Persepsi Masyarakat tentang DPL

74 Penataan wilayah perairan Desa Bontolebang telah dibagi kedalam beberapa kawasan dimana sebelah timur dan utara desa diperuntukan sebagai jalur lalu lintas dan area budidaya keramba jaring apung. Sebelah barat Boko jarang, Taka’ ambaho dan taka’ hello diperuntukan sebagai area penangkapan tradisional dan budidaya keramba tancap, sementara taka’ ujung lola adalah area dimana DPL berada yang dibagi kedalam zona inti dan zona penyangga Gambar 4. Rancangan perdes memuat koordinat batasan wilayah DPL. Pada prinsipnya batasan ini merupakan area dimana terumbu karang ditemukan, kemudian lokasi DPL ini ditetapkan dan dibagi kedalam dua zona yaitu zona inti dan zona penyangga. Meskipun secara geografis batasan-batasan DPL telah ditetapkan, namun saat penelitian dilakukan tidak terdapat tanda batas area dan papan pengumuman. Hal ini menimbulkan ketidakjelasan batasan area DPL yang menjadi kawasan terlindung dari aktifitas penangkapan. Nelayan atau masyarakat Desa Bontolebang hanya mengetahui batasan tersebut berdasarkan pengetahuan lokal local knowledge dimana area berada yaitu area terumbu karang yang dikenal dengan taka’ ujung lola. Untuk nelayan yang berasal dari luar desa sangat sulit mengetahui keberadaan DPL di area tersebut sehingga besar kemungkinan terjadi konflik.

5.7.2 Kesesuaian Aturan dengan Kondisi Lokal

Agar pengelolaan DPL berbasis masyarakat dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif maka keberadaan DPL perlu ditunjang dengan sebuah aturan hukum yang memiliki kekuatan hukum kuat di tingkat desa. Keberhasilan pengelolaan suatu kawasan DPL sangat tergantung pada aturan-aturan yang dibuat dan ditetapkan berdasarkan kesepakatan masyarakat. Perdes tentang DPL merupakan sebuah peraturan perundang-undangan formal yang memiliki kekuatan hukum terkuat di tingkat desa. Perdes ini harus mengikat masyarakat di dalam dan luar desa, sehingga masyarakat, pemerintah desa, dan pokmas konservasi yang mengelola DPL mempunyai kekuatan atau dasar hukum untuk melarang atau menindak pelaku pelanggaran. Aturan tersebut merujuk kepada ketetapan berupa larangan, perijinan, atau kegiatan yang diperbolehkan yang berhubungan dengan hak Ostrom 1990. Dalam pengelolaan sumberdaya aturan mencakup kapan, dimana, bagaimana, dan 75 siapa yang boleh menangkap Satria 2009. Dalam pengelolaan terumbu karang di Desa Bontolebang, beberapa aturan secara tertulis telah ada dalam rancangan peraturan desa. Aturan-aturan tersebut antara lain: 1 Setiap penduduk desa wajib menjaga, mengawasi dan memelihara kelestarian DPL. 2 Setiap penduduk desa danatau kelompok mempunyai hak dan bertanggung jawab untuk berpartisipasi dalam DPL. 3 Dapat melewatimelintasi zona inti selama tidak melakukan aktifitas penangkapan. 4 Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam DPL adalah kegiatan orang perorang danatau kelompok, berupa penelitian, pendidikan dan wisata, dengan terlebih dahulu melapor dan memperoleh ijin dari pengelola. 5 Setiap orang peroranganbadan hukum yang akan melakukan kegiatan penelitian, pendidikan dan wisata bahari wajib membayar retribusi yang akan ditentukan kemudian oleh pengelola. Segala bentuk kegiatan yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dilarang dilakukan di DPL, kecuali kegiatan tertentu yang disepakati masyarakat desa. Kegiatan yang tidak boleh dilakukan atau dilarang dalam zona DPL antara lain: 1 Memancingmenangkap ikan dengan segala jenis alat tangkap, 2 mengambil biota laut, tumbuhan dan karang yang hidup atau yang mati, 3 menggunakan lampu didalam DPL pada malam hari dengan maksud menarik ikan, 4 melakukan budidaya rumput laut, ikan karang dan ikan lainnya di dalam DPL, 5 menempatkan bagan, membuang jangkar, sampah, melakukan penambangan di dalam DPL, 5 menangkap atau mengambil ikan dengan menggunakan bahan peledakbom, segala jenis racun kimia, jenis racun tradisional dan peralatan listrikaccu, serta 6 berenang atau melakukan penyelaman tanpa ijin. Hak dan kewajiban serta larangan yang ada di dalam rancangan perdes bersifat lokal dan sesuai dengan kondisi masyarakat. Setiap aturan yang dibuat dikondisikan dengan keberadaan dan karakteristik masyarakat Desa Bontolebang. Hanya saja aturan tidak mencerminkan kepentingan dan prioritas individu masyarakat Desa Bontolebang. Aturan yang seharusnya mengakomodasi aspirasi