Skenario Perubahan Iklim di Indonesia

Gambar 29 menunjukkan peningkatan suhu udara sebesar 1,0 °C, 1,8 °C, dan 2,3 °C pada Skenario I, II, dan III dibanding kondisi cuaca saat ini mengakibatkan jumlah hari pada masing-masing fase perkembangan tanaman kentang di Minahasa, Alahan Panjang, Pangalengan, Wonosobo, Pasuruan, dan Deli Serdang semakin pendek, sehingga umur tanaman menjadi lebih singkat. Umur tanaman kentang yang lebih singkat karena suhu udara yang tinggi menyebabkan biomassa yang diakumulasi selama masa pertumbuhan menjadi berkurang. Pengurangan biomassa tanaman dan umbi selanjutnya akan menurunkan produktivitas tanaman kentang. Tabel 13 menunjukkan peningkatan suhu udara sebesar 1,0 °C, 1,8 °C, dan 2,3 °C pada Skenario I, II, dan III dibanding kondisi cuaca saat ini mengakibatkan penurunan produktivitas kentang. Tabel 13. Penurunan produktivitas kentang ton ha -1 akibat peningkatan suhu udara pada enam sentra produksi kentang di Indonesia Daerah Produktivitas saat ini ton ha -1 Suhu udara naik 1 °C Suhu udara naik 1,8 °C Suhu udara naik 2,3 °C Produktivitas ton ha -1 Penurunan Produktivitas Produktivitas ton ha -1 Penurunan Produktivitas Produktivitas ton ha -1 Penurunan Produktivitas Minahasa 15,1 12,5 17 10,7 29 8,6 43 A. Panjang 19,9 15,7 21 13,1 34 10,4 48 Pangalengan 15,1 10,8 28 8,8 41 6,4 57 Wonosobo 14,2 11,8 17 10,7 24 9,7 32 Pasuran 15.3 12,2 20 10,4 32 8,5 44 Deli Serdang 16,1 14,9 8 13,5 16 11,4 29 Hasil prediksi model menunjukkan peningkatan suhu udara 1,0 °C tahun 2020, 1,8 °C tahun 2050, dan 2,3 °C tahun 2080 mengakibatkan penurunan produktivitas kentang pada keenam sentra produksi kentang masing-masing 8 – 28, 16 – 41, dan 29 – 57. Pangalengan diprediksi mengalami penurunan produktivitas terbesar dibanding sentra produksi kentang yang lain, yaitu sebesar 28, 41, dan 57 pada skenario I, II, dan III. Sementara itu, Deli Serdang diprediksi mengalami penurunan produktivitas terkecil, yaitu sebesar 8, 16, dan 29 pada skenario I, II, dan III dibanding sentra produksi kentang yang lainnya. Dampak Penurunan Curah Hujan Dalam model ini, pertumbuhan tanaman sangat dibatasi oleh jumlah air yang tersedia dalam tanah antara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Peningkatan kandungan air tanah akan meningkatkan laju transpirasi yang merupakan indikator ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman. Kondisi ketersediaan air tersebut sangat ditentukan oleh jumlah curah hujan, sehingga penurunan curah hujan dapat mengurangi pertumbuhan dan hasil tanaman. Tabel 14 menunjukkan penurunan curah hujan sebesar 5, 10, dan 15 pada Skenario I, II, dan III dibanding kondisi cuaca saat ini mengakibatkan penurunan produktivitas kentang. Tabel 14. Penurunan produktivitas kentang ton ha -1 akibat penurunan curah hujan pada enam sentra produksi kentang di Indonesia Daerah Produktivitas saat ini ton ha -1 Curah hujan turun 5 Curah hujan turun 10 Curah hujan turun 15 Produktivitas ton ha -1 Penurunan Produktivitas Produktivitas ton ha -1 Penurunan Produktivitas Produktivitas ton ha -1 Penurunan Produktivitas Minahasa 15,1 14,2 6 13,3 12 12,5 17 A. Panjang 19,9 19,9 19,9 19,9 Pangalengan 15,1 14,6 2 14,6 4 13,9 8 Wonosobo 14,2 12,9 9 12,4 12 11,8 16 Pasuruan 15.3 13,5 12 11,9 22 10,6 31 Deli Serdang 16,1 15,7 3 15,0 7 14,4 11 Tabel 14 menunjukkan penurunan produktivitas kentang pada lima sentra produksi kentang masing-masing 2 – 12, 4 – 27, dan 8 – 31 akibat penurunan curah hujan sebesar 5 skenario I, 10 skenario II, dan 15 skenario III. Persentase penurunan produktivitas terbesar terjadi di Pasuruan dan terkecil di Pangalengan. Penurunan curah hujan pada ketiga skenario di Alahan panjang tidak menyebabkan penurunan produktivitas. Hal ini disebabkan karena air tidak menjadi faktor pembatas, sehingga penurunan curah hujan tidak menyebabkan pengurangan biomassa selama masa pertumbuhan tanaman kentang.