Tujuan Penelitian Kesimpulan MODEL SIMULASI PERKEMBANGAN, PERTUMBUHAN DAN NERACA AIR TANAMAN KENTANG PADA DATARAN TINGGI

pilihan opsi adaptasi terhadap perubahan iklim pada sentra-sentra produksi kentang di Indonesia. 7.4. Hasil dan Pembahasan 7.4.1. Dampak Peningkatan Suhu Udara dan Penurunan Curah Hujan terhadap Hasil Umbi Kentang Varietas Granola Dampak Peningkatan Suhu Udara Prediksi umur tanaman kentang pada masing-masing fase perkembangan tanaman varietas Granola di Minahasa, Alahan Panjang, Pangalengan, Wonosobo, Pasuruan, dan Deli Serdang pada kondisi cuaca saat ini 7 Agustus dibandingkan dengan Skenario I, Skenario II, dan Skenario III ditujukkan pada Gambar 29. a b c d e f Gambar 29. Prediksi umur tanaman kentang hari pada kondisi cuaca saat ini dibandingkan skenario I, skenario II, dan skenario III, di Minahasa a, Alahan Panjang b, Pangalengan c, Wonosobo d. Pasuruan e, dan Deli Serdang f. Gambar 29 menunjukkan peningkatan suhu udara sebesar 1,0 °C, 1,8 °C, dan 2,3 °C pada Skenario I, II, dan III dibanding kondisi cuaca saat ini mengakibatkan jumlah hari pada masing-masing fase perkembangan tanaman kentang di Minahasa, Alahan Panjang, Pangalengan, Wonosobo, Pasuruan, dan Deli Serdang semakin pendek, sehingga umur tanaman menjadi lebih singkat. Umur tanaman kentang yang lebih singkat karena suhu udara yang tinggi menyebabkan biomassa yang diakumulasi selama masa pertumbuhan menjadi berkurang. Pengurangan biomassa tanaman dan umbi selanjutnya akan menurunkan produktivitas tanaman kentang. Tabel 13 menunjukkan peningkatan suhu udara sebesar 1,0 °C, 1,8 °C, dan 2,3 °C pada Skenario I, II, dan III dibanding kondisi cuaca saat ini mengakibatkan penurunan produktivitas kentang. Tabel 13. Penurunan produktivitas kentang ton ha -1 akibat peningkatan suhu udara pada enam sentra produksi kentang di Indonesia Daerah Produktivitas saat ini ton ha -1 Suhu udara naik 1 °C Suhu udara naik 1,8 °C Suhu udara naik 2,3 °C Produktivitas ton ha -1 Penurunan Produktivitas Produktivitas ton ha -1 Penurunan Produktivitas Produktivitas ton ha -1 Penurunan Produktivitas Minahasa 15,1 12,5 17 10,7 29 8,6 43 A. Panjang 19,9 15,7 21 13,1 34 10,4 48 Pangalengan 15,1 10,8 28 8,8 41 6,4 57 Wonosobo 14,2 11,8 17 10,7 24 9,7 32 Pasuran 15.3 12,2 20 10,4 32 8,5 44 Deli Serdang 16,1 14,9 8 13,5 16 11,4 29 Hasil prediksi model menunjukkan peningkatan suhu udara 1,0 °C tahun 2020, 1,8 °C tahun 2050, dan 2,3 °C tahun 2080 mengakibatkan penurunan produktivitas kentang pada keenam sentra produksi kentang masing-masing 8 – 28, 16 – 41, dan 29 – 57. Pangalengan diprediksi mengalami penurunan produktivitas terbesar dibanding sentra produksi kentang yang lain, yaitu sebesar 28, 41, dan 57 pada skenario I, II, dan III. Sementara itu, Deli Serdang diprediksi mengalami penurunan produktivitas terkecil, yaitu sebesar 8, 16, dan 29 pada skenario I, II, dan III dibanding sentra produksi kentang yang lainnya. Dampak Penurunan Curah Hujan Dalam model ini, pertumbuhan tanaman sangat dibatasi oleh jumlah air yang tersedia dalam tanah antara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Peningkatan kandungan air tanah akan meningkatkan laju transpirasi yang merupakan indikator ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman. Kondisi ketersediaan air tersebut sangat ditentukan oleh jumlah curah hujan, sehingga penurunan curah hujan dapat mengurangi pertumbuhan dan hasil tanaman. Tabel 14 menunjukkan penurunan curah hujan sebesar 5, 10, dan 15 pada Skenario I, II, dan III dibanding kondisi cuaca saat ini mengakibatkan penurunan produktivitas kentang. Tabel 14. Penurunan produktivitas kentang ton ha -1 akibat penurunan curah hujan pada enam sentra produksi kentang di Indonesia Daerah Produktivitas