Singapura Reorganisasi Perusahaan Menurut Ketentuan Perundang-undangan di Beberapa Negara Common Law

2. Singapura

Singapura sebagai salah satu negara yang menganut sistem common law selalu mengikuti hukum tradisi dan kasus-kasus yang terjadi di Inggris sering menjadi acuan bagi pengadilan Singapura untuk memutuskan kasus serupa. Dalam kasus Ekonomi dan Perdagangan sudah merupakan suatu keharusan untuk tetap meresepsi Hukum Inggris dan penerapan itu kemudian akan dijadikan sebagai Hukum lokal di Singapura. Beberapa kasus akan diputus dengan ketentuan dan cara yang sama berlaku di Inggris, kecuali hukum lokal sudah ada yang mengatur secara tegas, dalam hal ini hukum lokal harus diberlakukan. Dalam bidang hukum Kepailitan dan Insolvensi sudah ada ditetapkan sebagai hukum lokal sehingga tidak lagi meresepsi Hukum Inggris, karena konsep dasar dan ruang lingkupnya hampir sama dengan Hukum yang berlaku di Inggris. Hukum yang mengatur tentang hak-hak kerditor dan penyelesaian masalah tentang hak tersebut telah termuat dalam Bankruptcy Act Cap. 20 khususnya tentang kepailitan dan insolvensi perseorangan atau persekutuan, sedang yang menyangkut tentang perusahaan Badan Hukum telah diatur dalam Companies Act Cap. 50. Bila perseorangan atau persekutuan dinyatakan insolven, debitor maupun para kreditor dapat menggunakan prosedur kepailitan Bankruptcy Proceedings, sebaliknya bila perusahaan Badan Hukum dinyatakan insolven, perusahaan atau para kreditornya dapat menggunakan prosedur winding up Winding Up Proceedings terhadap perusahaan tersebut. Namun bagi suatu perusahaan yang tidak mampu membayar utang- utangnya tetapi memiliki prospek untuk dapat bangkit kembali menjadi perusahaan yang sehat, perusahaan selaku debitor maupun para kreditor boleh mengajukan suatu rencana kesepakatan sebagai alternatif untuk tidak dilikuidasi, hal ini diuraikan dalam kalimat berikut: “However, where a company is unable to pay its debts but has a reasonable prospect of being revived to a financially healthy position, the company or its creditors may instead apply for the appointment of judicial manager of proposed a scheme of arrangement as an alternative to liquidating the company.” 408 Ada beberapa prinsip dasar yang berlaku secara umum bagi seluruh kasus Insolvensi baik terhadap perseorangan, persekutuan maupun perusahaan, prinsip- prinsip tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Hukum Insolvensi mengakui semua hak-hak yang timbul berdasarkan hukum umum sebelum prosedur Bankruptcy atau winding up dilaksanakan. b. Hanya aset milik debitor yang dapat dialihkan atau dibagikan. c. Hak jaminan kreditor separatis tidak akan dipengaruhi oleh pelaksanaan insolvensi. d. Para kreditor konkuren mempunyai kedudukan seimbang pari passu. e. Debitor akan dinyatakan insolvent jika tidak mampu membayar utang- utangnya yang telah jatuh waktu, misalnya debitor tidak mampu membayar utang secara tunai sangat berbeda dengan pengertian bila dalam pembukuan terlihat kewajiban utang melebihi nilai aset. Bankruptcy adalah suatu istilah yang digunakan di Singapura dalam hal perseorangan atau persekutuan dinyatakan insolven. Bankruptcy adalah suatu 408 Ibid h. 498 proses penting karena negara akan mengambil alih hak kepemilikan atas aset-aset debitor yang insolven melalui seorang pejabat publik yang ditunjuk dan kemudian membagikan aset-aset tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan berdasarkan prioritas bagi semua kelompok kreditor dari debitor yang insolven tersebut. Permohonan Bankruptcy dapat diajukan oleh debitor sendiri atau oleh para kreditornya. Permohonan Bankruptcy hanya dapat diajukan kepada debitor yang kepadanya berlaku Bankruptcy Act, dan ketentuan-ketentuan dalam Bankruptcy Act ini dapat menguji apakah debitor insolven atau tidak. Demikian juga permohonan Bankruptcy Act oleh debitor sendiri tentu kepadanya harus perlu berlaku Bankruptcy Act. Terhadap permohonan Bankruptcy ini pengadilan dapat menetapkan bahwa debitor dimaksud dinyatakan pailit Bankrupt. Prosedur yang sama dengan Bankruptcy untuk perusahaan yang insolven adalah winding up, yakni suatu proses yang tujuannya untuk mengakhiri suatu perusahaan setelah assetnya dikumpulkan dan didistribusikan secara sah kepada kreditor dan pemegang saham sesuai ketentuan dan prioritas yang berlaku. Prosedur winding up