Sanksi Karakteristik Lembaga Pengelola DPL

lem i. se 88 6 11 8 6 Pemerintah Desa BPD Kelompok PengelolaNelayyan 69 Tokoh Masyarakkat, Imam Desa, Swasta LembagaInstituusi Pemerintah Daerrah Gambar 21 Persenntase responnden pemanggku kepentinngan stakehholder di Bontoolebang. Desa

5.9 Strategi Kebijakan Penngelolaan DPL

Berdasarkan indikator-iindikator keeberhasilan yang dikemmukakan Osstrom diatas, peran mbaga pengeelola terumbbu karang di Desa Bonntolebang masih relatiff lemah kareena masih adanya resisttensi dari beeberapa massyarakatnelaayan. Masyaarakat yang sejak awal tidak sepenuuhnya dilibatkan dalam perencanaan dan prosess pembentukkan DPL meenjadi semakkin tidak pedduli dengan aturan meskkipun merekka tidak mennyatakannyaa dengan terrang terangaan. Aturan yyang dibuat tidak sepenuuhnya diteggakkan karrena lemahhnya pengaawasan. Hal inilah yang melemmahkan legittimasi atau pengakuan dari masyarrakat sendir secara intternal akan keberadaan lembaga ini Padahal menurut Nieelsen 2003 pengakuan oleh nelayaan ini penting sebagai peenerimaan mereka terhaddap aturan yaang ada. Agar sebuah aturan huukum Perddes memperroleh legitimmasi dan ditaati penegaakannya baaik oleh pihhak-pihak yyang diatur maupun pihak-pihak yang mengaatur, maka aturan hukuum tersebutt hendaknyaa merupakann formulasii dan reflekssi dari keseppakatan yangg dibuat secaara bersama--sama oleh ppihak-pihak yang diatur maupun pihhak yang mengatur. Deengan demikkian, mau tidak mau ebuah aturan hukum yanng baru henndaknya dibuuat secara bersama-sam antara selluruh pemanngku kepentiingan terkaiit, dalam suaatu proses yang bersifat transparan atau terbukka. Jentof 1989 in Satrria et al. 2006 mengeemukakan faaktor-faktor yang memppengaruhi leggitimasi antaara lain: a isi dari aturran, b efekk pendistribuusian, c pemmbuatan atuuran, dan d implementaasi dari aturaan. FFaktor lainn yang meenyebabkan lemahnya legitimasi lembagaaturan pengellolan DPL di Desa Bonntolebang dalah faktor yang disebaabkan oleh pihak 89 luar. Inisiasi pembentukan DPL bersifat top down dimana keberadaannya merupakan bagian dari program pemerintah dalam mengelola terumbu karang di daerah. Meskipun demikian pemerintah telah menjalankan fungsinya sebagai fasilitator dalam pengelolaan dengan melibatkan seluruh komponenpemangku kepentingan yang ada di daerah. Sehingga aspek desentralisasi pengelolaan sedikit banyak dipraktekkan sebagai jaminan keberlanjutan program. Hal ini perlu keseriusan dukungan pemerintah daerah dalam pengelolaan dan pasca pengelolaan. Menurut Nikijuluw 2002, penentuan keberhasilan atau kegagalan pengelolaan sumberdaya pesisir berbasis masyarakat di suatu tempat tidak dengan otomatis dapat diterapkan di tempat lain. Kemungkinan kesamaan kondisi sumberdaya alam di dua daerah yang sama persis, namum kerena masyarakatnya berbeda maka pengelolaan sumberdaya pesisir berbasis masyarakat akan berbeda pula. Sehingga keberhasilan DPL-BM di suatu daerah tidak dapat langsung di terapkan di daerah lain, perbedaan kondisi ekologi, ekonomi dan sosial budaya dimasing-masing daerah mempengaruhi strategi kebijakan yang akan diterapkan. Sementara itu berdasarkan pengamatan kondisi ekologi di lokasi penelitian terdapat peningkatan persen tutupan karang hidup sejak penetapan DPL tahun 2007 sampai 2010. Beberapa arahan strategi kebijakan yang didasarkan pada strategi pengelolaan kawasan konservasi terumbu karang bidang ekologi adalah sebagai berikut: a Mereview penentuan zonasi kawasan di DPL dan pembuatan tanda batas serta papan pemberitahuan yang yang jelas. b Melakukan monitoring kondisi terumbu karang setiap tahun sebagai basis data ilmiah kondisi ekologi perairan. c Melakukan pengawasan secara rutin terhadap penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti: bom dan potassium. Adapun arahan stategi kebijakan dibidang ekonomi ditekankan pada keinginan untuk memberikan penyadaran tentang tujuan dan manfaat DPL bagi masyarakat secara berkelanjutan. Beberapa strategi yang dapat di rumuskan adalah sebagai berikut : 90 a Memberikan pengertian kepada masyarakat dan pengusaha maupun pemerintah daerah tentang pentingnya fungsi dan manfaat DPL dalam menyokong perekonomian dan besarnya nilai ekonomi terumbu karang yang dihasilkan. b Memberikan bimbingan teknis dan manajemen usaha dan permodalan serta meningkatkan peluang berusaha kepada nelayan melalui program kemitraan antara pemerintah, swasta dan stakeholder lainnya. Strategi ini dimaksudkan agar masyarakat tidak menggantungkan hidupnya secara langsung pada ekosistem dan sumberdaya terumbu karang. c Memberikan alternatif dan insentif untuk menghindari tindakan merusak akibat pelarangan aktivitas masyarakat nelayan pada DPL dengan cara mengembangkan mata pencaharian alternatif. d Membuka peluang pasar yang lebih, yang dapat di akses oleh nelayan tanpa bergantung dengan pengumpul atau juragan. Sementara itu arahan kebijakan bagi masing-masing stakeholder lebih ditekankan pada upaya peningkatan peran serta stakeholder, upaya peningkatan kapasitas pengelola dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang serta upaya penegakan hukum sebagai bagian dari implementasi aturan yang telah ditetapkan. Beberapa arahan tersebut antara lain: 1. Pemerintah Desa : a Menampung masukan dari masyarakat nelayan untuk dilanjutkan kepada pemerintah kabupaten b Melakukan fasilitasi dan koordinasi di tingkat desa untuk mengoptimalkan pengelolaan DPL c Pelaksanaan dan pengawasan dalam program pengelolaan terumbu karang 2. Badan Perwakilan Desa BPD a Mendorong peran serta masyaarakat dalam keterlibatan pengelolaan terumbu karang b Menfasilitasi dan koordinasi aspirasi masyarakat kepada pemerintah desa c Membantu melaksanakan program dilapangan 3. Kelompok Pengelola