itu, AHP mempunyai kemampuan
untuk memecahkan masalah yang multi-obyek dan multi-kriteria yang berdasar pada pertimbangan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki. Jadi, model ini
merupakan suatu model pengambilan keputusan yang komprehensif. Model ini memerlukan konsekuensi pendapat dari stakeholder untuk
memberikan dukungan kebijakannya, sebagai salah satu bentuk akuntabilitas dalam kebijakan publik. Untuk itu akan lebih optimal survei aspirasinya bila
dilakukan pada para pakar, tokoh organisasi LSM atau organisasi profesi yang terkait dalam pengembangan kawasan dan lingkungan hidup seperti Walhi, IAP,
WWF dan atau pejabat tertentu yang terkait dengan obyek penelitian prominent person. Dalam konteks ini pemberian peran pada masyarakat non-pemerintah
terkait untuk memberikan bobot pemilihan prioritas kebijakan dapat diakomodasikan.
Dalam survei stakeholder tidaklah berarti dapat menampung seluruh komponen masyarakat. Karena sifatnya pemilihan kebijakan strategis maka
hanya masyarakat terpilih yang mewakilinya representatif. Oleh karena itu, kalau mungkin dikatakan kelemahannya adalah tidak bisa optimal digunakan
untuk menjaring pendapat dari seluruh komponen masyarakat, karena akan terlalu bias terhadap variabelkriteria yang telah diuji diduga sebelumnya.
2.7. Hasil-hasil Penelitian Yang Relevan