97
3.10. Konsep dan Aplikasi Model SAM
Social Accounting Matrix SAM atau Sistem Neraca Sosial Ekonomi SNSE adalah suatu sistem data yang memuat data-data sosial dan ekonomi
dalam sebuah perekonomian. Sumber-sumber data untuk membuat SNSE adalah dari tabel input-output tabel I-O, statistik pendapatan nasional serta statistik
pendapatan dan pengeluaran rumahtangga. Oleh karena itu SNSE kelihatan lebih lengkap dibandingkan tabel I-O dan statistik pendapatan nasional, dengan
menunjukkan berbagai jenis transaksi dalam suatu perekonomian. Tabel I-O hanya merekam transaksi ekonomi tanpa menunjukkan latar belakang sosial dari
pelaku transaksi tersebut. Sementara SNSE berupaya melakukan klasifikasi berbagai institusi berdasarkan latar belakang sosial ekonomi pada suatu
perekonomian atau aktivitas fungsional. Sadoulet dan de Janvry 1995 juga mengungkapkan bahwa model SNSE
ini sesungguhnya merupakan perluasan dari input-output model model I-O. Ruang lingkup pemotretannya jauh lebih luas dan terperinci dibandingkan dengan
model I-O. Dalam model I-O yang dipaparkan hanyalah arus transaksi ekonomi dari sektor produksi ke sektor faktor-faktor produksi, rumahtangga, pemerintah,
perusahaan dan luar negeri. Sedangkan dalam model SNSE hal tersebut didisagregasi secara lebih rinci. Misalnya, rumahtangga dapat didisagregasi
berdasarkan tingkat pendapatan atau kombinasi dari tingkat pendapatan dan lokasi pemukiman dan seterusnya. Disamping itu, dalam model SNSE dapat di
masukkan beberapa variabel makroekonomi, seperti pajak, subsidi, modal dan sebagainya. model SNSE dapat menggambarkan seluruh transaksi makroekonomi,
sektoral dan institusi secara utuh dalam sebuah neraca, perhatikan Tabel 18.
Tabel 18. Structure of Social Accounting Matrix
Pendapatan PENGELUARAN
1 2
3 4
5 6
7
Aktivitas Komoditi
Tenaga Kerja
Modal Rumahtangga
Perusahaan Pemerintah
Modal Rest of
World Jumlah
1. Aktivitas Penjualan
Dalam Negeri Subsidi
Ekspor Ekspor
Produksi 2. Komoditi
Intermediate Demand
Konsumsi Rumahtangga
Konsumsi Pemerintah
Investasi Permintaan
Daerah 3. Faktor-faktor
Tenaga Gaji
Factor Income
from Abroad
GNP Biaya Produksi
Modal Pinjaman
4. Institusi Rumahtangga
Labor Income
Distribusi Keuntungan
Transfer Antar- rumahtangga
Transfer Transfer
Transfers From
Abroad Pendapatan
Rumahtangga Perusahaan
Bukan Distribusi
Keuntungan Transfer
Transfer Pendapatan
Perusahaan
Pemerintah Pertambahn
Nilai Pajak Pajak tidak
langsung
Pajak Keamanan
Sosial
Pajak Keuntungan
Pajak Langsung
Pajak Pendapatan
Pemerintah 5. Modal
Simpanan Rumahtangga
Simpanan Perusahaan
Simpanan Pemerintah
Transfer Modal
Jumlah Simpanan
6. Rest of World Impor
Faktor Pmbyran
Impor Jumlah
Produksi Permintaan
Dalam Negeri Faktor luar
Pengeluaran Rumahtangga
Pengeluaran Perusahaan
Pengeluaran Pemerintah
Jumlah Investasi
Foreign
Exchang
e Earning
Sumber : Sadoulet dan de Janvry 1995
98
SNSE pada dasarnya merupakan sebuah matrik berbentuk bujur sangkar yang menggambarkan arus moneter dari berbagai transaksi ekonomi. Kolomnya
menjelaskan pengeluaran expenditure, baris menunjukkan penerimaan receipt. Salah satu karakteristik yang fundamental dan menjadi ciri khas dari SNSE adalah
kemampuannya untuk menyajikan dan mengungkapkan secara komprehensif dan konsisten mengenai hubungan-hubungan ekonomi pada tingkatan produksi,
faktor-faktor dan institusi, yang terdiri dari pemerintahan, rumahtangga dan swasta. Dengan demikian SNSE dapat menggambarkan seluruh transaksi, sektoral
dan institusi secara utuh dalam sebuah neraca Chulu dan Wobst, 2001. Ada enam tipe neraca dalam sebuah matrik SNSE yang lengkap, yaitu
1 aktivitas, 2 komoditas commodities, 3 faktor-faktor produksi tenaga kerja dan modal, 4 institusi domestik yang terdiri dari rumahtangga
household, perusahaan firms dan pemerintah government, 5 modal, dan 6 rest of the world Sadoulet dan de Janvry, 1995; Thiele dan Piazolo, 2001, hal ini
dapat dilihat pada Tabel 18. Neraca-neraca yang ada dapat dikelompokkan menjadi neraca endogen
dan eksogen. Pada lima neraca pertama dikelompokkan sebagai neraca endogen, sedangkan neraca keenam menjadi neraca eksogen yang dapat mempengaruhi
besar kecilnya perubahan peningkatan atau penurunan neraca endogen pada saat dilakukan atau diberikan suatu injeksi pada neraca tersebut.