saat ini ton ha -1 Curah hujan turun 5 Curah hujan turun 10 Curah hujan turun 15 Produktivitas ton ha -1 Penurunan Produktivitas Produktivitas ton ha -1 Penurunan Produktivitas Produktivitas ton ha -1 Penurunan Produktivitas Minahasa 15,1 14,2 6 13,3 12 12,5 17 A. Panjang 19,9 19,9 19,9 19,9 Pangalengan 15,1 14,6 2 14,6 4 13,9 8 Wonosobo 14,2 12,9 9 12,4 12 11,8 16 Pasuruan 15.3 13,5 12 11,9 22 10,6 31 Deli Serdang 16,1 15,7 3 15,0 7 14,4 11 Tabel 14 menunjukkan penurunan produktivitas kentang pada lima sentra produksi kentang masing-masing 2 – 12, 4 – 27, dan 8 – 31 akibat penurunan curah hujan sebesar 5 skenario I, 10 skenario II, dan 15 skenario III. Persentase penurunan produktivitas terbesar terjadi di Pasuruan dan terkecil di Pangalengan. Penurunan curah hujan pada ketiga skenario di Alahan panjang tidak menyebabkan penurunan produktivitas. Hal ini disebabkan karena air tidak menjadi faktor pembatas, sehingga penurunan curah hujan tidak menyebabkan pengurangan biomassa selama masa pertumbuhan tanaman kentang. Dampak Interaksi Peningkatan Suhu Udara dan Penurunan Curah Hujan Pada semua sentra produksi, biomassa umbi turun dengan kenaikan suhu udara dan penurunan curah hujan. Pengurangan biomassa umbi selama masa pertumbuhan pada kondisi cuaca saat ini 7 Agustus dibandingkan dengan skenario I, II, III pada keenam sentra produksi ditunjukkan pada Gambar 30. a b c d e f Gambar 30. Biomassa umbi berat basah pada kondisi cuaca saat ini dibanding skenario I, II, dan III di Minahasa a, Alahan Panjang b, Pangalengan c, Wonosobo d, Pasuruan e, dan Deli Serdang f. Pengurangan biomassa umbi semakin besar pada peningkatan suhu udara yang makin tinggi atau penurunan curah hujan yang makin besar sesuai Skenario I, II dan III. Dari keenam sentra produksi tersebut, pengurangan terbesar terjadi di Pangalengan dan terkecil di Deli Serdang Tabel 15. Laju pertumbuhan biomassa umbi kentang selama masa pertumbuhan tanaman yang berkurang akibat peningkatan suhu udara dan penurunan curah hujan pada keenam sentra produksi ini menyebabkan penurunan hasil umbi kentang pada saat panen. Tabel 15. Penurunan produktivitas kentang ton ha -1 akibat peningkatan suhu udara dan penurunan curah hujan pada sentra produksi kentang di Indonesia Daerah Produktivitas saat ini ton ha -1 Skenario I tahun 2020 Skenario II tahun 2050 Skenario III tahun 2080 Produktivitas ton ha -1 Penurunan Produktivitas Produktivitas ton ha -1 Penurunan Produktivitas Produktivitas ton ha -1 Penurunan Produktivitas Minahasa 15,1 11,6 23 9,8 35 7,7 49 A. Panjang 19,9 15,7 21 13,1 34 10,4 48 Pangalengan 15,1 10,8 28 8,2 47 5,5 63 Wonosobo 14,2 12,1 15 10,1 29 8,5 40 Pasuran 15.3 10,6 31 8,1 47 5,9 61 Deli Serdang 16,1 13,9 13 12,2 25 10,2 37 Tabel 15 menunjukkan produktivitas dan persentase penurunannya pada keenam sentra produksi akibat peningkatan suhu udara dan penurunan curah hujan pada ketiga skenario atau Tahun 2020, 2050 dan 2080. Hasil prediksi model menunjukkan bahwa peningkatan suhu udara dan penurunan curah hujan secara bersama-sama mengakibatkan perubahan periode masing-masing fase perkembangan tanaman, penurunan kadar air tanah, yang akhirnya mengakibatkan pengurangan pertumbuhan dan hasil tanaman kentang. Pengurangan pertumbuhan tanaman kentang akibat peningkatan suhu udara dan penurunan curah hujan ini sejalan dengan pendapat Easterling et al. 2007 yang menyatakan, bahwa produksi tanaman akan turun 5 – 8 karena dampak perubahan iklim akibat peningkatan suhu udara dan perubahan pola curah hujan. Pada penelitian ini Tabel 15 prediksi penurunan produktivitas untuk Skenario I, II dan III berkisar masing-masing 13 – 31, 25 – 47 dan 37 – 63. Pangalengan diprediksi akan mengalami penurunan terbesar pada ketiga