SUB TOTAL A Daya Saing Jalan di Indonesia

25.75 km per tahun, selama masa krisis pasokan jalan tol relatif tidak mengalami pertumbuhan sehingga laju pertumbuhan adalah sama dengan nol, sedangkan pasca krisis, laju pasokan rata-rata jalan tol di Indonesia adalah 9.25 km per tahun. Tabel 7. Ruas Jalan Tol yang Sudah Beroperasi Sampai dengan Tahun 2008 No Jalan Tol Panjang km Mulai Operasi Jalan Akses Utama A JASA MARGA 1 Jakarta-Bogor-Ciawi 50.00 9.00 1978 2 Jakarta-Tangerang 27.00 6.00 1988-1998 3 Surabaya-Gempol 43.00 6.00 1984 4 Jakarta-Cikampek 72.00 11.00 1986 5 Padalarang-Cileunyi 35.63 28.77 1986 6 Prof. DR. Soedijatmo 14.30 1986 7 Lingkar Dalam Kota Jakarta 23.55 1988 8 Balmera 33.70 9.00 1989, 1996 9 Semarang seksi A,B,C 24.75 1987,1983, 1998 10 Ulujami-Pondok Aren 5.55 2001 11 Cirebon-Palimanan 26.30 1998 12 JORR W2 Selatan Pond.Pinang-Veteran 1996 JORR E1 Selatan Taman Mini-Hankam Raya 16.77 1998 JORR E2 Cikulir-Cakung 2000-2003 13 Cikampek-Padalarang I 17.50 2004 14 Cikampek-Padalarang II 41.00 2006 15 JORR E1-3,W2-S2-E3,E1-4 14.35 2006 16 JORR Selatan Pond.Pinang- Taman Mini 14.25 1995-1996 TOTAL 459.65

69.77 SUB TOTAL A

529.42 B SWASTA 1 Tangerang-Merak 73.00 1987-1996 2 Ir.Wiyoto Wiyono, Msc. 15.50 1990 3 Surabaya-Gersik 20.70 1989-1996 4 Harbour Road 11.55 1995-1996 5 Ujung Pandang Tahap 1 6.05 1998 6 Serpong-Pondok Aren 7.25 1999 7 SS Waru-Bandara Juanda 12.80 2008 8 Makassar seksi IV 11.60 2008 SUB TOTAL B 158.45 SUB TOTAL A 529.42 SUB TOTAL A + B 687.87 Sumber: Bina Marga, 2008 Pada kondisi sebelum krisis laju pasokan jalan tol terkecil 11.80 km per tahun adalah pada periode awal 1978–1983 selain karena baru mulai juga sumber dana terbesar adalah dari anggaran pemerintah, sedangkan laju pasokan terbesar 36.25 km per tahun adalah pada periode kedua 1983–1987 dimana sumber dana berasal dari pinjaman luar negeri dan penerbitan obligasi Jasa Marga.