Sedangkan dalam kerangka dasar SNSE Indonesia terdapat 4 neraca utama, yaitu 1 neraca faktor produksi, 2 neraca institusi, 3 neraca sektor
produksi, dan 4 neraca eksogen yang terdiri dari neraca modal dan rest of the world ROW Daryanto, 2001. Masing-masing neraca tersebut menempati lajur
baris dan kolom. Perpotongan antara suatu neraca dengan neraca lainnya memberikan arti tersendiri lihat Tabel 19.
Tabel 19. Kerangka Dasar SNSE Indonesia
Pengeluaran Penerimaan
Neraca Endogen Neraca
Eksogen Jumlah
Faktor Institusi
Sektor 1
2 3
4 5
N e
rac a E
n doge
n
Faktor Produksi
1 T
T
13
Alokasi nilai tambah ke faktor
produksi
Y
14
Pendapatan faktor
produksi dari luar negeri
1
Distribusi pendapatan
faktorial
Institusi 2
T T
21
Alokasi pendapatan
faktor ke institusi
22
Transfer antar- institusi
T Y
24
Transfer dari luar negeri
2
Distribusi pendapatan
institusional
Sektor Produksi
3 T
T
32
Penerimaan domestik
33
T
Penerimaan antara
Y
34
Ekspor dan investasi
3
Total output menurut
sektor produksi
Neraca Eksogen
4 I
I
1
Alokasi pendapatan
faktor ke luar negeri
I
2
Tabungan pemerintah
swasta dan rumahtangga
3
I
Impor dan pajak tak langsung
Y
4
Transfer lainnya
4
Total penerimaan
neraca lainnya
Jumlah 5
Y’ Y’
1
Distribusi pengeluaran
faktor
Y’
2
Distribusi pengeluaran
institusi
Y’
3
Total input
4
Total pengeluaran
lainnya
Sumber : Daryanto 2001
Neraca faktor-faktor produksi, termasuk didalamnya adalah tenaga kerja dan modal. Dibaca secara baris neraca ini memperlihatkan penerimaan-
penerimaan yang berasal dari upah dan sewa, selain itu juga menggambarkan pendapatan remitance dan pendapatan modal. Sedangkan secara kolom
menunjukkan adanya revenue yang didistribusikan ke rumahtangga sebagai pendapatan tenaga kerja, distribusi ke perusahaan dan keuntungan yang bukan
dari perusahaan, serta keuntungan perusahaan setelah dikurangi pembayaran pemerintah,
neraca institusi mencakup rumahtangga, perusahaan dan pemerintahan.
Dalam hal ini rumahtangga akan didisagregasi ke dalam kelompok- kelompok sosial ekonomi yang saling berbeda tingkatannya. Penerimaan
rumahtangga antara lain datang dari pendapatan faktor-faktor produksi, berbagai macam bentuk transfer seperti transfer pendapatan diantara rumahtangga itu
sendiri, pendapatan dari pemerintah dan dari perusahaan biasanya berupa asuransi atau dari luar negeri.