skenario perubahan iklim. Penurunan hasil pertanian dapat mencapai lebih dari 40 apabila suhu naik melebihi 4 o C Tschirley 2007. Menggunakan model simulasi tanaman, John Sheehy IRRI 2007 menyatakan kenaikan hasil tanaman padi akibat kenaikan konsentrasi CO 2 75 ppm adalah 0,5 ton ha -1 dan penurunan hasil akibat kenaikan suhu 1°C mencapai 0,6 ton ha -1 . Menurut Peng et al. 2004 setiap kenaikan suhu minimum sebesar 1 °C dapat menurunkan hasil tanaman padi sebesar 10. Pada penelitian ini Tabel 13 peningkatan suhu rata-rata 1,0 °C, 1,8 °C, dan 2,3 °C dapat menurunkan hasil panen kentang di Pangalengan masing- masing 28, 41 dan 57 dengan asumsi curah hujan tetap. Penurunan curah hujan sebesar 5, 10, dan 15 dapat menurunkan hasil panen kentang di Pasuruan masing-masing 12, 22, dan 31 Tabel 14. Jika suhu udara dan curah hujan berubah sesuai Skenario I, II dan III maka produktivitas kentang tersebut di Pangalengan turun menjadi 28, 47, dan 63 Tabel 15 dan di Pasuruan 31, 47, dan 61 tabel 15.

7.4.2. Pengaruh Waktu Tanam terhadap Hasil dan Umur Tanaman Kentang

Analisis dampak perubahan iklim juga dilakukan dengan mensimulasikan waktu tanam terhadap umur dan produktivitas kentang. Analisis dilakukan dengan simulasi waktu tanam tiap 10 hari dasarian mulai 1 Januari sampai 31 Desember di Minahasa, Alahan Panjang, Pangalengan, Wonosobo, Pasuruan, dan Deli Serdang. Prediksi pengaruh waktu tanam terhadap umur tanaman dan produktivitas dianalisis pada keenam sentra produksi kentang tersebut Gambar 31. Secara umum umur tanaman kentang yang panjang akan menghasilkan produktivitas tinggi dibandingkan umur tanaman yang pendek. Prediksi waktu tanam kentang varietas Granola saat ini di Minahasa Gambar 31a menunjukkan produktivitas maksimum 18 ton ha -1 dapat dicapai apabila kentang ditanam pada Juni I. Untuk mencapai produktivitas di atas 15 ton ha -1 penanaman kentang saat ini dapat dilakukan mulai dari Februari III sampai Juni III. Produktivitas di bawah 12 ton ha -1 didapatkan apabila kentang ditanam pada Juli IIIIII, sehingga pada waktu tanam ini tidak dianjurkan untuk menanam kentang. Sementara itu, produktivitas maksimum 21 ton ha -1 di Alahan Panjang Gambar 31b dapat dicapai pada waktu tanam September II sampai Desember III, sedangkan waktu tanam yang lain menghasilkan produktivitas di atas 15 ton ha -1 Prediksi waktu tanam di Pangalengan Gambar 31c menunjukkan produktivitas di atas 16 ton ha . -1 diperoleh apabila kentang ditanam pada Januari I sampai Mei I dan Agustus II sampai Desember III. Produktivitas tertinggi di atas 20 ton ha -1 dapat dicapai pada waktu tanam Maret III dan April I. Produktivitas di atas 14 ton ha -1 di Wonosobo diperoleh pada waktu tanam Januari I sampai Maret II dan Oktober I sampai Desember III. Produktivitas tertinggi 16 ton ha -1 dapat dicapai apabila kentang ditanam pada Oktober I sampai November II Gambar 31d. a b c d e f Gambar 31. Pengaruh waktu tanam terhadap umur dan produktivitas kentang pada kondisi cuaca saat ini di Minahasa a, Alahan Panjang b, Pangalengan c, Wonosobo d, Pasuruan e, dan Deli Serdang f. [garis : umur tanaman, batang : produktivitas kentang]. Produktivitas di atas 14 ton ha -1 di Pasuruan dapat dicapai pada waktu tanam Januari I sampai Mei I dan September I sampai Desember III. Produktivitas terendah yaitu sekitar 9 ton ha -1 akan didapatkan apabila penanaman dilakukan pada Juli I sampai Agustus III, sehingga pada waktu tanam ini tidak dianjurkan untuk melalukan penanaman kentang di Pasuruan Gambar 31e. Produktivitas di atas 15 ton ha -1 di Deli Serdang diperoleh pada waktu tanam Januari I sampai Maret II dan Oktober I sampai Oktober III. Produktivitas terendah sampai 6 ton ha -1 Dengan menjalankan model berdasarkan