2.4. Daya Saing Jalan di Indonesia

Beberapa badan internasional telah melakukan survei secara global lebih dari 100 negara, untuk melihat tingkat daya saing negara dalam kaitannya dengan parameter produksi yang menjadi tujuan utama pembagunan infrastruktur jalan. World Economic Forum, merupakan salah satu badan internasional yang melakukan review serta survei pada 130 negara, dalam kaitannya dengan peranan sektor jalan terhadap daya saing negara, serta Logistic Performance Index LPI, yaitu studi yang dilakukan bersama antara World Bank, pelaku ekonomi transportasi, penyedia jasa logistik dan akademisi. Asian Development Bank ADB, juga melakukan survei tentang peran sektor jalan sebagai bagian dari infrastruktur dalam kaitannya dengan pertumbuhan maupun perkembangan ekonomi suatu wilayah. Studi ini mempergunakan patokan Indonesia tahun 2025 menjadi negara independent dan high economies, untuk itu diperlukan usaha- usaha konkrit dalam kaitannya dengan strategi penyelenggaraan infrastruktur. World Economic Forum analisis daya saing telah berdasarkan pada Global Competitiveness Index GCI sejak tahun 2005, indeks yang sangat komprehensif yang mencakup dasar-dasar mikroekonomi dan makroekonomi daya saing nasional. GCI menunjukkan sejauhmana daya saing nasional merupakan fenomena yang kompleks, yang dapat ditingkatkan hanya melalui serangkaian reformasi dalam bidang yang berbeda yang mempengaruhi produktivitas jangka panjang suatu negara, mulai dari tata pemerintahan yang baik dan stabilitas makroekonomi dengan efisiensi pasar faktor produksi, adopsi teknologi dan inovasi potensi, dikelompokkan menjadi 12 pillars of competitiveness Tabel 8.. Tabel 8. Faktor Kunci dan Persentase Dua Belas Pilar Daya Saing Sumber : Global Competitiveness Index Global Competitiveness Index telah digunakan oleh negara-negara dan lembaga-lembaga untuk benchmark nasional yang jelas dan intuitif competitiveness. Struktur kerangka GCI berguna bagi reformasi kebijakan prioritas karena memungkinkan negara untuk menentukan kekuatan dan kelemahan dari lingkungan dan daya saing nasional untuk mengidentifikasi Faktor Kunci Faktor-faktor Persen Kunci Faktor Penggerak Ekonomi Persyaratan Dasar Basic Requirement Institusi 25 Infrastruktur 25 Stabilitas makroekonomi 25 Kesehatan dan pendidikan dasar 25 Kunci Efisiensi Penggerak Ekonomi Meningkatkan Efisiensi Efficiency enhancers Meningkatkan pendidikan dan pelatihan 15 Efisiensi komoditas pasar 15 Efisiensi pasar tenaga kerja 15 Pasar finansial 15 Teknologi 15 Ukuran pasar 15 Inovasi dan Faktor Sophistikasi Kunci Inovasi Penggerak Ekonomi Bisnis 50 Inovasi 50 134 113 93 73 53 33 13 S ingapor e M a la ysi a T hai land Indone si a F ilip h in a V iet nam K am boj a Inf ra s tr uk tur 134 113 93 73 53 33 13 P e ri ngk a t K u al it as Jal an Tahun Tahun 2009 Kualitas Jalan Pilar Infrastruktur Tahun 2008 Tahun 2009 1 1 P e ri ngk a t 2008 B runei D ar rus al am faktor-faktor yang paling menghambat pembangunan ekonomi mereka. Lebih spesifik lagi, GCI menyediakan wadah untuk dialog antara pemerintah, bisnis dan masyarakat sipil yang dapat berfungsi sebagai katalis untuk meningkatkan produktivitas reformasi, dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup warga negara di dunia. Sumber : World Bank, 2010 Gambar 12. Perbandingan Peringkat Negara ASEAN Terhadap Dunia dalam Pilar Infrastruktur dan Kualitas Jalan Tahun 2008- 2009 World Competitiveness Yearbook 2008 menempatkan Indonesia pada ranking 55 dari 134 negara, dimana ketersediaan infrastruktur