Rangkuman Umpan Balik dan Tindak Lanjut

59 KEGIATAN PEMBELAJARAN 6 PENGEMBANGAN FUNGSI LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA DALAM UUD NEGARA RI TAHUN 1945 Oleh: Gatot Malady, S.I.P., M.Si. A. Tujuan Setelah mempelajari modul ini, peserta diklat dapat menganalisis fungsi lembaga-lembaga negara dalam UUD Negara RI Tahun 1945 dengan baik

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

1. Peserta diklat dapat mengidentifikasi pengembangan fungsi lembaga negara 2. Peserta diklat dapat menganalisis peran lembaga negara dalam mencapai tujuan nasional. 3. Peserta diklat dapat menunjukan contoh hubungan secara seimbang antara lembaga eksekutif dengan legislative. 4. Peserta diklat dapat menganalisis pengembangan kerjasama antar lembaga negara demi kesejahteraan bersama. 5. Peserta diklat dapat menejalaskan desain pengembangan fungsi lembaga negara menurut UUD 1945.

C. Uraian Materi

Perubahan UUD 1945 merupakan salah satu tuntutan yang paling mendasar dari gerakan reformasi 1998. Tuntutan reformasi yang lain diantaranya penghapusan dwifungsi ABRI, otonomi daerah seluas-luasnya, pemberantasan KKN, pengusutan kasus pelanggaran HAM, kebebasan berpolitik, kebebasan berekspresi dan lain-lain. Terkait dengan tuntutan perubahan UUD 1945, menunjukkan bahwa masyarakat tidak lagi melihat faktor penyebab otoritarian Orde Baru hanya pada manusia sebagai pelakunya, tetapi karena kelemahan sistem hukum dan ketatanegaraan. Sebelum diamandemen, UUD Negara RI Tahun 1945 membentuk struktur ketatanegaraan bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang 60 sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat tidak terjadi proses saling mengawasi dan saling mengimbangi checks and balances pada institusi- institusi ketatanegaraan. Penyerahan kekuasaan tertinggi kepada MPR merupakan kunci yang menyebabkan kekuasaan pemerintahan negara seakan-akan tidak memiliki hubungan dengan rakyat. Sementara itu, UUD Negara RI Tahun 1945 sebelum amandemen menempatkan dan memberikan kekuasaan yang sangat besar terhadap Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif. Oleh karenanya, muncul anggapan bahwa UUD 1945 sangat executive heavy. Kekuasaan dominan berada di tangan presiden dominan eksekutif. Pada diri presiden terpusat kekuasaan menjalankan pemerintahan chief executive yang dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif memberi grasi, amnesti, abolisi, dll dan kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasaan membentuk undang-undang. Dua cabang kekuasaan negara yang seharusnya dipisahkan dan dijalankan oleh lembaga negara yang berbeda, tetapi nyatanya berada di satu tangan Presiden yang menyebabkan tidak ada prinsip saling mengawasi checks and balances dan berpotensi mendorong lahirnya kekuasaan yang otoriter. Selain itu, ada anggapan di kalangan masyarakat bahwa UUD 1945 pada masa Orde Baru dianggap memberikan legitimasi terhadap kekuasaan yang cenderung otoriter karena terdapat pasal-pasal yang multitafsir sehingga memberi celah bagi penguasa saat itu untuk menafsirkan ketentuan dalam UUD 1945 sesuai dengan kepentingan penguasa. Secara umum, dalam amandemen UUD 1945 terdapat beberapa hal penting yaitu pertama semua fraksi di MPR sepakat untuk melakukan amandemen UUD 1945. Kedua, menyangkut ruang lingkup amandemen, bahwa Pembukaan UUD 1945 tidak diubah, yang diubah adalah Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945. Ketiga, menyangkut prioritas perubahan UUD 1945 meripakan hal-hal yang mendesak. Priorotas-prioritas tersebut adalah Suharizal dan Arifin, 2007:111: a. Pemberdayaan lembaga tinggi negara MPR b. Pengaturan kekuasaan pemerintah negara dan pembatasan masa jabatan presiden