tidak sama dengan Bankruptcy karena proses winding up dapat terjadi walaupun perusahaan dalam keadaan solven. Keadaan insolvensi hanyalah salah satu dari beberapa alasan timbulnya proses winding up. Winding up dapat dikategorikan dalam 2 dua keadaan: a. Compulsory Winding Up, dapat terjadi dengan adanya permohonan dari yang berkepentingan kepada pengadilan. Permohonan ini dapat diajukan oleh: a. perusahaan, b. para kreditor, c. contributory pemegang saham, d. receiver atau liquidator dari perusahaan, e. judicial manager, dan f. Menteri, Section 253 1 Companies Act. b. Voluntary Winding Up, dapat dibagi lagi menjadi: 1 Creditors’ Voluntary Winding Up, yakni bila perusahaan memperkirakan keadaan sudah insolven, maka perusahaan dengan inisiatifnya menangani masalah ini dengan melakukan winding up likuidasi. 2 Members’ Voluntary Winding Up, hal ini dimungkinkan jika para direksi perusahaan memberi pernyataan bahwa perusahaan dalam keadaan solven. Tetapi jika perusahaan dalam keadaan insolven, winding up hanya dapat dilakukan atas permintaan dari kreditor, sehingga Members’ Voluntary Winding Up dapat berubah menjadi Creditors’ Voluntary Winding Up. Paba Bab VIII A Companies Act ada diatur tentang penunjukan seorang Judicial manager oleh pengadilan. Berbeda dengan likuidator yang tugasnya melikuidasi winding up kekayaan perusahaan karena tidak mampu lagi membayar utang-utangnya, tetapi tugas utama dari judicial manager adalah memberi kesempatan kepada perusahaan untuk membenahi usahanya sehingga dapat meningkatkan kemampuannya untuk membayar utang-utangnya. Dalam hal tertentu kepada debitor diberikan moratorium selama 180 hari untuk menyusun rencana dalam upaya menyehatkan perusahaan. Amandemen Companies Act memuat ketentuan yang memberi kekuasaan bagi judicial manager untuk mengupayakan secara optimal rencana kesepakatan sebagaimana diatur dalam Section 210 Companies Act, dalam rangka menyelematkan suatu perusahaan atau para kreditornya boleh mengajukan permohonan terhadap suatu penetapan agar perusahaan ditetapkan di bawah pengawasan seorang judicial manager. Perusahaan dapat mengajukan permohonan ini jika disetujui oleh jumlah mayoritas pemegang saham atau jumlah mayoritas dari para direksi. Suatu permohonan menunjuk seorang judicial manager dapat diajukan apabila : a. Perusahaan tidak mampu atau tidak akan mampu membayar utang-utangnya. b. Adanya kemungkinan yang kuat untuk merehabilitasi perusahaan atau melancarkan seluruh bagian usaha menjadi perusahaan yang berjalan atau dalam hal kepentingan para kreditor akan lebih terjamin dari pada melaksanakan winding up terhadap perusahaan. Section 227A Composition or Scheme of Arrangement Rencana Perdamaian dapat ditawarkan oleh si debitor kepada para kreditornya sebagai rancangan yang akan disetujui agar tidak diteruskan kepada pernyataan pailit bankrupt. Pada rapat para kreditor yang pertama atau pada rapat-rapat berikutnya berdasarkan suatu resolusi atau pernyataan, para kreditor dapat memutuskan untuk menawarkan usul berupa rancangan perdamaian yang sekaligus menguraikan isi dari rancangan tersebut sebagaimana ditetapkan dalam Section 18 1 Companies Act. Suatu resolusipernyataan haruslah ditetapkan berdasarkan suara mayoritas yakni dihadiri dan disetujui oleh ¾ jumlah para kreditor. Rencana perdamaian tersebut harus diperoleh persetujuan pada rapat para kreditor berikutnya yang dihadiri dan dapat mewakili ¾ jumlah para kreditor yang piutangnya diakui. Jika rencana perdamaian tersebut telah disetujui, selanjutnya harus dimintakan pengesahan homologasi kepada pengadilan. Bila pengadilan berpendapat bahwa isi dari perdamaian tersebut tidak rasional dan tidak bermanfaat bagi sejumlah besar para kreditor, atau jika dalam hal pengadilan harus menolak perkara itu sebagai perkara kepailitan Bankruptcy, berdasarkan kewenangan dan pertimbangannya pengadilan harus menolak untuk mengesahkan rencana perdamaian tersebut Section 18 9 Companies Act. Pengadilan tidak akan mengesahkan suatu rencana jika tidak mengatur pembayaran utang yang harus didahulukan sebagaimana urutan prioritas dalam pembagian asset dalam kepailitan Backruptcy. Jika pengadilan mengesahkan rencana perdamaian tersebut, maka perdamaian itu akan mengikat bagi semua kreditor termasuk yang tidak menyetujui, dan penetapan Receiver harus dicabut.

3. Malaysia