Harga Satuan Penanganan Jalan Rangkuman

ADB 2010 mengatakan bahwa transportasi darat merupakan hambatan utama, terutama apabila dikaitkan dengan waktu kerusakan jalan. Rasio jalan per orang di Indonesia masih tergolong dalam rasio terendah, sedangkan rasio jalan di aspal per 100 orang Indonesia merupakan terendah kedua setelah Filipina Gambar 15

2.5. Harga Satuan Penanganan Jalan

Dalam studi ini, harga satuan penanganan jalan merujuk pada studi Bina Marga dengan penyesuaian atau updating harga terbaru. Harga satuan untuk Program Preservasi Pemeliharaan, Rehabilitasi dan Rekonstruksi Jalan dan Program Pembangunan Pelebaran dan Pembangunan Baru Jalan, memiliki karakteristik yang berbeda untuk setiap wilayah atau daerah, baik di tingkat Provinsi maupun Tingkat KabupatenKota. Hal ini diakibatkan karena komponen pembentuk harga satuan berbeda untuk masing-masing daerah, mulai dari harga dasar bahan, peralatan, sampai dengan biaya tenaga kerja. Selain itu, setiap tahun harga satuan mengalami kenaikan harga yang disebabkan antara lain adanya inflasi yang diakibatkan oleh adanya kenaikan harga bahan bakar minyak dan atau faktor lainnya. Direktorat Jenderal Bina Marga telah menyusun Panduan Harga Satuan Program Pemeliharaan dan Pembangunan Jalan Tahunan. Panduan tersebut menjadi pedoman untuk menghitung biaya-biaya yang dikeluarkan untuk penanganan jalan yang dipakai, baik dalam menyiapkan program tahunan dan dokumen anggaran serta ketatalaksanaan Pinjaman Luar Negeri. Konsep dasar panduan harga satuan program preservasi jalan dan pembangunan jalan berdasarkan analisis pekerjaan dan karakteristik wilayah yang ada di Indonesia disusun dengan metode sebagai berikut Gambar 16