Sementara itu pengeluaran rumahtangga ditujukan untuk konsumsi barang-barang dan pajak pendapatan, serta sebagian dimasukan untuk saving
dalam neraca modal. Pada perusahaan, penerimaannya berasal dari keuntungan
yang diperoleh dan sebagian dari transfer, sedangkan pengeluarannya kepada pembayaran pajak dan transfer, untuk pemerintah pengeluarannya berupa subsidi,
konsumsi barang dan jasa, transfer ke rumahtangga dan perumahan sebagian juga berupa saving, di sisi lain penerimaannya berasal dari pajak dan transfer
pendapatan dari luar negeri.
Neraca aktivitas activity atau sektor produksi production merupakan neraca yang menjelaskan tentang transaksi pembelian bahan-bahan mentah,
barang-barang antara dan sewa untuk memproduksi suatu komoditi. Dibaca secara kolom semua transaksi tersebut merupakan pengeluaran yang meliputi permintaan
antara, upah, sewa dan value added dari pajak. Sedangkan pada baris semua transaksi dianggap sebagai penerimaan yang meliputi penjualan domestik, subsidi
ekspor dan penerimaan. Neraca terakhir adalah neraca eksogen yang memuat neraca modal dan
transaksi luar negeri atau rest of world. Dalam neraca modal sisi penerimaan secara baris berupa pemasukan dalam bentuk tabungan rumahtangga, swasta dan
pemerintah. Sementara sisi pengeluaran secara kolom, berupa neraca komoditi berupa investasi. Transaksi antara domestik dengan luar negeri juga dicatat dalam
neraca terakhir yang memuat segala penerimaan yang berhubungan dengan luar negeri yang datang dari ekspor, transfer pendapatan institusi dari luar negeri,
transfer pendapatan dari faktor-faktor produksi dan pemasukan modal dari luar negeri. Sedangkan pengeluarannya berupa impor, pembayaran faktor-faktor
produksi dan transfer ke luar negeri. Jumlah pengeluaran dan penerimaan pada masing-masing neraca haruslah sama, hal ini menunjukkan bahwa dalam tabel
SNSE selalu terdapat keseimbangan dari masing-masing neraca. Dalam membangun sebuah struktur SNSE banyak dibutuhkan data, secara
umum data-data tersebut dapat diperoleh dari Biro Pusat Statistik BPS masing- masing negara. Kemudian, untuk melakukan disagregasi pada setiap neraca yang
berbeda kita membutuhkan tiga kumpulan data. Pertama, neraca aktivitas dan komoditi, biasanya dapat diambil dari tabel transaksi input-output. Kedua,
disagregasi value added dari pendapatan tenaga kerja dan keuntungan perusahaan, yang diperoleh melaui survei tenaga kerja dan sensus sektoral. Kesulitan yang
paling tinggi adalah sewaktu mengukur sektor-sektor aktivitas yang informal,
namun sebenarnya dapat diidentifikasikan melalui survei industri. Ketiga,
penentuan pendapatan dan pengeluaran institusi perusahaan dan rumahtangga, hal ini merupakan pekerjaan yang paling sulit juga sewaktu membentuk struktur
SNSE. Dari sisi pengeluaran kita mendapatkannya melalui survei konsumsi yang
ada dan pajak yang tersedia pada anggaran belanja negara, akan tetapi untuk penerimaan harus melakukan survei rumahtangga. Jika hal ini tidak tersedia, maka
dapat dikompromikan dengan menggunakan data-data survei pengeluaran keluarga atau distribusi pendapatan penduduk kota dan pedesaan serta survei
angkatan kerja dengan ketentuan survei tersebut juga memasukkan karakteristik anggota rumahtangga. Penerimaan dan pengeluaran perusahaan secara agregat
biasanya terdapat dalam neraca nasional, transfer antara pemerintah dan perusahaan, tersedia di statistik pemerintahan Sadoulet dan de Janvry, 1995.
McGrath 1987 mengungkapkan bahwa salah satu tujuan menyusun sebuah matrik SNSE adalah memperluas gambaran sistem pendapatan nasional
atau System of National Account SNA, melalui cara penggabungan SNA dengan data distribusi pendapatan. SNSE memberikan sebuah metode yang dapat
mengubah SNA dari statistik produksi menjadi statistik pendapatan, dengan cara demikian akhirnya SNSE itu lebih terfokus kepada pembahasan mengenai tingkat
kesejahteraan dari kelompok-kelompok sosial ekonomi yang berbeda. Dalam Gambar 22 dapat kita lihat bagaimana sirkulasi pendapatan itu
terjadi dalam suatu perekonomian, yang sering disebut pula sebagai bentuk makro dari SNSE. Berdasarkan gambar ini sumber pendapatan bagi perusahaan dan
rumahtangga di luar transfer pemerintah pada intinya berasal dari dua pasar yaitu pasar komoditi dan pasar faktor produksi. Perusahaan memperoleh
pendapatan dari pasar komoditi dan rumahtangga dari pasar faktor serta pemerintah memperoleh pendapatannya dari pajak.
