Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
menuntut siswa belajar dengan mengkonstruk pengetahuan dengan sendiri, pemahaman akan suatu konsep diperoleh melalui aktivitas laboratorium.
Aspek memprediksi pada kedua kelompok memiliki kategori sedang. Pada kegiatan pembelajaran siswa sudah bisa menggunakan hasil menafsirkan
pengamatan untuk menyampaikan kemungkinan yang terjadi pada keadaan yang belum teramati berkaitan dengan konsep sistem pencernaan dengan
mengajukan pertanyaan dan juga menjawab pertanyaan prediksi yang diajukan guru.
Aspek mengajukan pertanyaan pada kedua kelompok memiliki kategori rendah. Pada kelompok eksperimen hasil N Gain diperoleh 0,16, hal ini
dikarenakan siswa belum memahami keterampilan bertanya sepenuhnya seperti bertanya melalui kata tanya apa, mengapa, dan bagaimana. Pada umumnya
siswa hanya mengajukan pertanyaan dengan kata tanya apa dan sebutkan. Akan tetapi, ketika pembelajaran be
rlangsung kata tanya “mengapa” sering muncul. Pada kelompok kontrol hasil N Gain diperoleh -0,03. Hal ini terjadi
karena saat proses pembelajaran siswa tidak terlatih untuk mengajukan pertanyaan, sehingga siswa tidak terbiasa dalam mengajukan pertanyaan.
Aspek berhipotesis pada kelompok eksperimen termasuk dalam kategori sedang 65,91 dengan N-Gain sebesar 0,48, sedangkan pada kelompok
kontrol dalam kategori tinggi 87,8 dengan N-Gain sebsar 0,80. Hal ini terjadi karena siswa kelompok eksperimen tidak menguraikan jawaban secara
lengkap dibandingkan kelompok kontrol. Akan tetapi jika melihat hasil dari observasi, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol hasilnya tidak
jauh berbeda, bahkan kelompok eksperimen dalam hal ini memperoleh hasil yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Berdasarkan analisa tersebut,
terbukti bahwa kelompok eksperimen memiliki keterampilan berhipotesis yang lebih baik dibandingkan kelompok kontrol dilihat dari hasil observasi.
Aspek merencanakan percobaan pada kedua kelompok termasuk dalam kategori sedang. Hasil N Gain diperoleh 0,69 untuk kelompok eksperimen dan
0,64 untuk kelompok kontrol, sesuai dengan hasil observasi rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dalam
kegiatan pembelajaran siswa menggunakan alat dan bahan setiap melakukan eksperimen di laboratorium. Dalam setiap eksperimen menggunakan alat dan
bahan sederhana, jadi siswa sudah mengenal dan mengetahui cara penggunaan alat tersebut. Penggunaan alat dan bahan yang sederhana menjadikan siswa
merasa senang dan termotivasi untuk mencari tahu. Aspek menerapkan konsep pada kedua kelompok termasuk dalam
kategori sedang. Hasil N Gain untuk kelompok eksperimen yaitu 0,69 sedangkan kelompok kontrol yaitu 0,60. Pada saat pembelajaran, siswa diminta
menjelaskan mengenai fungsi kandungan zat dalam makanan, proses pencernaan, gangguan atau penyakit yang terjadi pada sistem pencernaan
manusia, dan mekanisme pencernaan hewan ruminansia. Sesuai dengan hasil observasi kemampuan menerapkan konsep siswa memiliki rata-rata 82,29
untuk kelompok eksperimen dan 80 untuk kelompok kontrol. Hal ini terjadi karena siswa dapat menjawab pertanyaaan yang diajukan guru dengan benar
dan alasan yang tepat berkaitan dengaan konsep sistem pencernaan. Siswa sudah terbiasa menggunakan konsep yang telah dipelajari ke dalam situasi baru.
