dan PKPU
275
, sedang di Mahkamah Agung telah tersedia Website : www.mahkamah
agung.go.id.
D. Kedudukan Kreditor Separatis dalam Kepailitan dan PKPU
Menurut UU Kepailitan bahwa kepailitan itu me1iputi se1uruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang
diperoleh selama kepailitan.
276
Tapi terhadap ketentuan ini ada pembatasan atau pengecualian yaitu kekayaan debitor yang tidak diliputi oleh kepailitan yakni :
benda-benda yang dibutuhkan oleh debitor dalam melaksanakan pekerjaannya, upah atas jabatan atau jasa, pensiun, uang tunjangan dan lain-lain.
277
Seluruh kekayaan debitor yang diliputi oleh kepailitan disebut dengan boedel pailit atau
dalam UU Kepailitan dipakai istilah harta pailit. Harta pailit tersebut akan menjadi jaminan bersama-sama bagi semua
kreditor, pendapatan penjualan benda-benda tersebut akan dibagi-bagi menurut keseimbangan, kecuali apabila diantara para kreditor itu ada alasan-alasan yang
sah untuk didahulukan.
278
Dari pengertian tersebut berarti terhadap asas persamaan para kreditor bisa didapati penyimpangan-penyimpangan atas dasar
adanya hak-hak yang didahulukan. Pasal 55 ayat 1 UUK dan PKPU menyebutkan : dengan tetap
memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58, setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,
275
Wawancara dengan Agung Pramono, Kasubbag Umum PN Jakarta Pusat tanggal 24- 4-2007
276
Pasal 21 UU Nomor 37 Tahun 2004
277
Pasal 22 UU Nomor 37 Tahun 2004
278
Pasal 1132 KUPerdata
hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Ketentuan ini berasal dari Pasal 56 ayat 1
UU Kepailitan Lama, yang hingga sekarang masih mengundang kontroversi karena banyak menimbulkan penafsiran, yang sebahagian menganggap bahwa
benda yang dibebani hak jaminan adalah seakan-akan terpisah dari harta pailit. Hal ini tidaklah benar, karena peraturan per-undang-undangan berkenaan dengan
hukum jaminan hanya memberikan hak kepada kreditor pemegang hak jaminan untuk mengambil pelunasan dari benda yang di atasnya diletakkan hak jaminan
secara didahulukan dari pada kreditor lainnya, namun tidak berarti mengeluarkan benda tersebut dari harta pailit.
UUK dan Kepailitan sendiri menganggap bahwa benda yang dibebani hak jaminan adalah bagian dari harta pailit, sebagaimana diuraikan dalam Pasal 56
ayat 3 UUK dan Kepailitan dan Penjelasannya bahwa benda yang telah dibebani dengan hak jaminan atas kebendaan dalam harta pailit adalah merupakan bagian
dari harta pailit, karena kurator dapat menggunakan bahkan menjual benda yang dibebani hak jaminan tersebut dalam rangka kelangsungan usaha debitor. Oleh
karena itu kreditor pemegang hak jaminan hanya berhak untuk didahulukan dalam mengambil pelunasan dari barang tersebut, sedang sisa dari pelaksanaan hak
eksekusi tersebut tetap merupakan bagian dari harta pailit. Pada hakekatnya UU Kepailitan hanya mewajibkan kreditor untuk menangguhkan hak eksekusinya dan
atau pihak ketiga untuk menangguhkan haknya untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitor pailit untuk paling lama 90 sembilan puluh
hari sejak putusan pernyataan pailit,
279
walaupun ada penangguhan eksekusi maupun hak menuntut tersebut tidak mengakibatkan mereka hehilangan hak
untuk didahulukan dalam mengambil pelunasan dari barang tersebut. Dari uraian Pasal 56 ayat 3UU Kepailitan berkenaan dengan harta pailit
harus diinterpretasikan meliputi segala benda milik debitor pailit termasuk di dalamnya segala sisa dari pelaksanaan hak kreditor pemegang hak jaminan, jadi
harta pailit meliputi benda-benda yang diatasnya dibebankan hak jaminan, sehingga kepada kreditor pemegang hak jaminan tersebut hanya memperoleh
pelunasan terlebih dahulu dari pada kreditor lainnya.