2.6. Rangkuman

Infrastruktur jalan di Indonesia mempunyai peran yang vital dalam transportasi nasional dengan melayani lebih dari 85 baik angkutan penumpang maupun angkutan barang Kuncoro, 2010. Adapun kontribusi transportasi jalan terhadap sub sektor transportasi mencapai 50 Gambar 16. Sumber : Bina Marga, 2007 Gambar 16. Metode Perhitungan Biaya Penanganan Jalan di Indonesia Tahun 2007 Program excel Analisis harga satuan Harga Dasar, Masing-masing: • Bahan • Upah • Peralatan Data Indeks Harga Konsumen IHK dalam hal harga dasar tidak tersedia Harga Satuan Standar setiap provinsi pada tahun prediksi Biaya program penanganan dalam format Standar Biaya Khusus SBK Rp.Km Program penanganan jalan: • Rutin • Berkala • Peningkatan Kapasitas • Peningkatan Struktur • Pembangunan Baru Volume penanganan jalan Data inflasi per provinsi data time series untuk updating harga dasar Harga Satuan Standar Provinsi Wilayah: 33 Provinsi Biaya Lain-lain Selain itu, berdasarkan hasil survei asal tujuan transportasi nasional memperlihatkan bahwa moda jalan hampir mendominasi di seluruh provinsi yaitu antara 60 - 90, kecuali Maluku yang moda jalannya hanya sebesar 20 Bappenas, 2003. Penyelenggaraan jalan di Indonesia dalam kenyataannya tidak dapat terlepas dari realita timpangnya sebaran penduduk, perbedaan luas wilayah dan keberagaman kondisi topografi yang ada. Dari data luas wilayah, sebaran jumlah penduduk, panjang jalan, dan jumlah kendaraan yang ada, memperlihatkan tidak merata. Pulau Jawa yang mencakup 7.2 dari luas wilayah Indonesia dihuni 58.6 persen penduduk, sementara Kalimantan, Sulawesi dan MalukuPapua yang luasnya 32.3, 10.8 dan 25.0 dari luas wilayah Indonesia masing-masing hanya memiliki jumlah penduduk 5.6, 7.3 dan 2.0 saja atau luas ketiga wilayah tersebut 68.1 hanya dihuni 14.9 penduduk BPS dan Bina Marga, 2004. Lebih dari 70 jaringan jalan yang ada pada saat ini terdapat di Pulau Sumatera, Jawa dan Bali yang luas wilayahnya hanya mencakup sekitar 31 dari seluruh wilayah Indonesia. Sisanya 30 jaringan jalan berada di Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku dan Papua yang memiliki 69 dari luas wilayah Nasional. Selain itu, keseimbangan pembangunan antarwilayah terutama pembangunan Kawasan Timur Indonesia KTI, daerah tertinggal dan daerah perbatasan, yang akhirnya dapat mengurangi kesenjangan dalam pulau maupun antara kota dan desa masih belum tercapai. World Competitiveness Yearbook pada tahun 2009 menempatkan peringkat dimana Indonesia berada pada posisi 54 dari 131 negara. Untuk ketersediaan infrastruktur, Indonesia berada pada rangking 84, sedangkan untuk jalan berada pada ranking 94. Ketersediaan infrastruktur 14.8 tetap berada peringkat kedua sebagai faktor problematik dalam melakukan usaha, setelah birokrasi pemerintah yang tidak efisen 20.2. Lingkup negara-negara ASEAN, untuk pilar infrastruktur, Indonesia berada pada peringkat kelima dibawah Singapura, Malaysia, Thailand dan Brunei Darussalam. Akan tetapi untuk kondisi jalan Indonesia berada pada peringkat keenam dibawah Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam dan Laos. Kinerja sektor logistik Indonesia masih belum optimal, karena masih tingginya biaya logistik dan perlunya peningkatan kualitas pelayanan. Berdasarkan survei Logistics Performance Index LPI dari Bank Dunia pada tahun 2007, Indonesia berada pada peringkat ke-43 dari 150 negara yang disurvei, di bawah Singapura urutan ke-1, Malaysia urutan ke-27 dan Thailand urutan ke-31. Dalam survei Bank Dunia pada tahun 2009, posisi Indonesia turun drastis menjadi peringkat ke-75, dan masih tetap berada di bawah kinerja beberapa negara ASEAN lainnya Menko Perekonomian, 2009. Survei tersebut juga mengungkapkan indeks biaya logistik domestik Indonesia berada di urutan ke-93, yang menunjukkan bahwa biaya logistik domestik di Indonesia masih tinggi. Seiring dengan perkembangan dan kompetibiltas global, pertumbuhan kendaraan meningkat lebih tinggi dibandingkan pertambahan jaringan jalan, perbandingannya mencapai 11:0.4. Pertumbuhan ekonomi berkesinambungan tidak semata-mata mengandalkan konsumsi saja, akan tetapi dari investasi juga. Pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6.6 sebagaimana yang diharapkan, akan sulit dicapai tanpa disertai dengan peningkatan ekspor dan investasi. Untuk mendukung pencapaian tersebut investasi yang dilakukan harusnya dimulai dengan investasi di bidang infrastruktur, tetapi dilihat dari keadaan yang ada, maka dapat dikatakan bahwa kondisi infrastuktur Indonesia pada saat ini sudah tidak mendukung pertumbuhan ekonomi yang memadai dan bahkan sudah menjadi penghambat utama perbaikan iklim investasi Susantono, 2005. Dilihat dari sisi kebutuhan akan infrastruktur jalan, terlihat sangatlah besar antara lain dari pemenuhan terhadap jaringan jalan, kondisi jalan, meningkatkan daya saing dalam upaya perbaikan iklim investasi. Namun, dari sisi penyediaan terlihat belum dapat terpenuhi secara memadai. Banyak hal yang menjadi penyebabnya, yang menonjol keterbatasan pendanaan meskipun dari tahun- ketahun trennya meningkat, keterbatasan pendanaan memberikan konsekuensi: 1. adanya jalan dengan kemampuan struktur yang marginal meskipun sudah dapat fungsional. 2. penyelenggaraan jalan tidak dapat memenuhi Indikator Kinerja Utama dan dapat menganggu aksesibilitas, mobilitas dan tingkat keselamatan. 3. dukungan prasaran jalan terhadap transportasi terpadu intermoda belum maksimal terutama dalam mendukung pelabuhan-pelabuhan utamaoutlet. 4. minimnya pembangunan jalan pada kawasan strategis 5. usulan kebutuhan pembangunan jalan dan jembatan belum dapat dipenuhi. 6. usulan penambahan status jalan belum terakomodasi untuk penanganan pemeliharaannya. 7. dukungan Pemerintah terhadap jalan tol sangat minim sehingga komitmen pembangunan tidak dapat dipenuhi. Tuntutan terhadap pemenuhan kebutuhan akan infrastruktur jalan ditengah masalah keterbatasan dana, upaya pemenuhannya juga harus juga mempertimbangkan keseimbangan pembangunan antarwilayah.

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Pengertian Regional

Sebelum membahas teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah, ada baiknya dibahas pengertian daerah atau regional terlebih dahulu. Pengertian daerah berbeda-beda tergantung pada aspek tinjauannya. Dari aspek ekonomi, daerah memiliki tiga pengertian Arsyad, 1999 yaitu : 1. Suatu daerah dianggap ruang dimana kegiatan ekonomi terjadi dan di dalam berbagai plosok ruang tersebut terdapat sifat-sifat yang sama. Kesamaan sifat- sifat tersebut antara lain dari segi pendapatan per kapitanya, sosial budaya, geografisnya, dan lain sebaginya. Daerah dalam pengertian seperti ini disebut daerah homogen. 2. Daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Daerah seperti ini disebut sebagai daerah nodal. 3. Suatu daerah adalah suatu ruang kegiatan ekonomi yang berada di bawah satu administrasi tertentu, seperti provinsi, kabupaten, kecamatan dan lain sebagainya. Jadi pengertian daerah disini didasarkan pada pembagian administrasi suatu negara. Daerah dalam pengertian seperti ini disebut sebagai daerah perencanaan atau daerah administrasi. Dalam praktek sehari-hari, jika membahas perencanaan pembangunan ekonomi daerah maka pengertian yang ketiga tersebut di atas yang lebih banyak digunakan, karena: 1 dalam melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan daerah diperlukan tindakan–tindakan berbagai lembaga pemerintah. Oleh karena itu, akan lebih praktis jika suatu negara dipecah menjadi beberapa