Teori Kutub Pertumbuhan TINJAUAN PUSTAKA

barang dan jasa-jasa. Jadi yang dijumlahkan adalah: upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung netto. Perhitungan metode pendapatan regional dengan cara tidak langsung dilakukan dengan cara mengalokasikan pendapatan nasional produk domestik brutoPDB ke masing-masing bagian wilayah, misalnya mengalokasikan PDB Indonesia ke setiap provinsi dengan menggunakan alokator tertentu. Alokator yang dapat digunakan adalah: nilai produksi bruto atau netto setiap sektor sub sektor, jumlah produksi fisik, tenaga kerja, penduduk, dan alat ukur tidak langsung.

3.4. Teori Kutub Pertumbuhan

Pada dasawarsa pertama pertengahan abad ke 20 dekade 50-an muncul teori-teori yang menyatakan pentingnya peranan pusat-pusat pertumbuhan, diantaranya adalah: 1 teori kutub pertumbuhan growth pole theory oleh François Perroux, 2 teori kutub pembangunan yang terlokalisasi localized development theory oleh Boudeville, dan 3 teori titik pertumbuhan growth point theory oleh Albert Hirschman Kutub pertumbuhan didefinisikan sebagai suatu gugus industri yang mampu membangkitkan pertumbuhan ekonomi yang dinamis dalam suatu sistem ekonomi tertentu, mempunyai kaitan yang kuat melalui hubungan input–output di sekitar leading industry propulsive industry atau industrial matrik. Menurut Perroux dalam Adisasmita 2005, terdapat elemen yang sangat menentukan dalam konsep pertumbuhan, yaitu pengaruh yang tidak dapat dielakkan dari suatu unit ekonomi terhadap unit-unit ekonomi lainnya. Perroux menganggap bahwa industri pendorong sebagai titik awal dan merupakan elemen esensial untuk pembangunan selanjutnya. Ada tiga ciri pokok yang mendasari industri pendorong, yakni : 1. Industri pendorong harus relatif besar kapasitasnya agar mempunyai pengaruh yang kuat, baik langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. 2. Industri pendorong harus merupakan sektor yang berkembang cepat. 3. Jumlah dan intensitas hubungannya dengan sektor-sektor lainnya harus penting, sehingga besarnya pengaruh yang ditimbulkan dapat diterapkan kepada unit-unit ekonomi lainnya. Peranan kutub pertumbuhan dalam pembangunan wilayah adalah sebagai penggerak pertumbuhan, yakni menyebarkan hasil-hasil pembangunannya ke wilayah pengaruh. Namun pengalaman dibeberapa negara menunjukkan bahwa peranan kutub pertumbuhan ini mengalami kegagalan, karena wilayah pusat pertumbuhan berada di kota-kota besar yang merupakan pusat konsentrasi penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi dan sosial, memiliki daya tarik yang cukup kuat bagi urbanisasi. Akibatnya, terjadi dampak negatif terhadap wilayah pengaruh, yang oleh Myrdal disebut backwash effect. Teori Kutub Pertumbuhan merupakan teori yang menjadi dasar dalam strategi dan kebijaksanaan pembangunan industri daerah yang banyak dijalankan diberbagai negara. Pada awalnya, konsep ini dianggap penting karena memberikan kerangka rekonsialiasi antara pembangunan ekonomi regional di wilayah pusat kota dan hinterland-nya Tetapi dalam praktek tidak seperti yang diharapkan karena wilayah pusat dampak tetesan trickle down effect kepada wilayah hinterland-nya ternyata jauh lebih kecil dari pada dampak polarisasi backwash effect sehingga pengurasan sumberdaya hinterland oleh pusat menjadi sangat menonjol. Gunnar Myrdal 1957 mengemukakan bahwa besarnya backwash effect yang lebih besar daripada spread effect akan menyebabkan ketimpangan antardaerah. Backwash effect disebabkan oleh adanya migrasi tenaga kerja dan modal dari daerah miskin ke daerah kaya. Sedangkan spread effect disebabkan oleh meningkatnya market share dari produk pertanian dan akan merangsang ke arah kemajuan teknik. Pendapat Myrdal didukung oleh Hirchman 1968 bahwa terjadinya trickle down effect dari daerah core ke daerah periphery yang lebih kecil daripada polarization effect akan menyebabkan semakin tingginya ketimpangan pendapatan antaradaerah.

3.5. Pertumbuhan Regional