Sedangkan pada kelompok kontrol, siswa merasa kesulitan dalam mengaitkan konsep yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru. Dalam menjawab
pertanyaan pada LKS tidak semua anggota kelompok mencari jawaban. Aspek berkomunikasi pada kelompok eksperimen merupakan aspek
tertinggi 93,94 dengan N-Gain sebesar 0,86, sedangkan pada kelompok kontrol aspek ini termasuk kategori rendah 71,34 dengan N-Gain sebesar
0,18. Sesuai dengan hasil observasi bahwa aspek berhipotesis pada kelompok eksperimen mengalami peningkatan pada setiap pertemuan. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa mampu menafsirkan data pengamatan, lalu mengubahnya ke dalam bentuk tabel atau grafik, serta siswa dapat mengaitkan
hasil pengamatan tersebut berdasarkan konsep yang sesuai. Saat
mempresentasikan hasil pengamatan, siswa secara jelas dan sistematis memaparkan hasil yang diperoleh. Pada kelompok kontrol hasil observasi
menunjukkan bahwa aspek berkomunikasi selama 4 pertemuan juga mengalami peningkatan, tetapi dalam mempresentasikan hasil pengamatan
terkadang siswa tidak mengaitkan konsep yang sesuai dengan data yang mereka peroleh. Siswa juga masih malu melakukan presentasi hasil praktikum
di depan kelas. Berdasarkan hasil observasi mengenai aktivitas keterampilan proses sains
pada saat pembelajaran berlangsung menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran berbasis masalah melibatkan siswa untuk aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Seperti yang dikatakan oleh Suryosubroto bahwa siswa mempelajari, mengalami, dan menemukan sendiri bagaimana memperoleh
pengetahuan.
6
Dalam kegiatan observasi yang dilakukan selama empat pertemuan diketahui bahwa keterampilan proses sains yang dilakukan siswa
selama pembelajaran berlangsung secara umum sangat dinamis. Secara umum aspek keterampilan proses sains dilakukan secara aktif oleh siswa. Dengan
demikian pendekatan pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan pada kelompok eksperimen menunjukkan aktivitas keterampilan proses sains.
Keterampilan proses sains dapat terbentuk dengan kebiasaan yang dilakukan secara terus-menerus. Peran guru dalam memberikan pengarahan
kepada siswa dan penerapan metode pembelajaran sangat besar bagi peningkatan penguasaan keterampilan proses sains. Ini sesuai dengan pendapat
Asri Budiningsih bahwa strategi mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi siswa secara optimal mampu mengubah tingkah laku siswa sehingga
mencapai hasil belajar yang optimal. Aktivitas yang menggunakan keseluruhan indera dalam kegiatan belajar-mengajar akan meningkatkan pemahaman dan
penguatan ingatan serta perubahan sikap sehingga hasil belajar lebih bermakna.
7
Menurut Barrows
seperti dikutip
Heni menyatakan
bahwa: “Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk mengembangkan
kemampuan keterampilan berpikir, mengembangkan pengetahuan dan
6
Suryosubroto B, Proses Belajar Mengajar di Sekolah: Wawasan Baru, Beberapa Metode Pendukung, dan Beberapa Komponen Layanan Khusus, Jakarta: Rineka Cipta, 2009 , h. 59.
7
Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2012, Cet. 2, h. 48.
keterampilan proses.”
8
Keterampilan proses ini diterapkan dalam sintaks pendekatan pembelajaran berbasis masalah.
Berdasarkan hasil perbandingan antara posttest kelompok eksperimen dengan posttest kelompok kontrol dapat disimpulkan bahwa kelompok yang
menggunakan metode eksperimen dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari pada kelompok yang menggunakan metode eksperimen
tanpa pendekatan pembelajaran berbasis masalah pembelajaran langsung. Artinya metode eksperimen dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah
berpengaruh terhadap keterampilan proses sains siswa pada konsep sistem pencernaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Muhamad Fahrizal dalam penelitiannya yang disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah lebih efektif dalam meningkatkan
penguasaan konsep cahaya dan keterampilan proses sains siswa.
9
8
Heni Rusnayati, dan Eka Cahya Prima, “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based
Learning dengan Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Penguasaan Konsep Elastisitas”, Makalah Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan
Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011, F-334.
9
Muhamad Fahrizal, “Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Cahaya dan Keteram
pilan Proses Sains Siswa SMP”, Tesis Pasca sarjana UPI Bandung, Bandung, 2009, tidak dipublikasikan.
67