Debitor dalam Kepailitan Proses Kepailitan dan atau PKPU

harus dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 2 dua bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi. 154 Kreditor preferen, 155 mempunyai kedudukan istimewa yang harus didahulukan dari kreditor lainnya. Biaya perkara, biaya eksekusi maupun privilege khusus dan umum serta utang pajak adalah tagihan-tagihan yang harus didahulukan pelunasannya. Kreditor konkuren adalah kreditor-kreditor yang tidak mempunyai hak istimewa dan bukan pula pemegang hak tanggungan, dan kedudukannya masing- masing adalah sama. Pembayaran utang kepada kreditor konkuren adalah menurut keseimbangan yang biasa disebut pembayaran secara “pari passu pro rata parte”. Pembayaran secara berimbang ini juga berlaku apabila ternyata dalam verifikasi jumlah harta lebih kecil dari jumlah utang. Berpegang pada asas concursus creditorium, bila putusan pernyataan pailit telah ditetapkan, maka diterima suatu anggapan hukum bahwa seluruh kreditor menjadi pihak dalam putusan tersebut dan terikat atas isi putusan itu. Berdasarkan pada asas dan anggapan hukum tersebut, maka setiap kreditor berhak mengajukan upaya hukum kasasi maupun peninjauan kembali atas putusan pernyataan pailit itu.

