Menyimak tutur MKN MSS FM TK, tutur ki opo to cah? Kowé nabung rono iso ra? MKH MSA FKTD

commit to user [29] 7 G: Tiwa. Kita baca dulu, opo to sing diarani mendengarkan cerita…mendengarkan cerita adalah, opo cah? 8 S: Menyimak tutur … suatu hal …peristiwa saling bersahutan 9 G: Menyimak tutur MKN MSS FM TK, tutur ki opo to cah? 10 S: Berbicara Canggih menjawab keras Pembelajaran2 Konteks situasi data [29] terjadi saat guru memulai pembelajaran dengan materi baru sesuai petunjuk LKS. Guru memulai diskusi kelas dengan memastikan peserta didik telah siap mengikuti pembelajaran melalui pertanyaan 7. Tuturan ini ternyata direspon baik oleh peserta didik meskipun tuturan 8 yang disampaikan peserta didik tidak jelas karena peserta didik menjawab tidak serempak. Tetapi guru mengetahui bahwa peserta didik membaca LKS sehingga guru menganggap tuturan peserta didik sama karena materi sudah ada di LKS. Untuk itulah, guru cukup bertutur 9 yang singkat tanpa harus menyatakan kata kesepakatan secara langsung atau mengulang keseluruhan jawaban peserta didik, melainkan langsung diikuti pertanyaan materi selanjutnya. Hal ini dianggap lebih efisien waktu dibanding harus bertutur, ”Kalian benar, mendengarkan cerita adalah menyimak tutur orang lain tentang suatu hal atau peristiwa”. Maksud tersembunyi ini dimengerti peserta didik melalui tuturan 10 yang mengikuti ke materi selanjutnya. Sehingga tuturan 9 mengandung implikatur percakapan yang melanggar maksim kuantitas gunamenerapkan maksim kesepakatan. 2 Maksim Hubungan Dalam penelitian ini ditemukan beberapa pelanggaran maksim ini antara lain pada contoh data sebagai berikut. [30] 1 G: Yo bahasa nggih. Yo kursiné dijikok siji 2

S: Mboten Bu Canggih MKH MSS FM TK

3 G: O...nggih pun. Ya...melanjutkan materi berikutnya bahasa kemarin mengambil buku dan LKS Bahasa Indonesia di lemari kelas. Kita ambil LKS mengenai tema perdagangan 4 S: Mengeluarkan dan membuka LKS, tetapi Canggih belum menemukan halaman LKS dengan tema perdagangan karena kemarin tidak masuk sekolah Halaman pinten Bu? Canggih Pembelajaran2 Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software commit to user Konteks situasi data [30] lebih mengarah pada kebiasaan yang diterapkan peserta didik dan guru saat pembelajaran yaitu kebiasaan peserta didik yang belum siap untuk memulai pembelajaran salah satunya ditandai dengan masih terdapat dua peserta didik semeja. Tuturan 1 yang berisi sindiran halus bagi pserta didik direspon dengan tuturan 2 yang jika dilihat secara sepintas tidak ada hubungan dengan tuturan sebelumnya. Tuturan 2 sebenarnya mempunyai maksud peserta didik mengerti kalau pembelajaran akan dimulai dan akan segera kembali pada tempat duduknya tanpa perlu mengambil kursi peserta didik lain. Cara pengungkapan tuturan 2 dipandang lebih sopan dan efektif waktu untuk membela diri tanpa menentang tuturan guru yang akan membuat suasana pembelajran menjadi tidak nyaman, dibanding dengan tuturan, ”Saya mengerti pembelajaran akan dimulai, tetapi tidak mengambil kursi karena saya sudah punya kursi sendiri dan akan duduk di tempat duduk saya”. Maksud tuturan peserta didik dimengerti guru yang terlihat dari tuturan 3 yang memaklumi perilaku peserta didik sehingga tidak marah dan segera memulai pembelajaran. Dengan demikian tuturan 2 pada data [30] tersebut teridentifikasi mengandung implikatur percakapan yang melanggar maksim hubungan. Pelanggaran ini juga digunakan guru untuk menjelaskan materi yang kurang dimengerti salah satu peserta didik, tetapi dilakukan dengan menjelaskan ke semua peserta didik. Berikut salah satu contoh data pelanggaran maksim ini. [31] 248 S: Lha lungguhé piyé Canggih 249 G: Kursiné ceméntel klambi, lha pripun to Bu? Tenguk-tenguk diceménteli klambi. Kursiné lak dingo tenguk-tenguk