20 Sedangkan pelembangaan dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilewati oleh
sesuatu norma atau aturan itu untuk dikenal, diakui, dihargai, dan kemudian ditaati oleh masyarakat.
Lembaga tumbuh dari kebiasaan yang menjadi adat istiadat yang kemudian berkembang menjadi tata kelakuan dan bertambah matang apabila telah diadakan
penjabaran terhadap aturan dan perbuatan. Untuk menjalankan aturan dan perbuatan tersebut terbentuklah struktur yakni sarana atau struktur peranan.
Dengan demikian maka, lembaga merupakan konstelasi dari perangkat kaidah- kaidah yang mengacu pada organisasi baik abstrak maupun kongkrit. Lembaga
yang mengacu pada organisasi abstrak adalah lembaga yang diakui dan diterima oleh masyarakat, namun tidak mempunyai juridiksi hukum, contohnya lembaga-
lembaga adat. Sedangkan lembaga yang mengacu pada organisasi yang kongkrit adalah lembaga yang diakui secara formal dan mempunyai juridiksi hukum,
contohnya lembaga-lembaga pemerintahSoekanto 1997.
2.7.2 Ruang Lingkup Kelembagaan
Beberapa indikator
kinerja lembaga pengelola
sumberdaya telah
dikemukakan oleh Ostrom 1990. Indikator tersebut adalah: a. Kejelasan batasan wilayah.
Batas wilayah dirumuskan secara jelas sehingga setiap orang mudah mengidentifikasi dan mengenalnya.
b. Kesesuaian antara aturan-aturan dengan kondisi lokal. Memiliki aturan-aturan
yang tepat untuk kepentingan
kelestarian sumberdaya, perlindungan ekonomi lokal, serta penguatan sistem sosial dan
aturan-aturan tersebut mudah ditegakkan dan diawasi. c. Aturan disusun dan dikelola oleh pengguna sumberdaya.
Masyarakat mampu membuat aturan yang didasarkan atas pertimbangan saintifik, pengetahuan lokal, maupun kearifan lokal melalui mekanisme
lembaga lokal. Adanya kelembagaan lokal yang berfungsi mengatur mekanisme pengelolaan, membuat aturan, merevisi aturan, serta mekanisme
pengambilan keputusan. d. Pelaksana pengawasan dihormati masyarakat.
21 Masyarakat memiliki instrumen dan mekanisme sendiri dengan para pelaku
pengawasan yang mendapat legitimasi masyarakat. e. Berlakunya sanksi.
Ukuran keberhasilan suatu aturan adalah tegaknya sanksi bagi para pelanggarnya, baik sanksi sosial, sanksi administratif, maupun sanksi
ekonomi. f. Mekanisme penyelesaian konflik.
Masyarakat memiliki mekanisme alternatif dalam penyelesaian konflik di luar mekanisme formal.
g. Kuatnya pengakuan dari pemerintah. Pengakuan dari pemerintah dapat berbantuk undang-undang, peraturan
pemerintah, atau peraturan daerah. h. Adanya ikatan atau jaringan dengan lembaga luar.
Jaringan dengan dunia luar yang dimaksud adalah baik jaringan antar komunitas bridging social capital maupun di luar komunitas seperti
perguruan tinggi, LSM, maupun swasta linking social capital.
6° 4
6° 4
6° 6
6° 6
6° 8
6° 8
6° 10
6° 10
6° 12
6° 12
6° 00
6° 00
6° 20
6° 20
6° 14
6° 14
3. METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Pulau Pasi, tepatnya di Desa Bontolebang, Kecamatan Bontoharu, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan dengan
fokus pada proses pembentukan DPL serta menganalisis lembaga pengelola yang ada. Untuk mendapatkan data pendukung, penelitian juga dilakukan melalui
koordinasi dengan Coremap II Selayar, dinas kelautan dan perikanan serta Pemerintah daerah dan dinas-dinas terkait yang ada di Kabupaten Kepulauan
Selayar.
120°22 120°24
120°26 120°28
120°30
Tg. Gosong Benteng
P. Pasi4 P. Selayar
Kahu-Kahu Dongkalang
120°20
120°20 120°40
120°40
120°22 120°24
120°26 120°28
120°30 Peta Lokasi Penelitian
Pulau Pasi Kab. Selayar
N Keterangan:
Garis Pantai
Kedalaman m: 0- 5
Penutupan LahanTipe Substrat: Karang Campur Pasir
W E
Sungai
5 - 10 Kebun
S
Skala 1:125.000
Daratan Selayar DPL
10 - 20 20 - 30
30 - 50 50 - 100
Lamun Campur Pasir Mangrove
Pasir Pemukiman
1 2 Km
100 TegalLadang
Terumbu Karang
Gambar 2 Peta lokasi penelitian.
24 Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja purposive dengan
pertimbangan, Desa Bontolebang merupakan salah satu lokasi kegiatan Coremap II Kabupaten Kepulauan Selayar; serta adanya DPL yang dibentuk oleh program
Coremap II dan masyarakat. Penelitian lapangan dilaksanakan pada Juni 2010.
3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif korelasional, yakni berusaha untuk menggambarkan atau mendeskripsikan secara tepat mengenai fakta-fakta serta
hubungan atau fenomena yang diteliti Nazir 1983. Melalui pendekatan ini diharapkan untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif dan mendalam
tentang obyek yang diteliti. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survey,
yaitu pengamatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data dari sejumlah variable pada suatu kelompok melalui wawancara langsung dan berpedoman pada
daftar pertanyaan yang disediakan Singarimbun 1989. Untuk mendapatkan informasi atau data, pada penelitian kualitatif
memerlukan serangkaian pertanyaan terbuka open-ended question untuk memperoleh sumber proses dari setiap kemungkinan jawaban yang tidak terbatas
dan mengantisipasi jawaban-jawaban yang bersifat tertutup Bunce et al. 2000. Pada pertanyaan terbuka atau disebut juga wawancara semi-terstruktur,
pertanyaan tidak dibatasi; setiap responden dapat memberikan jawaban berbeda atau juga sama, meski dengan urutan berbeda Fontana and Frey 2005.
Wawancara dilakukan dengan peroranganindividu atau kelompok.
Wawancara secara individu dilakukan untuk memperoleh informasi mendalam dari informan kunci atau orang yang terlibat dalam topik kajian penelitian.
Wawancara dengan informan kunci ditetapkan untuk mengetahui isu atau topik secara komprehensif; dinamakan wawancara mendalam in-depth interview.
Sementara pada wawancara kelompok, kelompok yang sejenis ditanya seputar keterangan atau fakta-fakta sebuah topik. Pentingnya mendapatkan kelompok
yang sejenis kelompok wanita atau kelompok laki-laki daripada kelompok yang tidak sejenis wanita dan laki-laki dalam satu kelompok; adalah untuk
mendapatkan gambaran keterangan tentang persepsi kelompok tentang topik penelitian. Meskipun dalam kenyataannya tidak mudah untuk mendapatkan