waktu tanam tiap dasarian dari Januari hingga Desember selama 1 tahun, diperoleh produktivitas tiap waktu tanam tersebut yang bervariasi dan waktu tanam optimal didefinisikan sebagai waktu tanam yang menghasilkan produktivitas tertinggi. didapatkan apabila penanaman dilakukan pada April I sampai Agustus III, sehinga tidak dianjurkan untuk menanam kentang pada waktu tanam ini di Deli Serdang Gambar 31f. Skenario peningkatan suhu udara dan penurunan curah hujan Skenario I, II dan III pada simulasi pengaruh waktu tanam juga dilakukan pada sentra produksi kentang. Pengaruh waktu tanam di Minahasa Gambar 32, Alahan Panjang Gambar 33, dan Deli Serdang Gambar 34 menunjukkan peningkatan suhu udara yang makin tinggi sesuai Skenario I, II dan III dibanding kondisi cuaca saat ini menyebabkan umur tanaman semakin pendek dan produktivitas kentang semakin rendah. Penurunan curah hujan akan memperbesar penurunan produktivitas khususnya pada masa pertumbuhan tanaman yang terjadi selama musim kemarau. a b c d Gambar 32. Pengaruh waktu tanam terhadap umur dan produktivitas kentang di Minahasa, kondisi saat ini a, skenario I b, skenario II c, dan skenario III d [garis: umur tanaman, batang: produktivitas kentang]. a b c d Gambar 33. Pengaruh waktu tanam terhadap umur dan produktivitas kentang di Alahan Panjang, kondisi cuaca saat ini a, skenario I b, skenario II c, dan skenario III d [garis : umur tanaman, batang : produktivitas kentang]. a b c d Gambar 34. Pengaruh waktu tanam terhadap umur dan produktivitas kentang di Deli Serdang, kondisi cuaca saat ini a, skenario I b, skenario II c, dan skenario III d [garis : umur tanaman, batang : produktivitas kentang]. Tabel 16 menunjukkan persentase produktivitas di waktu tanam optimal pada enam sentra produksi dan penurunan produktivitas akibat peningkatan suhu udara dan penurunan curah hujan skenario I tahun 2020 skenario II tahun 2050 dan skenario III tahun 2080. Tabel 16. Penurunan produktivitas kentang pada waktu tanam optimal di enam sentra produksi kentang akibat peningkatan suhu udara dan penurunan curah hujan pada Tahun 2020, 2050 dan 2080 Daerah Waktu tanam optimal Produktivitas ton.ha -1 Produktivi tas saat ini ton ha -1 Skenario I tahun 2020 Skenario II tahun 2050 Skenario III tahun 2080 Produk tivitas ton ha -1 Penurunan Produktivi tas Produk tivitas ton ha -1 Penurunan Produktivi tas Produk tivitas ton ha -1 Penurunan Produktivi tas Minahasa Juni I 18 14 22 13 28 10 44 A. Panjang Desember II 21 16 24 13 38 11 48 Pangalengan Maret III 21 15 29 12 43 9 57 Wonosobo Oktober III 16 13 19 11 31 10 38 Pasuruan September I 18 16 11 14 22 13 28 D. Serdang Februari III 17 14 18 13 24 11 35 Tabel 16 menunjukkan bahwa dengan pengaturan waktu tanam pada kondisi cuaca saat ini dapat meningkatkan produktivitas di keenam sentra produksi dibanding tanpa pengaturan waktu tanam Tabel 13, 14, dan 15. Minahasa, Pasuruan dan Pangalengan menunjukkan peningkatan produktivitas yang signifikan dibanding lokasi lain. Waktu tanam optimal pada kondisi peningkatan suhu udara dan penurunan curah hujan berdasarkan Skenario I, II dan III Tabel 16 akan menyebabkan penurunan produktivitas kentang pada keenam sentra produksi masing-masing 11 – 29, 22 – 43, dan 28 – 57. Pangalengan juga diprediksi akan mengalami penurunan terbesar pada waktu tanam optimal tersebut pada Skenario II dan III sebesar 43, dan 57. Dari berbagai komoditas pertanian, tanaman hortikultura termasuk tanaman kentang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Opsi adaptasi perubahan iklim berdasarkan hasil simulasi model terhadap tanaman kentang dapat dilakukan dengan penentuan waktu tanam yang tepat untuk mendapatkan ketersediaan air yang cukup dan meminimalkan kehilangan air.