f. Debitor dalam Kepailitan

154 Pasal 59 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 155 Istilah “preferen” digunakan oleh Sutan RemySjahdeini untuk kreditor pemegang hak jaminan secured creditor, karena pembagian kreditor adalah : 1. Kreditor Konkuren unsecured creditor 2. Kreditor preferen secured creditor dan 3. Kreditor Pemegang Hak Istimewa oleh UU diberi kedudukan didahulukan dari para kreditor Konkuren maupun Kreditor Preferen, lihat : Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002, h.280. Bandingkan dengan pembagian kreditor yakni : 1. Kreditor Separatas. 2. Kreditor Preferen. 3. Kreditor Konkuren Kreditor Bersaing, lihat H. Man S. Sastrawidjaya, Hukum Kepailitan dan PKPU, Bandung : Alumni, 2006, h. 35. Debitor adalah si berhutang yang dapat dituntut atau diminta untuk membayar utang atau kewajibannya oleh si kreditor. Sering terjadi si debitor tidak memenuhi kewajibannya baik disebabkan karena kesengajaan maupun karena kelalaiannya. Akibatnya si kreditor akan meminta pertanggung jawabannya si debitor. Debitor yang lalai yakni melakukan wanprestasi dapat digugat di depan hakim. Seorang debitor dikatakan lalai apabila ia tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat memenuhinya atau memenuhinya tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan. 156 Mereka yang dapat dinyatakan sebagai debitor pailit adalah : a. Orang perorangan baik laki-laki maupun perempuan yang telah menikah maupun belum menikah. b. Perserikatan-perserikatan dan perkumpulan-perkumpulan yang tidak berbadan hukum seperti firma. c. Perseroan-perseroan, perkumpulan-perkumpulan, koperasi maupun yayasan yang berbadan hukum. d. Harta peninggalan. Bagi jenis-jenis debitor tersebut di atas tidak jelas perbedaan pengaturannya dalam Undang-Undang kepailitan, artinya aturan kepailitan bagi perusahaan besar maupun perusahaan kecil, berbadan hukum atau tidak berbadan hukum sama saja aturan kepailitan yang diterapkan. Perlu dipikirkan dan dipertimbangkan apakah tidak sebaiknya dibuat aturan main yang berbeda untuk : 1 Perusahaan besar dan perusahaan yang tergolong perusahaan kecil dan menengah 2 Perusahaan koperasi dan non koperasi 156 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan XVII, Jakarta : PT Inter Nusa, 1983, h.147 3 Perusahaan debitor yang sahamnya telah terdaftar di bursa efek dan belum terdaftar 4 Perusahaan-perusahaan yang merupakan bank dan lembaga pembiayaan di satu pihak dan perusahaan lainnya. 5 Perorangan dan badan hukum 6 Perorangan yang pengusaha dan bukan pengusaha, ibu rumah tangga, pensiunan, dokter, pengacara, dan perorangan lainnya yang hidup dari pendapatan tetap maupun tidak tetap. 7 Perorangan yang memiliki utang yang keseluruhannya di bawah jumlah tetentu dan perorangan yang memiliki utang yang keseluruhannya di atas jumlah tertentu. 157 Dalam kepailitan, si debitor dapat berperan aktif sebagai pemohon pernyataan pailit untuk dirinya sendiri. Tetapi pada umumnya si debitor adalah sebagai pihak yang passif atas permohonan para kreditornya untuk dinyatakan si debitor pailit. Debitor perorangan yang menikah, jika hendak mengajukan permohonan pernyataan pailit haruslah terlebih dahulu memperoleh persetujuan suami atau isteri kecuali dalam perkawinannya tidak ada persatuan harta. 158 Permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh debitor, pengadilan niaga dapat memanggil kreditor apabila terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi. 159 Untuk itu H.P Panggabean telah mengemukakan pendapat dan saran sebagai berikut : “Asas hukum “beritikad baik” perlu diterapkan untuk melindungi para kreditor dari kemungkinan manipulasi-manipulasi utang dari pihak “debtor bad faith”, 157 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit. h.119 158 Pasal 4 ayat 1, 2 UU No. 37 tahun 2004 159 Pasal 8 ayat 1b, UU No. 37 tahun 2004 undang-undang kepailitan perlu dilengkapi ketentuan tentang keharusan bagi hakim untuk mendengar para kreditor.” 160 Lembaga kepailitan juga harus berfungsi untuk mencegah terjadinya tindakan-tindakan tidak adil, termasuk kecurangan yang dilakukan oleh debitor dengan cara meminta dipailitkan setelah berhasil menggelapkan harta perusahaannya secara bertahap. Dalam hal permohonan pailit yang diajukan oleh kreditor, maka kreditor mengalami kesulitan dalam menentukan siapakah yang diajukan sebagai debitor. Kesulitan tersebut terutama pada suatu perjanjian penanggungan atau borgtocht, karena pihak ketiga mengikatkan diri untuk memenuhi perjanjian si debitor, manakala si debitor sendiri tidak memenuhinya. Dalam hal ini kreditor pemohon pailit akan diperhadapkan kepada 2 dua pilihan apakah mengajukan si principal atau si guarantor sebagai debitor yang hendak dinyatakan pailit. Guarantor yang telah melepaskan hak istimewanya, kedudukannya sama dengan debitor sehingga dapat dimohonkan untuk dinyatakan pailit dengan syarat-syarat lainnya yaitu : 1 Debitor benar-benar sudah tidak mampu membayar utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih. 2 Penanggung tidak mampu membayar utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih. 3 Harus dapat dibuktikan bahwa penanggung mempunyai dua atau lebih kreditor. 161 Dalam hal suatu badan hukum dinyatakan pailit, maka pengurus mempunyai kewajiban untuk mempertanggung jawabkan kepailitan tersebut. 162 Dalam Pasal 97 ayat 1 jo Pasal 98 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, ditegaskan bahwa organ perseroan terbatas yang 160 H.P Panggabean, op.cit. h.33 161 Bernadette Waluyo, op.cit. h.1 162 Pasal 111 UU No. 37 Tahun 2004 bertanggung jawab untuk mengurus dan mewakili perseroan adalah direksi. Dalam Pasal 104 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tersebut dinyatakan, dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian direksi sedang kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutupi kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota direksi secara tanggung renteng bertanggungjawab atas kerugian itu.

g. Perdamaian accord setelah pernyataan pailit