Model SNSE menjadi alat analisis yang penting karena model tersebut mampu membangun skematis arus pendapatan dari sektor produksi ke kelompok-
kelompok rumahtangga dan disini terbukti SNSE merupakan alat yang paling jelas mengamati hubungan antara distribusi pendapatan dengan aktivitas produksi.
Hal ini sudah banyak ditunjukkan dalam berbagai studi yang menggunakan model SNSE,
misalkan studi yang dilakukan oleh Thiele dan Piazolo 2002.
Sumber : Chung-I Li 2002
Gambar 22. The Economy-Wide Circular Flow of Income Mereka telah membangun SNSE untuk negara Bolivia dengan fokus pada
aspek pendapatan. Dalam studi ini analisis SNSE dikaji melalui dua komponen yaitu distribusi pendapatan faktor-faktor produksi dan redistribusi pendapatan
antara kelompok-kelompok institusi. Hasil studinya menunjukkan bahwa 1
Pajak
Ekspor Impor
Transfer
Final goods Current
external balance
Intermediate Consumption
Penjualan Modal
Faktor Market
Aktivitas Rumah-
tangga Enterprises
Pemerintah
Pasar komoditas
Rest of World
Simpanan
Transfer
Tarif
Penambahan nilai
Pajak tak langsung
smallholders dan urban informals keduanya menguasai kurang lebih dua pertiga angkatan kerja, namun pendapatan totalnya kurang dari seperempat, 2 kelompok
rumahtangga yang kaya employer’s sedikitnya mempunyai pendapatan sepuluh kali lipat dibandingkan pendapatan untuk kelompok rumahtangga yang miskin
smallholders, 3 terjadi ketimpangan distribusi kekayaan yang cukup besar, dimana tenaga kerja yang terampil dan ahli employers memiliki aset yang lebih
banyak dibandingkan buruh smallholders pada pasar faktor, dan 4 kelompok rumahtangga yang miskin mempunyai empat karakteristik, yaitu tabungannya
rendah, investasi rendah dan partisipasinya rendah dalam sistem keuangan. Studi yang dilakukan oleh Llop dan Manresa 2002 juga menggunakan
SNSE di dalam menganalisis distribusi pendapatan regional antara agen-agen ekonomi institusi di Catlan. Multiplier SNSE mereka gunakan sebagai dasar
untuk menggambarkan proses pembentukan pendapatan process of income generation. Dengan teknik dekomposisi mereka juga melakukan identifikasi
perubahan-perubahan posisi agen-agen ekonomi, salah satu temuan penting dari studi ini adalah institusi pemerintah memang mempunyai pengaruh yang positif
terhadap proses distribusi pendapatan konsumen. Namun dalam sistem produksi pengaruhnya dapat negatif terhadap distribusi pendapatan.
Iqbal dan Siddiqui 1999 dengan menggunakan SNSE melakukan studi tentang dampak penerapan SAP Structural Adjustment Program terhadap
ketimpangan pendapatan di Pakistan. Studi ini bermaksud untuk menganalisis dampak kebijakan fiskal yang berkaitan dengan subsidi produksi dan konsumsi
serta subsidi kesehatan dan pendidikan pada berbagai tingkat pendapatan rumahtangga pedesaan dan perkotaan di Pakistan. Kesimpulan dari studi ini
adalah 1 pengurangan subsidi akibat penerapan SAP memberikan pengaruh yang sangat merugikan kepada kelompok rumahtangga yang berpendapatan
tinggi, kemudian disusul oleh kelompok rumahtangga miskin, baik di perkotaan maupun di perdesaan, 2 kontraksi pengeluaran pemerintah berdampak pada
penurunan pendapatan seluruh kelompok rumahtangga baik di perkotaan maupun perdesaan, dan 3 penurunan subsidi pemerintah di sektor pendidikan dan
kesehatan menurunkan aktivitas pendidikan dan kesehatan. Kelompok rumahtangga yang paling menderita dengan penurunan pengeluaran pemerintah
pada kedua sektor ini adalah kelompok rumahtangga miskin baik yang ada di perkotaan maupun perdesaan.