7.4.3. Pengaruh Varietas Tanaman Kentang Granola vs. Atlantis terhadap

Hasil dan Umur Tanaman Kentang Pengaruh perbedaan varietas terhadap hasil tanaman kentang diprediksi menggunakan model simulasi untuk umur tanaman pada masing-masing periode fase perkembangan serta hasil umbi tanaman. Prediksi umur tanaman pada masing-masing periode fase perkembangan tanaman kentang varietas Granola dan Atlantis waktu tanam tanggal 14 Maret ditunjukkan pada Gambar 35, sedangkan perbedaan hasil umbi tanaman kedua varietas ditunjukkan pada Gambar 36. Gambar 35. Prediksi umur tanaman pada masing-masing fase perkembangan tanaman hari varietas Granola dan Atlantis waktu tanam tanggal 14 Maret. Gambar 35 menunjukkan varietas Atlatis memerlukan jumlah hari yang lebih lama untuk menyelesaikan masing-masing fase perkembangan tanaman dibanding Granola, sehingga umur kentang varietas Atlantis 116 hari lebih panjang dari Granola 110 hari. Umur tanaman yang lebih panjang menyebabkan biomassa umbi varietas Atlantis lebih tinggi dari Granola Gambar 36. Gambar 36. Prediksi biomassa umbi kentang varietas Granola dan varietas Altantis waktu tanam tanggal 14 Maret. Gambar 36 menunjukkan produktivitas Atlantis sebesar 25 ton ha -1 , sedangkan Granola hanya 16 ton ha -1 . Dalam hal ini, varietas Atlantis memiliki RUE sebesar 1,79 g MJ -1 sedangkan Granola memiliki RUE sebesar 1,12 g MJ -1 Parameter penting dalam perhitungan biomassa menggunakan konsep RUE berbeda-beda antar tanaman maupun varietasnya, sehingga salah satu opsi adaptasi yang dapat dilakukan berdasarkan hasil simulasi model ini adalah memilih varietas kentang unggul yang memiliki nilai RUE tinggi. Di samping itu, skenario peningkatan suhu udara menyebabkan umur tanaman semakin pendek menyakibatkan produktivitas kentang rendah, sehingga opsi adaptasi lainnya dapat dilakukan dengan memilih varietas kentang yang lebih tolerant terhadap suhu tinggi sehingga memiliki umur lebih panjang. , sehingga biomassa yang dihasilkan Atlantis dari prediksi model ini lebih besar dari Granola. Nilai RUE tinggi diperlukan oleh tanaman kentang untuk mengubah radiasi yang diintersepsi sehingga dihasilkan biomassa yang tinggi Wolf 2002; Richter et al. 2001. Shah et al. 2004 sebelumnya juga menyatakan bahwa parameter yang dapat digunakan untuk melihat produksi suatu tanaman adalah RUE. Opsi lain adalah menanam kentang pada dataran yang lebih tinggi, namun opsi ini akan menghadapi kendala keterbatasan lahan termasuk problem lingkungan yang akan diakibatkannya.

7.5. Kesimpulan

1. Peningkatan suhu udara sebesar 1,0 °C, 1,8 °C, dan 2,3 °C pada Tahun 2020, 2050 dan 2080 dibanding kondisi cuaca saat ini di Minahasa, Alahan Panjang, Pangalengan, Wonosobo, Pasuruan, dan Deli Serdang yang mewakili sentra-sentra produksi kentang di Indonesia mengakibatkan jumlah hari dari masing-masing fase perkembangan tanaman kentang semakin pendek, sehingga umur tanaman menjadi lebih singkat. 2. Umur tanaman yang pendek berdampak pada pengurangan biomassa tanaman yang selanjutnya akan menurunkan hasil produktivitas tanaman kentang, masing-masing sebesar 13 – 31, 25 – 47 dan 37 – 61 untuk Skenario I, II dan III. 3. Penurunan curah hujan sebesar 5 skenario I, 10 skenario II, dan 15 skenario III mengakibatkan penurunan produktivitas kentang pada lima sentra produksi kentang masing-masing 2 – 12, 4 – 27, dan 8 – 31. Alahan Panjang diprediksi tidak mengalami penurunan produktivitas akibat penurunan curah hujan. 4. Prediksi penurunan produktivitas pada keenam sentra produksi kentang untuk Skenario I Tahun 2020, II Tahun 2050 dan III Tahun 2080 yang merupakan interaksi peningkatan suhu dan curah hujan berkisar masing- masing 13 – 31, 25 – 47 dan 37 – 63. Pangalengan diprediksi akan mengalami penurunan terbesar pada skenario I dan II yaitu 47, dan 63. 