yang tidak memadai 16.4 merupakan penyumbang kedua sebagai faktor problematik dalam melakukan usaha setelah birokrasi pemerintah yang tidak efisen 19.3. Dalam hal ketersediaan infrastruktur Indonesia berada pada rangking 86, sedangkan untuk jalan berada pada ranking 105. Tabel 9. Tingkat Kompetitif Indonesia Dibandingkan dengan Negara-negara Tetangga Tahun 2008 Faktor penilaian China Indonesia Malaysia Filipina Singapura Global competitiveness Index 30 55 21 71 5 Kualitas infrastruktur keseluruhan 58 96 19 94 2 Kualitas jalan 51 105 17 94 3 Kualitas jalan KA 28 58 17 85 10 Kualitas pelabuhan 54 104 16 100 1 Kualitas infrastruktur moda udara 74 75 20 89 1 Sumber: World Economics Forum, 2008 diolah khusus untuk 5 negara Pada tahun 2009, terjadi peningkatan peringkat dimana Indonesia berada pada posisi 54 dari 131 negara. Untuk ketersediaan infrastruktur Indonesia berada pada rangking 84, sedangkan untuk jalan berada pada ranking 94. Ketersediaan infrastruktur 14.8 tetap berada peringkat kedua sebagai faktor problematik dalam melakukan usaha setelah birokrasi pemerintah yang tidak efisen 20.2. Tabel 10. Tingkat Kompetitif Indonesia Dibandingkan dengan Negara-negara Tetangga Tahun 2009 Faktor penilai China Indonesia Malaysia Filipina Singapura Global competitiveness Index 29 54 24 87 3 Kualitas infrastruktur keseluruhan 66 96 17 98 2 Kualitas jalan 50 94 24 104 1 Kualitas jalan KA 27 60 19 92 9 Kualitas pelabuhan 61 95 19 112 1 Kualitas infrastruktur moda udara 80 68 27 100 1 Sumber: World Economics Forum, 2009 diolah khusus untuk 5 negara Melihat peringkat competitiveness index dari tahun 2008 sampai dengan 2009 berturut-turut dari Tabel 9, Tabel 10 dan Tabel 11, apabila berkonsentrasi pada Global Competitiveness Index GCI Indonesia, dari tahun 2008 yang semula peringkat 55, meningkat satu peringkat pada tahun 2009 menjadi 54, pada tahun 2010 meningkat cukup tajam menjadi peringkat 44. Sedangkan empat negara lainnya, Singapura dari peringkat 5 menjadi peringkat 3 besar dan rata-rata kualitas infrastruktur secara umum dalam mendorong poin GCI Tabel 11. Tingkat Kompetitif Indonesia Dibandingkan dengan Negara-negara Tetangga Tahun 2010 Faktor penilai China Indonesia Malaysia Filipina Singapura Global competitiveness Index 27 44 26 85 3 Kualitas infrastruktur keseluruhan 72 90 27 113 3 Kualitas jalan 53 84 21 114 1 Kualitas jalan KA 27 56 20 97 6 Kualitas pelabuhan 61 95 19 112 1 Kualitas infrastruktur moda udara 80 68 27 100 1 Sumber: World Economics Forum, 2010 diolah khusus untuk 5 negara Negara Indonesia, walaupun secara umum kualitas infrastruktur jalannya meningkat dari ranking 105, menjadi 94 2009 dan meningkat lagi menjadi 84 2010, akan tetapi angka yang diperoleh masih jauh dibandingkan angka dari GCI, ini berarti kualitas jalan bukanlah faktor pendorong dari competitiveness akan tetapi faktor penghambat. Sumber: World Economics Forum, 2010 Gambar 13. Perubahan Sistem Distribusi Berdasarkan Peringkat Logistic Performance Index Tahun 2010 Tinggi Logistik Modern Transformal Logistik Distribusi Tradisional Rendah Pergeseran P eri n gk at L P I Dibandingkan dengan Filipina, apabila dilihat dari daftar 2008, 2009 dan 2010 seluruh aspek kualitas infrastruktur masih dibawah dari GCI dan posisi Indonesia lebih baik dibandingkan dengan Filipina. Melihat dan membandingkan hasil competitiveness index dengan Logistic Performance Index LPI, bukanlah membandingkan apple to apple, tetap relevan dalam kaitannya dengan peranan sektor jalan dalam pembangunan ekonomi. LPI tingkatan