280
Interpretasi ini menimbulkan kritik dari pihak lainnya yang memberi pendapat sebagai berikut :
“Sikap UU Kepailitan yang tidak menempatkan harta debitor yang telah dibebani dengan hak jaminan di luar harta pailit merupakan sikap yang meruntuhkan sendi-
sendi sistem hukum hak jaminan”.
281
Selama masa penangguhan stay selama 90 sembilan puluh hari, oleh Pasal 56 ayat 3 UU Kepailitan kurator diberikan kewenangan untuk menjual
harta pailit terbatas pada barang persediaan inventory dan atau benda bergerak current asset yang berada dalam penguasaan kurator dalam rangka
kelangsungan usaha debitor. Kewenangan kurator ini pada prinsipnya bertentangan dengan keistimewaan yang diberikan kepada para kreditor separatis,
karena “Apabila kurator menjual benda yang dibebani hak jaminan yang berada
279
Pasal 55 ayat 1 UU Nomor 37 Tahun 2004.
280
Ibrahim Senen Sigit Ardianto, UU Kepailitan dan PKPU, Keberlakuan Pasal 56, Problem Hukum, Makalah, Varia Peradilan No. 253 Desember 2006, h. 68.
281
Sutan Remy Sjahdeini, op.cit. h. 288
dalam penguasaannya, maka kreditor pemegang hak jaminan tersebut tidak bisa lagi melaksanakan hak eksekusinya atas benda yang dijaminkan kepadanya.
282
Lembaga penangguhan hak eksekusi kreditor separatis ini diperlukan untuk mencegah agar pemberian PKPU tidak menjadi mubazir, hal mana mudah
terjadi seandainya kreditor separatis dapat mengeksekusi hak-hak mereka sebagaimana hal itu dimungkinkan dalam UUK yang lama.
283
Tujuan penangguhan sebagaimana dalam Penjelasan Pasal 56 ayat 3 UU Kepailitan adalah untuk memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian, atau
untuk mengoptimalkan harta pailit atau untuk memungkinkan kurator melaksanakan tugasnya secara optimal ataupun untuk tidak sia-sianya pemberian
PKPU, adalah masih bisa dianggap relevan, tetapi argumentasi tersebut tidak dapat membenarkan kewenangan kurator untuk menjual benda yang dibebani hak
jaminan kebendaan karena bertentangan dengan tujuan mengoptimalkan harta pailit.
284
Kepailitan telah mengurangi hak-hak para kreditor separatis dalam mengeksekusi barang jaminan terhadap harta pailit dengan adanya penundaan
stay selama 90 sembilan puluh hari walaupun dimungkinkan untuk mengajukan permohonan untuk mengangkat penangguhan kepada kurator bila
mendapat penolakan dari kurator, permohonan dapat diajukan kepada Hakim Pengawas yang kemudian dalam memutuskan permohonan tersebut Hakim
Pengawas harus mempertimbangkan hal-hal sebagaimana diuraikan dalam Pasal 57 ayat 6 UU Nomor 37 Tahun 2004.
282
Ibrahim Senen Sigit Ardianto, op.cit, h. 69
283
Fred BG Tumbuan, dalam Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 2002, h. 288
284
Ibrahim Senen Sigit Ardianto, op.cit. h.72
Sebaliknya untuk melaksanakan hak eksekusinya tersebut kreditor separatis diberi limit yakni paling lama 2 dua bulan setelah dimulainya keadaan
insolvensi, dan setelah lewat jangka waktu tersebut kurator harus menuntut diserahkannya benda yang menjadi agunan untuk selanjutnya dijual tanpa
mengurangi hak kreditor separatis tersebut atas hasil penjualan agunan dimaksud. Tidak konsistennya kedudukan kreditor separatis dalam Kepailitan akan
mempengaruhi terhadap voting right para kreditor dalam mengambil suatu keputusan dalam rapat para kreditor baik dalam hal perdamaian setelah
pernyataan pailit maupun perdamaian dalam rangka PKPU. Pasal 246 UU Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa ketentuan dalam
Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58 berlaku mutatis mutandis terhadap pelaksanaan hak kreditor separatis dan kreditor preferen dengan ketentuan bahwa
penangguhan berlaku selama berlangsungnya PKPU. Kedudukan kreditor separatis dalam perdamaian setelah pailit sangat
berbeda dengan perdamaian dalam PKPU. Dalam perdamaian setelah pailit berarti sudah ada pernyataan pailit lebih dahulu, sehingga bila diajukan
perdamaian oleh debitor, maka persetujuan atau penolakan voting right kreditor separatis tidak diperlukan kecuali kreditor separatis tersebut telah melepaskan
haknya untuk didahulukan demi kepentingan harta pailit sebelum diadakan pemungutan suara tentang rencana perdamaian tersebut, sehingga kreditor
separatis berubah menjadi kreditor konkuren.