Studi lainnya yang menarik pula untuk dilihat adalah studi dari Townsend dan McDonald 1997 yang menggunakan SNSE untuk mengkaji kebijakan-
kebijakan yang mendukung sektor pertanian dan distribusi pendapatan di negara Afrika Selatan. Hasil studinya menunjukkan bahwa reformasi kebijakan-kebijakan
pertanian di negara Afrika Selatan selain sangat potensial untuk menstimulasi aktivitas sektor-sektor ekonomi lainnya, juga dapat menunjang program-program
pemerintah didalam mengurangi ketimpangan pendapatan. Kesimpulan yang hampir sama seperti di atas juga diutarakan oleh
Bautista 2000 yang mempelajari tentang strategi pembangunan berbasis pertanian agriculture based development strategy di wilayah Vietnam Pusat,
selanjutnya akan menggunakan analisis multiplier SNSE untuk mengamati dampak pembangunan pertanian terhadap distribusi pendapatan. Di sini studi
tersebut menunjukan bahwa pembangunan sektor pertanian pengaruhnya lebih besar terhadap rumahtangga yang berpendapatan rendah dibandingkan terhadap
rumahtangga yang berpendapatan tinggi, baik itu di daerah perdesaan maupun perkotaan. Pada akhir studinya didapat kesimpulan bahwa penerapan strategi
pembangunan yang berbasis pertanian di Vietnam Pusat sangat relevan, mengingat wilayah ini sarat dengan sektor pertanian. Di bawah strategi
pembangunan semacam itu, kenaikan sumberdaya masyarakat dapat dialokasikan ke sektor pertanian dan pedesaan yang nantinya akan meningkatkan produktifitas
sektor pertanian dan menaikkan pendapatan rumahtangga perdesaan, yang selanjutnya akan menciptakan kekuatan permintaan terhadap barang-barang
produksi non pertanian dalam pasar lokal. Kemudian Nokkala 2000, dalam studinya menggunakan analisis SNSE
untuk mengkaji secara khusus terhadap kebijakan Agricultural Sector Investment Program ASIP yang telah dikeluarkan oleh negara Zambia pada tahun 1992.
Studi ini menelaah empat alternatif pola pengeluaran dana invetasi sektor pertanian. Setiap pola dipresentasikan sebagai suatu skenario atau suatu
eksperimen kebijakan, sehingga ada empat skenario yang digunakan yaitu, 1 skenario implementasi aktual, 2 skenario implementasi optimal, 3 skenario full
expenditure pada pertanian non komersial, dan 4 skenario half expenditure pada pertanian komersial dan pertanian non komersial. Hasil studinya secara umum
menunjukkan bahwa kebijakan ASIP mampu meningkatkan produksi di sektor pertanian. Investasi yang lebih besar terhadap sektor pertanian komersial lebih
signifikan untuk menaikan produksi pertanian secara keseluruhan. Sementara untuk distribusi pendapatan kebijakan investasi terhadap pertanian non komersial
lebih tinggi pengaruhnya terhadap kenaikan pendapatan penduduk di perdesaan, khususnya bagi tenaga kerja yang tidak terlatih unskilled.
Untuk negara Indonesia sendiri, studi yang membahas tentang pendapatan dengan kajian SNSE pernah dilakukan oleh Bautista et al. 1999. Studi ini secara
khusus mengkaji tentang tiga alternatif pembangunan industri untuk negara Indonesia yaitu, 1 agrcultural demand-led, 2 food processing-based, dan 3
ligth manufacturing-based. Kesimpulan akhir dari studi ini adalah pembangunan industri yang berbasis pertanian agricultural demand-led ternyata pengaruhnya
lebih tinggi dan signifikan terhadap kenaikan GDP riil Indonesia, dibandingkan dengan pembangunan industri yang berorientasi pada pengolahan makanan dan
industri ringan. Selain itu distribusi pendapatan pada kelompok rumahtangga yang berpendapatan rendah memiliki pengaruh lebih besar terhadap kenaikan GDP.