rendah berarti sistem distribusi masih digolongkan tradisional, sedangkan pada LPI dengan angka yang tinggi, mempergunakan logistik modern yang secara diagram dapat digambarkan seperti terlihat pada diagram di atas Gambar 13. Tabel 12. Peringkat Indonesia Berdasarkan Logistic Performance Index Dibandingkan dengan Negara Tetangga Tahun 2010 Negara LPI Customs bea cukai Infrastruktur Intl ship Logistic competititive Tracking Tracing Time liness Malaysia 3.44 3.11 3.50 3.50 3.34 3.32 3.86 Thailand 3.29 3.02 3.16 3.27 3.16 3.41 3.73 Filipina 3.14 2.67 2.57 3.40 2.95 3.29 3.83 Vietnam 2.96 2.68 2.56 3.04 2.89 3.10 3.44 Indonesia 2.76 2.43 2.54 2.82 2.47 2.77 3.46 Sumber: World Bank, 2010 Melihat data pada Tabel 12, tahun 2010 terlihat bahwa secara overall, Indonesia masih tergolong pada transformal logistik, berada pada ranking terbawah dari beberapa negara yakni angka LPI 2.76, yang artinya lebih buruk dari Filipina lebih buruk dari Vietnam. Sedangkan apabila kita melihat dari salah satu aspek penilaian yakni infrastruktur, terlihat bahwa Indonesia tetap terburuk dibandingkan dengan 4 negara lainnya. Pada Tabel 13 dapat dilihat data kualitatif kondisi infrastruktur indonesia dengan negara-negara tetangga per sektor dari LPI. Tabel 13. Kondisi Infrastruktur Indonesia Dibandingkan dengan Negara-negara Tetangga Tahun 2010 Negara Pelabuhan Bandar udara Jalan KA Jalan Indonesia Jelek Sedang Baik Sedang Malaysia Baik Baik Baik Baik Filipina Sedang Sedang Sedang Sedang Vietnam Sedang Sedang Sedang Sedang Thailand Baik Baik Baik Baik Sumber: World Economics Forum, 2010 Kondisi penyelenggaraan per sektor dapat dilihat bahwa yang terbaik adalah jalan kereta di Indonesia, sedangkan sektor jalan karena adanya kemacetan pada jalan-jalan kota terutama kota Jakarta dan Surabaya, serta akses ke pelabuhan tanjung priok menyebabkan rating Indonesia menjadi sedang, berada dibawah Malaysia dan Thailand, sedangkan Filipina dan Vietnam sama dengan Indonesia pada peringkat sedang. Kinerja sektor logistik Indonesia masih belum optimal, karena masih tingginya biaya logistik dan perlunya peningkatan kualitas pelayanan. Berdasarkan survei LPI dari Bank Dunia pada tahun 2007, Indonesia berada pada peringkat ke-43 dari 150 negara yang disurvei, di bawah Singapura urutan ke-1, Malaysia urutan ke-27 dan Thailand urutan ke-31. Sedangkan dalam survei Bank Dunia pada tahun 2009, posisi Indonesia turun drastis menjadi peringkat ke- 75, dan masih tetap berada di bawah kinerja beberapa negara ASEAN lainnya Menko Perekonomian, 2009. Survei tersebut juga mengungkapkan indeks biaya logistik domestik Indonesia berada di urutan ke-93, hal ini berarti bahwa biaya logistik domestik di Indonesia masih tinggi. Rendahnya kinerja sistem logistik nasional ditandai dengan: 1. masih terjadinya kelangkaan stok dan fluktuasi harga kebutuhan bahan pokok masyarakat, terutama pada hari-hari besar nasional dan keagamaan. 2. masih tingginya disparitas harga pada daerah perbatasan, terpencil dan terluar 3. masih rendahnya tingkat penyediaan infrastruktur baik kuantitas maupun kualitas. 4. masih adanya pungutan tidak resmi dan biaya transaksi yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. 5. masih tingginya waktu pelayanan ekspor dan impor dan adanya hambatan operasional pelayanan di pelabuhan. 