285
Dalam perdamaian dalam rangka PKPU, rencana perdamaian yang diajukan oleh debitor, hak suara untuk
285
Pasal 149 ayat 1, 2 UU Nomor 37 Tahun 2004
menyetujui atau menolak rencana perdamaian tersebut tidak hanya berada pada kreditor konkuren, tapi juga ada pada kreditor separatis.
286
Ada 4 empat perbedaan penangguhan stay dalam Kepailitan dan PKPU:
1. Lamanya penundaan eksekusi dalam kepailitan adalah 90 sembilan puluh
hari sejak kepailitan ditetapkan, sedang dalam PKPU penundaan itu selama berlakunya PKPU yakni maximum 270 dua ratus tujuh puluh hari.
2. Dalam kepailitan yang ditangguhkan eksekusinya adalah jaminan fidusia,
pemegang gadai, hipotek atau hak anggunan atas kebendaan lainnya, kecuali tagihan kreditor yang dijamin dengan uang tunai dan hak kreditor untuk
memperjumpakan utang, sedang dalam PKPU yang ditangguhkan eksekusinya adalah pemegang agunan sebagaimana tersebut dalam kepailitan
di atas tetapi tidak dikecualikan tagihan kreditor yang dijamin dengan uang tunai dan hak hak kreditor untuk memperjumpakan utang.
3. Da1am Kepailitan ditangguhkan eksekusi oleh pihak ketiga untuk menuntut
hartanya yang berada dalam penguasaan debitor pailit atau kurator, sedang dalam PKPU hak ini tidak ditangguhkan.
4. Dalam kepailitan hak eksekusi kreditor preferen tidak ditangguhkan, sedang
dalam PKPU hak istimewa untuk didahulukan preferen turut ditangguhkan eksekusinya.
Se1ama PKPU berlangsung hak-hak eksekusi para kreditor separatis dan kreditor preferen harus ditangguhkan. Tujuan dari penangguhan ini juga
sebagaimana dalam keadaan pailit yakni untuk memperbesar kemungkinan
286
Pasal 281 ayat 1 UU Nomor 37 Tahun 2004.
tercapainya perdamaian dan mengoptimalkan harta debitor sehingga rencana perdamaian yang lebih dahulu ditujukan kepada seluruh kreditor konkuren dapat
tercapai. Bila nantinya hasil eksekusi terhadap barang-barang jaminan itu tidak cukup membayar seluruhnya tagihan kreditor separatis, maka sisa utang itu oleh
kreditor separatis tetap berhak rnemperoleh pelunasan atas sisa tagihannya dengan cara beralih kedudukan menjadi kreditor konkuren. Maka haknya sama dengan
kreditor konkuren lainnya secara seimbang atau pari passu sesuai dengan perbandingan besarnya jaminan masing-masing utang dari para kreditor konkuren
Pada dasarnya PKPU hanya berlaku pada para kreditor konkuren, tapi untuk seluruh hasil kesepakatan mengenai rencana perdamaian tetap mengikat seluruh
para kreditor baik konkuren maupun separatis. Dalam pelaksanaan sidang juga harus dihadiri seluruh para kreditor karena kreditor separatis dan kreditor
konkuren mempunyai hak suara voting right selama PKPU berlangsung. Kesepakatan mengenai rencana perdamaian hanya mempunyai arti apabila setiap
kreditor terikat baik kreditor konkuren maupun kreditor separatis pemegang hak jaminan. Apabila tidak setiap kreditor terikat dengan perdamaian yang tercapai
maka kedudukan debitor dan kepentingan para kreditor yang terikat dengan perdamaian tersebut dapat dibahayakan oleh kreditor yang tidak terikat yaitu
kreditor separatis. “Kreditor yang tidak terikat dengan perdamaian itu dapat mengajukan permohonan pailit dan apabila permohonan itu dikabulkan oleh
pengadilan, maka perdamaian yang telah disepakati antara debitor dengan para
kreditor konkuren dan sedang berjalan, implementasinya akan harus dihentikan.”
287
E. Peranan Peradilan Niaga dalam Menyelesaikan Perkara Kepailitan dan