5. Produktivitas maksimum saat ini di Minahasa 18 ton ha -1 varietas Granola dapat dicapai apabila kentang ditanam pada Juni I, di Alahan Panjang dicapai pada waktu tanam Desember II 21 ton ha -1 , Pangalengan pada Maret III 21 ton ha -1 , Wonosobo pada Oktober III 16 ton ha -1 , Pasuruan pada September I 18 ton ha -1 , dan Deli Serdang pada Februari III 17 ton ha -1 6. Penurunan produktivitas pada waktu tanam optimal karena peningkatan suhu udara dan penurunan curah hujan berkisar masing-masing 11 – 29, 22 – 43, dan 28 – 57 pada Skenario I, II, dan III. Pangalengan juga diprediksi akan mengalami penurunan terbesar di waktu tanam optimal sebesar 43, dan 57 pada skenario II dan III. . 7. Varietas Atlantis memiliki RUE sebesar 1,79 g MJ -1 sedangkan Granola sebesar 1,12 g MJ -1 , sehingga biomassa yang dihasilkan Atlantis dari prediksi model ini lebih besar dari Granola. Produktivitas Atlantis sebesar 25 ton ha -1 , sedangkan Granola hanya 16 ton ha -1 8. Opsi adaptasi perubahan iklim berdasarkan hasil simulasi model untuk peningkatan produktivitas tanaman kentang di sentra-sentra produksi dapat dilakukan melalui : penentuan waktu tanam yang tepat, memilih varietas kentang unggul yang memiliki nilai RUE tinggi, dan memilih varietas kentang yang lebih toleran terhadap suhu tinggi sehingga memiliki umur lebih panjang. .

VIII. PEMBAHASAN UMUM

Unsur-unsur iklim mempengaruhi pertumbuhan tanaman kentang di Indonesia khususnya radiasi surya, suhu udara, dan curah hujan. Radiasi surya menentukan laju pertumbuhan tanaman sebagai energi fotosintesis sedangkan suhu udara terutama mempengaruhi periode fase-fase perkembangan tanaman. Curah hujan mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui ketersediaan air tanah. Pendekatan yang umum digunakan dalam model simulasi tanaman untuk memprediksi pertumbuhan tanaman adalah efisiensi penggunaan radiasi surya RUE, radiation-use efficiency. Pertumbuhan tanaman dihitung berdasarkan parameter RUE dan jumlah energi radiasi surya yang diintersepsi tanaman. Di samping itu, produksi biomassa akan dipengaruhi oleh faktor ketersediaan air tanaman yang dipenuhi oleh curah hujan. Ketersediaan air tanaman kentang yang ditentukan dari intersepsi hujan oleh tajuk tanaman, evaporasi dan transpirasi tanaman, dan perkolasi dihitung dalam submodel neraca air. Suhu udara mempengaruhi kecepatan perkembangan tanaman serta laju respirasi tanaman. Perubahan iklim yang diperkirakan akan meningkatkan suhu udara diduga akan menyebabkan penurunan produktivitas tanaman termasuk kentang yang akan sangat rentan terhadap peningkatan suhu udara. Fase-fase perkembangan tanaman yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kentang dihitung menggunakan konsep thermal unit berdasarkan suhu udara dalam submodel perkembangan. Parameter tanah, tanaman dan peubah cuaca yang didapatkan dari hasil penelitian lapang, studi pustaka, dan analisis laboratorium digunakan sebagai input untuk menyusun model simulasi pertumbuhan, perkembangan serta neraca air tanaman kentang. Data-data tersebut diambil sesuai dengan kondisi lahan dan iklim setempat, sehingga hasil dari simulasi dapat berbeda antar lokasi. Salah satu kelebihan simulasi adalah nilai fleksibilitas yang dapat digunakan di berbagai sentra produksi kentang di Indonesia berdasarkan peubah iklim setempat dan pengguna yang berkepentingan dapat menganalisis lebih lanjut. Penelitian lapang pada tiga lokasi di Pacet dan Galudra, Provinsi Jawa Barat, serta di Kerinci, Provinsi Jambi dilakukan untuk menunjang penyusunan model, yaitu untuk parameterisasi dalam proses kalibrasi model Pacet dan validasi model Galudra dan Kerinci. 127 Penelitian lapang dilakukan untuk mendapatkan nilai RUE dari varietas dan generasi tanaman kentang yang berbeda, mengukur kadar air tanah untuk perhitungan kehilangan air berupa evapotranspirasi dan limpasan permukaan, menetapkan fase-fase perkembangan tanaman serta menduga partisi biomassa pada organ tanaman yaitu akar, batang, daun dan umbi. Selanjutnya, data yang diperoleh dari penelitian pertama, kedua dan ketiga digunakan untuk parameterisasi dalam proses kalibrasi dan validasi model simulasi perkembangan, pertumbuhan dan neraca air tanaman kentang yang disusun. Model simulasi tanaman kentang yang sudah disusun dan sudah divalidasi selanjutnya digunakan untuk memprediksi potensi produksi dan antisipasi dampak perubahan iklim terhadap hasil umbi dan produktivsitas tanaman kentang pada berbagai sentra produksi di Indonesia. Pengukuran kadar air tanah untuk perhitungan kehilangan air berupa evapotranspirasi dan limpasan permukaan pada pertanaman kentang dilakukan pada ketiga percobaan, namun demikian limpasan permukaan tidak diperhitungkan dalam penyusunan model ini. Informasi mengenai dinamika air tanah dalam hubungannya dengan curah hujan dan kehilangan air melalui evapotranspirasi aktual ETa sangat diperlukan untuk menghitung kebutuhan air tanaman kentang. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui analisis neraca air lahan, menggunakan informasi kadar air tanah dan curah hujan selama pertumbuhan tanaman kentang. Penemuan dalam percobaan menunjukkan bahwa pertumbuhan dan hasil tanaman kentang merupakan hasil dari interaksi antara ketersediaan air tanah dan kondisi awal tanaman yang diwakili oleh ukuran bibit pada saat penanaman serta radiasi surya yang diintersepsi tajuk tanaman. Biomassa tanaman dengan ukuran yang lebih besar dan hasil umbi yang lebih tinggi akan dihasilkan jika kadar air tanah lebih tersedia dan ukuran bibit lebih besar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketersediaan air tanaman yang dipenuhi oleh curah hujan dalam percobaan ini akan mempengaruhi produksi biomassa. Selanjutnya, produksi biomassa juga sangat dipengaruhi oleh radiasi surya dalam menentukan laju pertumbuhan tanaman sebagai energi fotosintesis. Energi radiasi surya digunakan oleh tanaman kentang untuk melakukan proses fotosintesis dalam menghasilkan biomassa yang dialokasikan ke akar, batang, daun, dan umbi. Laju pertumbuhan organ daun, batang dan akar pada awalnya lambat selama fase tunas muncul di permukaan tanah after emergence. Hal ini disebabkan penyerapan radiasi yang masih rendah selama tahap awal pertumbuhan karena LAI yang masih kecil. Nisbah antara penambahan biomassa dengan jumlah radiasi surya yang diintersepsi tajuk tanaman kentang merupakan nilai RUE dari tanaman kentang. Nilai RUE menunjukkan kemampuan tanaman untuk mengkonversi energi radiasi surya yang diterima tanaman menjadi biomassa. Semakin besar nilai RUE maka semakin efisien tanaman dalam menggunakan radiasi surya dan semakin besar biomassa yang terbentuk Acreche 2009; Mondani et al. 2011. Nilai RUE dapat pula digunakan untuk mengevaluasi morfologi dan produksi tanaman pada kondisi iklim dan cuaca yang berbeda Tesfaye et al. 2006. Tanaman kentang varietas Granola G1 memiliki RUE yang lebih tinggi dibandingkan varietas yang sama generasi berikutnya G2. Namun demikian, varietas Atlantis memiliki RUE lebih tinggi dibandingkan varietas Granola baik G2 maupun G1. Penggunaan model simulasi tanaman untuk memprediksi hasil suatu tanaman sebagai fungsi dari cuaca telah dipelajari secara intensif Hoogenboom 2000. Kebutuhan akan model simulasi tanaman sebagai penyedia perkiraan yang akurat akan keuntungan dan resiko dari alternatif sistem pengelolaan tanaman dengan mengetahui hasil sebelum panen terus meningkat Bannayan et al. 2003. Model simulasi tanaman kentang yang disusun secara garis besar terdiri dari tiga submodel, yaitu submodel perkembangan, pertumbuhan, dan neraca air. Model ini merupakan model mekanistik yang dapat menjelaskan proses-proses yang berhubungan dengan pertumbuhan, perkembangan dan neraca air tanaman kentang sesuai dengan percobaan lapang berdasarkan masukan yang diberikan. Penyusunan ketiga submodel telah divalidasi, dan dapat mensimulasi perkembangan tanaman, LAI, biomassa, dan kadar air tanah tanaman kentang sesuai pengamatan dan pengukuran lapang. Kentang varietas Granola yang ditanam di daerah Galudra pada tanggal 21 Februari 2010 dengan suhu rata-rata sebesar 21,5 o C memerlukan umur selama 86 hari untuk mencapai panen tanggal 22 Mei 2010, sedangkan pada model memerlukan umur selama 88 hari. Kentang varietas Atlantis dan Granola yang ditanam di daerah Kerinci tanggal 22 Mei 2011 dengan suhu udara rata-rata sebesar 19,0 o C, memerlukan umur 115 hari Atlantis