6. masih terbatasnya kapasitas dan jaringan pelayanan penyedia jasa logistik nasional. Ranking regional akses Jasa Infrastruktur di Indonesia dibandingkan dengan kisaran regional dalam laporan Bank Dunia tahun 2007 Tabel 14 terlihat bahwa untuk Jalan Raya Indonesia 1.7 sedangkan kisaran regional 8-32, masih tertinggal. Tabel 14. Ranking Regional Akses Jasa Infrastruktur di Indonesia Tahun 2007 Infrastruktur Indonesia Kisaran Regional Rasio Penggunaan Listrik 53 11-12 Akses Sanitasi 55 7-11 Akses Air Bersih 14 7-11 Jalan Raya 1.7 8-32 Sumber: World Bank, 2007 Indonesia Public Expenditure Review 2007 yang disusun oleh Bank Dunia Tabel 15, bahwa efisiensi kota-kota di Indonesia menurun disebabkan kemacetan. Saat ini, kemacetan terjadi di 43 jaringan jalan di Jawa dengan persentase kemacetan yang paling tinggi terjadi di Jakarta yang mengakibatkan waktu tempuh dan biaya semakin lama dan tinggi, kemacetan diperkirakan akan meningkat menjadi 55 pada jaringan jalan tersebut pada tahun 2010. Tabel 15. Kenaikan Kemacetan Jalan di Indonesia dari Tahun 1998-2005 Indikator 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Perubahan 1998-2005 Jalan Perkerasan Total 47.3 57.1 57.1 58.9 57.6 58.3 - 60.5 28 Sepeda Motor 1000 Populasi 87.9 89.5 92 100.1 108.5 118.7 133.2 158.2 80 Sumber: World Bank, 2007 Keseluruhan jaringan jalan meningkat 12 antara tahun 2000-2004, sedangkan proporsi jalan dengan perkerasan paved roads naik 28 sejak 1998. Dalam periode yang sama, jumlah kendaraan bermotor per 1000 penduduk naik menjadi 80. Paved roads Antarnegara Tahun 2007 Gambar 14. dalam laporan Bank Dunia 2007 posisi Indonesia diantara negara-negara ASEAN masih lebih baik dari Filipina namun masih tertinggal dari Thailand. Hambatan-hambatan ataupun potensi Indonesia apabila ingin menjadi negara dengan penghasilan tinggi, dan hambatan-hambatan yang menjadi titik pemikiran untuk dapat diperbaiki ataupun dieliminasi dalam kaitannya dengan infrastruktur adalah sebagai berikut: 1. infrastruktur yang tidak memadai dan berkualitas rendah terutama pada jaringan transportasi dan penyediaan listrik, serta penyediaan irigasi di beberapa provinsi. 2. kelemahan pada tata kelola pemerintahan dan institusi, terutama pada kontrol terhadap korupsi, peningkatan efektivitas pemeintahan dan pencegahan terhadap aksi terorisme dan kekerasan. 3. akses pendidikan yang tidak merata dan kualitas pendidikan yang rendah ADB, 2010. Sumber : World Bank, 2007 Gambar 14. Proporsi Jalan dengan Perkerasan Antarnegara Tahun 2007 Sektor jalan terlihat bahwa tingkat ketertarikan terhadap investasi merupakan hal-hal penting yang sangat menjadi bahan pertimbangan investasi LPEM-UI, 2007 dalam survei tersebut didapatkan bahwa jaringan transportasi merupakan hambatan dalam berinvestasi di Indonesia. Karena moda transportasi darat yang buruk mengakibatkan penambahan waktu pengiriman. Sumber: BPS 2008b dan World Bank, 2008 Gambar 15. Rasio Jalan di Indonesia Dibandingkan dengan Negara- negara Tetangga Tahun 2008 97 91 58 22 14 8 4 82 69 57 48 16 15 20 40 60 80 100 120 T hai land C hi na Indones ia P h illip in e s Laos M ongol ia C am bodi a Ea s t As ia P a s if ic Ea s t E ur opa S out h A s ia M id d le Ea s t Su b S ahar an Lat in A m er ic an 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 Semua JalanKm2 Jalan AspalKm2 Semua Jalan100 orang Jalan Aspal100 orang Indonesia Thailand Malaysia Vietnam Filipina ADB 2010 mengatakan bahwa transportasi darat merupakan hambatan utama, terutama apabila dikaitkan dengan waktu kerusakan jalan. Rasio jalan per orang di Indonesia masih tergolong dalam rasio terendah, sedangkan rasio jalan di aspal per 100 orang Indonesia merupakan terendah kedua setelah Filipina Gambar 15

2.5. Harga Satuan Penanganan Jalan