a b Gambar 4. Profil kadar air tanah hingga kedalaman 1 m dari tiga waktu
pengukuran, hari setelah tanam HST, pada Percobaan I a dan Percobaan II b.
Gambar 5. Profil kadar air tanah hingga kedalaman 1 m dari tiga waktu pengukuran, hari setelah tanam HST pada Percobaan III.
3.4.3. Neraca Air Tanaman Kentang
Komponen neraca air yang menunjukkan interaksi antara curah hujan, evapotranspirasi ETa, limpasan permukaan Ro, dan kadar air tanah KAT dari
rata-rata seluruh perlakuan pada ketiga percobaan ditunjukkan pada Tabel 4. Kehilangan air tanaman dalam bentuk ETa + Ro tergantung dari simpanan
kadar air tanah KAT sebelumnya. Jika tanah dalam kondisi padat maka laju infiltrasi tanah menjadi rendah, sehingga saat curah hujan tinggi air sulit
terinfiltrasi ke dalam tanah yang menyebabkan Ro menjadi besar. Sebaliknya, jika
tanah gembur maka laju infiltrasi meningkat yang menyebabkan Ro berkurang dan KAT meningkat. Pada penelitian ini nilai KAT bervariasi antar kedalaman
pada setiap perlakuan dan antar percobaan. Menurut Biggs et al. 2008 perbedaan KAT pada kedalaman yang sama berlainan petak disebabkan oleh perbedaan
kehilangan air tanah melalui proses evapotranspirasi dan perbedaan kemampuan menahan air oleh tanah yang disebabkan sifat fisika dan kimia tanah.
Evapotranspirasi terdiri dari evaporasi yang merupakan proses penguapan di atas tanah dan transpirasi terjadi pada tanaman melalui stomata Allen et al.
1998 dan sangat sulit dibedakan proses keduanya melalui pengukuran di lapang. Nilai kehilangan air tanaman kentang dalam percobaan ini dihitung sebagai ETa +
Ro evapotranspirasi aktual ditambah dengan limpasan permukaan.
Tabel 4. Perbandingan komponen neraca air antar perlakuan selama pengukuran pada Percobaan
I, II dan III .
Komponen Neraca Air Perlakuan
J1 J2
Percobaan I U1
U2 U3
U1 U2
U3
Curah hujan mm 1.314
1.314 1.314
1.314 1.314
1.314 KAT Awal mmm
319
1
232 390
148 291
202 KAT akhir mmm
218
2
197 215
116 256
197 dKAT
-101 -35
- 175 -32
-35 -5
ETa + Ro mm 1.415
1.349 1.489
1.347 1.350
1.319 Rata-rata ETa + Ro mmJ1,J2
1.418 1.338
Rata-rata ETa + Ro mm 1.378
Percobaan II J1
J2 U1
U2 U3
U1 U2
U3
Curah hujan mm 261
261 261
261 261
261 KAT Awal mmm
273
3
268 267
330 270
248 KAT akhir mmm
283
4
294 267
322 248
251 dKAT
10 26
-8 -22
3 Eta + Ro mm
251 235
261 269
283 258
Rata-rata ETa + Ro mmJ1,J2 249
270
Rata-rata ETa + Ro mm 260
Percobaan III J1
J2 V1
V2 V1
V2
Curah hujan mm 757
757 757
757 KAT Awal mmm
184
5
369 171
336 KAT akhir mmm
172
6
292 186
146 dKAT
-12 - 77
15 -190
Eta + Ro mm 769
834 742
947 Rata-rata ETa + Ro mmJ1,J2
802 845
Rata-rata ETa + Ro mm 823
Keterangan :
1
pengukuran pada 26 Hari Setelah Tanam HST,
2
101 HST,
3
37 HST,
4
85 HST,
5
12 HST,
6
64 HST.
Perhitungan menggunakan neraca air dalam penelitian ini menghasilkan jumlah ETa dan Ro yang tidak dapat dipisahkan. Untuk mengatasi hal ini, nilai
evapotranspirasi ETa didekati dari evapotranspirasi potensial ETp yang
dihitung dengan metode Penman. Dalam hal ini, nilai evapotranspirasi dianggap selalu dalam keadaan maksimum dan air bukan merupakan faktor pembatas.
Nilai ETa + Ro, Ro dan ETp selama pengukuran pada Percobaan I, II dan III
ditunjukkan pada Tabel 5.