Kemudian James dan Khan 1993 mengamati tentang kapasitas penyerapan tenaga kerja dalam program-program redistribusi pendapatan di
Indonesia. Analisisnya berdasarkan SNSE tahun 1975 yang dipublikasikan oleh BPS, kesimpulan studinya adalah redistribusi pendapatan yang terjadi dalam
kelompok rumahtangga miskin akan menghasilkan pengaruh secara langsung atau tidak langsung terhadap pendapatan tenaga kerja, baik itu berdasarkan
analisis secara agregasi maupun disagregasi. Akan tetapi, secara keseluruhan, pengaruhnya lebih besar dalam analisis tingkat disagregasi.
Studi yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian IPB 2002 yang mencoba merumuskan tentang Structural Adjustment Program SAP dan model
pembangunan pertanian di Indonesia, telah menggunakan kerangka SNSE sebagai salah satu alat analisisnya. Melalui analisis multiplier SNSE berhasil dibuat
rumusan tentang model pembangunan pertanian di Indonesia, yaitu model pembangunan Agriculture Based Development ABD pada sektor tanaman
pangan khususnya perkebunan dan sektor pertanian secara umum, termasuk agribisnis dan agroindustri. Di bawah strategi ini maka pertumbuhan ekonomi
dapat dipacu lebih tinggi dan selain itu upaya untuk mengurangi ketimpangan pembagian pendapatan melalui peningkatan pendapatan penduduk di pedesaan
dapat terlaksana dengan baik. Dalam konteks kedaerahan Sutomo 1995 melakukan analisis kemiskinan
rumahtangga dan pembangunan ekonomi yang terjadi di dua provinsi, yaitu Nusa Tenggara Timur NTT dan Riau, untuk melakukan hal tersebut, Sutomo
menggunakan perangkat SNSE sebagai kerangka kerja dan analisis. Hasil studinya ditemukan bahwa golongan rumahtangga bukan buruh di sektor
pertanian merupakan golongan rumahtangga paling miskin dalam ukuran relatif, baik di NTT maupun Riau. Selain itu distribusi pendapatan di kedua provinsi
tersebut dalam keadaan yang sangat tidak merata. Sementara itu Ropingi 1999 yang juga menggunakan SNSE mencoba
melakukan analisis keragaan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di kabupaten Boyolali. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, terungkap
bahwa untuk meningkatkan pendapatan buruh tani adalah dengan memberikan injeksi pada sektor tanaman padi, tanaman jagung, kehutanan, tanaman sayuran
dan buah-buahan serta sektor tanaman pertanian lainnya. Kelima alternatif tersebut baik dilihat secara absolut dampaknya terhadap pendapatan buruh tani
maupun secara relatif sebagai pangsa kenaikan pendapatan rumahtangga memberikan nilai terbesar, dibandingkan dengan sektor produksi lainnya.
Sementara itu Adelman dan Ralston 1992 dalam Daryanto 2001 dengan membangun SNSE untuk provinsi Jawa Barat, mereka telah melakukan
pengamatan tentang implikasi pertumbuhan dan distribusi pendapatan terhadap perubahan-perubahan market-oriented dan program-program pemerintah. Hasil
studinya menunjukkan bahwa saat kebijakan-kebijakan perubahan market- oriented menghasilkan tingkat pertumbuhan dan pendapatan rumahtangga yang
tinggi di Jawa Barat, ketimpangan pendapatan antara rumahtangga yang berpendapatan rendah diukur dalam kalori dan rumahtangga yang berpendapatan
tinggi juga semakin meningkat. Dakila dan Mizokami 2006 menyatakan bahwa pilihan lokasi investasi
infrastruktur transportasi menjadi variabel yang penting dalam pengambilan keputusan pada tingkat makro, bila akan menginvestasi dalam jumlah yang besar
pada proyek-proyek infrastruktur transportasi di negara berkembang yang mempunyai keterbatasan sumber dana seperti Filipina. Manfaat pada pilihan
investasi tersebut relatif terhadap biaya harus dapat terlihat, sehingga keputusan yang dihasilkan optimal. Penelitian yang dilakukan untuk mengamati perihal
tersebut yaitu dengan melakukan: 1 konstruksi Social Accounting Matrix SAM lima wilayah sebagai database untuk guncangan simulasi kebijakan.