dan 101 hari Granola. Sebagai perbandingan, model memprediksi 133 hari Atlantis dan 110 hari Granola. Perbedaan yang nyata untuk varietas Atlantis uji t menunjukkan perbedaan yang nyata mungkin disebabkan penggunaan nilai suhu dasar 10 o C untuk semua fase perkembangan dan nilai yang sama untuk kedua varietas yang mungkin kurang tepat. Namun demikian, pengujian menggunakan plot 1:1 menunjukkan sebaran data berada sekitar plot 1:1 dengan nilai R 2 Selama pertumbuhan, tanaman menggunakan sebagian biomassa masing- masing organ untuk respirasi pertumbuhan dan respirasi pemeliharaan yang merupakan fungsi berat organ dan suhu udara. Setelah fase vegetatif, seluruh biomassa hasil fotosintesis dialokasikan ke umbi dan ini mengakibatkan massa daun dan batang menurun sampai panen. 0,80. Hasil pengujian LAI dengan uji t berpasangan antara prediksi model dan observasi menunjukkan hasil pengujian tidak berbeda nyata pada varietas Granola dan berbeda nyata pada Atlantis. Pengujian dengan uji t berpasangan biomassa akar, batang, daun, dan umbi pada varietas Granola antara prediksi model dan observasi tidak berbeda nyata P 0,05 kecuali biomassa daun Galudra berbeda nyata P 0,05. Pengujian biomassa batang dan umbi pada varietas Atlantis menunjukkan prediksi model dan observasi tidak berbeda nyata dan berbeda nyata pada biomassa akar dan daun. Pengujian menggunakan plot 1:1 peubah-peubah pertumbuhan tanaman LAI, biomassa akar, batang, daun, dan umbi varietas Granola dan Atlantis menunjukkan sebaran data berada sekitar garis 1:1. Hubungan antara prediksi model dengan observasi memiliki nilai R 2 yang juga cukup tinggi 0,80. Pengujian ini menunjukkan bahwa meskipun berdasarkan uji t-berpasangan terdapat perbedaan yang nyata antara prediksi model dan pengukuran lapang untuk beberapa variabel yang diuji, namun secara umum model dapat memprediksi komponen pertumbuhan dan hasil tanaman pada kedua varietas. Pengujian menggunakan uji t-berpasangan untuk kadar air tanah daerah Galudra dan Kerinci menunjukkan prediksi model tidak berbeda nyata dengan observasi pada kedua varietas. Di samping itu, sebaran data menyebar sekitar plot 1:1 dengan nilai R 2 Berdasarkan validasi model tersebut, model simulasi tanaman kentang yang disusun dapat mensimulasi proses dari setiap periode fase perkembangan tanaman, produksi biomassa dari masing-masing organ tanaman berupa akar, batang, daun, dan umbi, LAI dan kadar air tanah seperti pengukuran lapang. Namun demikian, model mempunyai keterbatasan karena model adalah penyederhanaan sistem sehingga tidak menjelaskan seluruh proses pada sistem tersebut melainkan hanya menggambarkan proses tertentu sesuai tujuan model tersebut. Dalam hal ini model tidak dapat memprediksi pengaruh kesuburan tanah serta serangan hama dan penyakit tanaman. yang juga cukup tinggi 0,88 dan 0,85. Dengan demikian model dianggap mampu memprediksi fluktuasi kadar air tanah harian selama pertumbuhan tanaman kentang sesuai pengukuran lapang pada daerah Galudra dan Kerinci. Model simulasi tanaman kentang yang telah disusun ini mempunyai keunggulan sebagai alat analisis kuantitatif dibandingkan hasil penelitian agronomi di lapangan khususnya dalam penghematan waktu dan biaya. Keunggulan lain dari model simulasi kentang ini yaitu dapat diterapkan pada musim dan ketinggian tempat yang berbeda-beda di atas 800 m dpl, asalkan asumsi-asumsi yang ada dipenuhi. Pernyataan tersebut sejalan dengan Soerianegara 1978, bahwa keuntungan penggunaan model dalam penelitian dengan pendekatan analisis sistem, yakni 1 memungkinkan kita melakukan penelitian yang bersifat lintas sektoral dengan ruang lingkup yang lebih luas, 2 mampu menentukan tujuan kegiatan pengelolaan dan perbaikan terhadap sistem yang dihadapi, 3 dapat dipakai untuk melakukan eksperimentasi atau skenario tanpa mengganggumemberikan perlakuan tertentu terhadap sistem, 4 dapat dipakai untuk menduga kelakuan dan keadaan sistem pada masa mendatang dan atau menyusun suatu skenario yang mungkin terjadi pada sistem tersebut, dan 5 dari segi waktu dan biaya akan lebih efisien.