Ju ml
ah
56 berdampak pada penurunan keanekaragaman hayati secara keseluruhan Micheli
et al. 2004. Secara umum kelimpahan jumlah individu yang ditemukan mengalami
peningkatan meskipun hasil perbandingan jumlah individu yang ditemukan pada tahun 2009 dengan 2010 sedikit mengalami penurunan. Namun jumlah spesies
yang ditemukan pada masing-masing tahun pengamatan mengalami kenaikan, hal ini mengindikasikan masih adanya keanekaragaman spesies yang dapat ditemukan
di perairan DPL.
1600 1400
1200 1000
800 600
400 1283
1472 1406
Individu Spesies
200
48 65
83
2007 2009
2010
Tahun
Gambar 12 Jumlah individu dan spesies ikan karang yang ditemukan pada pengamatan tahun 2007, 2009 dan 2010.
Sumber: PPTK Unhas 2007, Coremap 2009 dan Data lapangan 2010
5.1.4 Kondisi Lamun
Ekosistem lamun tersebar sepanjang pantai bagian barat maupun timur Pulau Gusung dengan penyebaran yang cukup variatif. Hasil sampling terhadap
frekuensi kehadiran jenis lamun di masing-masing stasiun pengamatan ditemukan 6 jenis, yaitu Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis,
Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichi Gambar 11. Yang paling sering muncul di setiap kuadrat adalah jenis lamun Enhalus
acoroides 26 persen, oleh karena memiliki kemampuan bertoleransi yang tinggi untuk dapat tumbuh bersama dengan jenis lamun lainnya sehingga sering terdapat
di hamparan padang lamun campuran, selain itu lamun Enhalus acoroides juga mampu mentolerir perairan yang keruh PPTK Unhas 2007.
la
a, ng
57
Cymodocea rotundata
3 22
199
Enhalus acorroides Halodule uniinervis
221 8
27
Halophila ovvalis Syringodium isoetifolium
Thalassia hemmprichii
Gammbar 13 Frekkuensi kehaddiran jenis amun di Desa Bontolebaang. Sumber: PPTTK Unhas 2007
Adapuun jenis yanng paling keecil kehadiraannya adalaah lamun Syyringodium iisoetifolium 3 persen,, karena jennis lamun inni mempunyyai kemamppuan hidup
yang terbataas, biasanya hanya ditemmukan pada daerah subtiddal dangkal, dan jarang dditemukan ddi daerah inttertidal kareena memiliki kemampuaan toleransi yang kecil
tterhadap papparan matahaari.
55.1.5 Kondiisi Mangrovve
Berdassarkan data pengamatann yang dilaakukan Pusaat Penelitiann Terumbu Karang Unhhas 2007, Jenis manggrove yang teridentifikasi di Pulau Pasi ada 4
jenis, yaitu: Rhyzopora stylosa, Bruguiera gymnorrhiza Sonnerattia sp dan Ceriops taggal. Dihitun dari frekkuensi kehaddiran, nilai tertinggi dimmiliki oleh
Rhyzopora stylosa, sebeesar 49, daan kemudian diikuti seccara merata oleh ketiga jjenis lainnyaa Gambar 12.
17
Rhyzopora stylosa
17 16
50
Bruguiera ggymnorhiza Sonneratia ssp.
Ceriops tagaal
Gambaar 14 Frekuuensi kehadirran jenis manngrove di Deesa Bontolebbang. Sumber: PPTTK Unhas 2007
Besarnnya nilai freekuensi kehhadiran Rhyzzopora styloosa disebabkkan karena jenis ini dittemukan di setiap lokaasin pengammatan.
Menurut Bengen 2003,
58 Rhyzopora stylosa merupakan jenis mangrove yang sangat umum dijumpai,
karena mempunyai penyebaran yang sangat luas. Mangrove ini dapat tumbuh hingga 20 meter tingginya. Salah satu ciri khas jenis ini adalah mempunyai
sistem perakaran tongkat yang berlentisel untuk pernapasan. Selain itu, panjang daun dapat mencapai 10 cm, dengan bagian bawah permukaan daun berwarna
hijau muda terang dan berbintik coklat.
5.2 Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat DPL-BM
5.2.1 Proses Pembentukan
Proses pembentukan DPL dimulai dengan SETO dan Fasilitator Masyarakat mendatangi desa dan mendiskusikan tentang pembentukan DPL ditingkat desa.
Diskusi melibatkan pemerintahan desa, tokoh masyarakatimam desa, kepala dusun, dan nelayan. Pada tahap ini dibentuklah sebuah rencana pengelolaan
terumbu karang RPTK dengan membentuk sebuah lembaga pengelola yang dinamakan Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang LPSTK dan
memilih satu orang laki-laki dan satu orang perempuan untuk menjadi Motivator Desa MD.
Setelah LPSTK dibentuk, tahap berikutnya adalah penentuan areakawasan yang akan dijadikan DPL. Proses ini dilakukan oleh tim Coremap yang
mengunjungi desa untuk melakukan FGD. Masyarakat secara sukarela diundang untuk berdiskusi dengan tim tersebut.
Dalam diskusi tersebut masyarakat diminta untuk menggambarkan area tempat mencari ikan, area budidaya, dan alur transportasi sekitar desa. Setelah itu
masyarakat diminta untuk memilih beberapa area dimana terdapat terumbu karang yang akan dijadikan DPL. Lokasi yang direkomendasikan oleh masyarakat
kemudian diperiksa oleh tim dengan cara menyelam ke area yang dimaksud untuk melihat kondisi tutupan karang. Kemudian hasil dari penyelaman tersebut
disampaikan kepada masyarakat, untuk selanjutnya dipilih area mana yang memiliki tutupan karang yang paling tinggi; dan tidak jauh dari pulau agar mudah
dilakukan pengawasan. Sketsa hasil diskusi penentuan nominasi DPL dapat dilihat di Gambar 15.
Salah satu perwujudan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan terumbu karang dalam konteks kegiatan pembentukan DPL adalah penyusunan