Sebelumnya, juga dibangun SAM single region dan bi-region SAM, 2 membangun first transport-oriented Spatial Computed General Equilibrium
SCGE model untuk Filipina. Model Ini akan digunakan untuk mengenerate perkiraan kuantitatif keuntungan investasi infrastruktur transportasi seluruh
region dan rumah tangga, dan 3 pengenalan fungsi impedansi, yang mengintegrasikan konsep-konsep dalam teknik transportasi dan ekonomi di dalam
suatu model.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa keuntungan investasi infrastruktur transportasi menyebar ke daerah lain dan tidak terbatas pada daerah
asal investasi dibuat. Ada spillover signifikan dan efek ekuitas intervensi kebijakan seperti peningkatan kapasitas transportasi dan teknologi perbaikan di
sektor transportasi. intervensi tersebut mempengaruhi pola spasial ekonomi manfaat, nilai manfaat ekonomi di seluruh sektor produksi, dan distribusi manfaat
antara kelompok pendapatan rumah tangga. Sebagai kesimpulan, penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan tata ruang yang tepat mencakup pilihan lokasi
dan jenis investasi infrastruktur transportasi yang memiliki dampak luas terhadap interindustry dan interhousehold hubungan antara wilayah. Akibatnya, perbaikan
efisiensi interrregional dan ekuitas dapat dicapai. Dakila 2007 dalam tesisnya mengkaji dampak investasi infrastruktur
transportasi pada keseluruhan manfaat ekonomi yang dihasilkan termasuk kesejahteraan regional yang lebih tinggi, peningkatan ekuitas interregional,
tingkat output yang lebih tinggi, pendapatan faktor, arus antarwilayah dan permintaan akhir. Di sisi lain, akan disajikan efek negatif meliputi impedansi yang
lebih tinggi dalam pergerakan, polusi, dan inefisiensi yang terkait dengan distorsi harga karena ketidakmampuan untuk menekan biaya eksternal intensitas
transportasi. Metodologi yang dipakai dalam studi ini adalah dengan Pendekatan
Keseimbangan Umum Berbasis Social Accounting Matrix SAM. Dari hasil studi ini disimpulkan berupa saran sebuah paket kebijakan ekonomi transportasi-
integratif dengan penekanan khusus pada investasi infrastruktur transportasi darat. Petunjuk kebijakan tentang cara untuk mengangkat kelompok
berpenghasilan rendah ke kelompok berpenghasilan menengah juga akan
dirumuskan melalui lokasi yang optimal investasi infrastruktur transportasi. Selain itu, juga dibahas trade-off antara pertumbuhan output yang lebih tinggi ditambah
dengan intensitas transportasi dan impedansi rendah dalam pergerakan serta biaya kerusakan lingkungan.
Resosudarmo et al. 2009 menyatakan bahwa k esenjangan dalam
pembangunan telah lama menjadi isu penting di Indonesia. Dalam struktur baru pemerintah Indonesia, adalah penting untuk menentukan apakah harus melakukan
desentralisasi anggaran lebih lanjut, dan jika demikian, apa konsekuensinya terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan. Dalam penelitiannya
menggunakan alat ekonomi Interregional Social Accounting Matrix IRSAM multiplier - untuk menganalisis dampak kebijakan desentralisasi fiskal pemerintah
terhadap kinerja perekonomian regional dan nasional. Dari simulasi menunjukkan
hasil sebagai berikut. Pertama, mengurangi kesenjangan antara ekonomi regional
dan meningkatkan perekonomian nasional melalui strategi transfer fiskal yang lebih tinggi mungkin tidak mencapai tujuan yang sama, yaitu menyediakan
transfer yang lebih tinggi untuk daerah yang tertinggal Sulawesi dan Indonesia Timur akan sangat mungkin mengurangi kesenjangan antara daerah ekonomi,
tetapi bisa berdampak negatif terhadap perekonomian nasional secara
keseluruhan. Kedua, secara umum, sistem fiskal lebih terdesentralisasi akan
menguntungkan rumah tangga di Sulawesi dan Timur Indonesia, sedangkan yang
sama tidak dapat dikatakan untuk Jawa-Bali, Sumatera, dan Kalimantan. Ketiga,
dampak dari transfer fiskal lebih lanjut pada pendapatan tenaga kerja bervariasi tergantung pada daerah dan jenis tenaga kerja.
3.11. Studi Empirik dengan Model IRSAM