to? 250 S: Nggih 251 G: Klambiné kowé séléhke nggon kursi. Bu, lha menggke kulo ngge meleh kok. Ngono yo? Dadi engko dinggo meléh, dadi diceméntel nggon….MKH MSS FM TK 252 S: Kursi Pembelajaran3 Konteks situasi data [31] merupakan lanjutan dari sindiran guru terhadap kebisaan yang kurang baik dari peserta didik. Tetapi ada salah satu peserta commit to user didik yang tidak mengerti tentang hal tersebut dan justru salah paham. Untuk itulah, guru merasa perlu menjelaskan lebih rinci baik kepada peserta didik tersebut maupun peserta didik lain. Akibatnya, tuturan 251 yang digunakan guru terkesan tidak berhubungan salah satu peserta didik , tetapi maksud guru tersebut dimengerti peserta didik yang ditandai dengan tuturan 252 oleh semua peserta didik. Tuturan 251 digunakan guru agar tidak terlalu memojokkan peserta didik yang lambat dalam menangkap maksud guru dibanding tuturan, ”Itu cuma sindiran Canggih, jadi kamu jangan menggantungkan baju di kursi, meskipun baju itu akan kamu pakai lagi”. Sehingga tuturan 251 terbukti mengandung implikatur percakapan yang melanggar maksim hubungan. 3 Maksim Cara Maksim cara melarang penutur menimbulkan kekaburan maksud sehingga sulit diketahui mitra tutur. Contoh pelanggaran maksim ini untuk menerapkan maksim kedermawanan terdapat pada data-data berikut ini. [32] 624 S: Puisi 625 G: Dari he eh, melihat peserta didik deretan kanan dari puisi yang telah anak-anak buat lewat majalah, koran, atau buku-buku yang lain diperpus…MKC MSS FM TK 626 S: Takaan Canggih dan Aziz mengangguk 627 G: Takaan. Lain kali dilanjutkan. Sudah nggih, sekarang istirahat. Wassalamualaikum warohmatulloh wabarokatu. 628 S: Walaikumsalam warohmatullohi wabarokatu. Pembelajaran1 Konteks situasi data [32] terjadi saat penutupan pembelajaran yang dilakukan dengan mereview materi pembelajaran yang telah dipelajari dan sebagai tuturan penegas tugas yang harus dikerjakan peserta didik yang tidak masuk saat les liburan semester 1. Tuturan 625 sebenarnya ditujukan pada peserta didik yang belum mengerjakan tugas minggu lalu karena tidak masuk sekolah, tetapi guru lebih memilih menggunakan tuturan tersebut yang lebih umum untuk menghindari peserta didik tersebut terikat seperti jika berujar, “Ingat, bagi peserta didik yang belum mengumpulkan tugas hari ini, selain mengerjakan tugas untuk besok, juga harus mengerjakan tugas minggu commit to user kemarin yang menyalin puisi dari majalah atau buku di buku tugas”. Sehingga respon yang tercipta berupa tuturan 626 sebagai tanda kemengertian semua peserta didik atas tugasnya masing-masing. Hal ini membuktikan bahwa tuturan 625 pada data [32] mengandung implikatur percakapan karena melanggar maksim cara dengan mengungkapkan suatu hal secara umum. [33] 426 G: Loro, panas, he eh, kamongko jané bi…. 427 S: Duren 428 G: Duren nggih. Jadi harus nyata, betul-betul nyata sing diomongké, sing dihaturké. Bu, Canggih mboten mlébet awit biduren, mripate mriki bekep-bekep, tapi mboten saget ningali, isin metu trus ora mlebu sekolah, mboten saget mlebet sekolah. Boleh, tetapi itu kalau benar- benar nyata ora pareng nga….MKC MSS FM TK 429 S: Pusi 430 G: Pusi, ning ojo thik-thik ora mlebu, Canggih panunen ngono ra mlebu kok, ampun nggih? 431 S: Canggih mengangguk Pembelajaran2 Konteks situasi data [33] merupakan lanjutan tuturan sindiran yang ditujukan kepada salah satu peserta didik karena sering tidak mesuk sekolah dengan alasan yang bermacam-macam, seperti pada tuturan 426. Oleh karena itu, guru menggunakan ungkapan secara umum pada tuturan 428 agar dapat menghubungkan materi pembelajaran dengan kesepakatan peserta didik untuk tidak menggunakan alasan yang tidak benar jika tidak masuk sekolah. Hal ini dilakukan agar efisien waktu dibandingkan guru harus menasihati kebiasaan peserta didik tersebut yang sulit diubah disecara pribadi. Maksud ini direspon positif oleh peserta didik dengan tuturan 431 yang menandakan kesepakatan peserta didik. Sehingga tuturan [33] mengandung implikatur percakapan guna memenuhi maksim kesepakatan. Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti menemukan beberapa pelanggaran prinsip percakapan untuk menaati maksim kesepakatan sehingga mengandung implikatur percakapan. Penerapan seperti ini didominsai pelanggaran maksim kuantitas, tetapi tidak ditemukan pelanggaran maksim kualitas dan gabungan. Data semua pelanggaran dalam penelitian dapat juga commit to user dilihat pada lampiran transkrip pembelajaran pada data berkode MKN MSS, MKH MSS, dan MKC MSS. j Implikatur Percakapan dalam Penerapan Maksim Gabungan Dalam penelitian ini juga ditemukan penerapan maksim sopan santun gabungan yang mengandung implikatur percakapan. Untuk memperjelas, contoh penerapan maksim ini. 1 Maksim Kearifan dan Pujian Penerapan maksim ini memaksimalkan keuntungan mitra tutur dengan menghargai mitra tutur saat penutur menginginkan sesuatu. Contoh tuturan penerapan maksim gabungan kearifan dan pujian dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang mengandung implikatur percakapan seperti pada data berikut. [34] 33 G: Bahasa, keindahan bahasa. Kamu juga dapat belajar bagaimana mengungkapkan perasaan sesuai dengan makna yang dikandung dalam pui...puisi. Untuk puisi itu nanti, anak-anak dalam membuat puisi itu, saya harap membuat lagi, puisi tersebut dijadikan sebuah apalagi? 34 S: Karangan Nurul 35 G: Karangan pro....MKN MS1 FKTD 36 S: Sa Pembelajaran1 Konteks situasi tuturan guru [34] diarahkan berdasarkan tuturan peserta didik yang kurang lengkap dalam merespon tuturan guru 33 yang mempertanyaan tugas pembelajaran sebelumnya. Tetapi guru membenarkan tuturan tersebut dan mengakhirinya dengan kalimat yang tidak lengkap agar peserta didik merespon tuturan tersebut sebagai cermin peserta didik mengerti jawaban yang diinginkan guru. Hal ini terlihat dari tuturan 35 yang mengulang tuturan peserta meski salah dibandingkan respon yang seharusnya dituturkan guru seperti, “Jawaban kamu kurang lengkap, seharusnya karangan prosa”. Maksud tuturan tersebut dimengerti peserta didik yang merespon tuturan guru dengan tuturan 36. Sehingga tuturan 35 mengandung implikatur percakapan guna menerapkan maksim pujian dan kearifan. [35] 73 G: Tidak. Jadi di dalam membuat puisi, anak-anak tidak membuat atau Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software commit to user menuliskan tanda koma atau tanda titik, tetapi kalau sudah dibentuk dalam bentuk opo mau? Karangan atau prosa harus diberi tanda baca opo tadi? 74 S: Tanya Nurul 75 G: Tanya boleh, koma dan ti.... MK1 MS1 FM TE 76 S: Titik Pembelajaran1 Konteks situasi data [35] terjadi saat terjadi perbedaan jawaban peserta didik yang diinginkan guru, tetapi kesalahpahaman tersebut tidak menyimpang dari tujuan pembelajaran sehingga masih dapat dimaklumi. Dalam pembelajaran ini, guru tidak ingin langsung menyalahkan peserta didik yang akan membuat peserta didik takut menjawab, melainkan mebenarkan kemudian mengarahkan peserta didik pada matreri yang sebenarnya ingin dicapai. Sehingga guru menggunakan tuturan yang membenarkan sesuatu hal yang salah dan singkat dibandingkan harus berujar, “Kamu salah, tadi kan kita membahas tanda koma dan titik jadi jawaban pertanyaan Ibu tadi adalah tada koma dan titik”. Maksud inilah yang tersembunyi dibalik tuturan 75 yang membenarkan jawaban peserta didik dan diakhiri pertanyaan sebagai arahan peserta didik untuk mencari jawaban yang sebenarnya. Tuturan 76 merupakan bukti bahwa peserta didik mengerti maksud tuturan 75 yang diujarkan guru. Jika dilihat dari tuturan 75 dapat diidentifikasi mengandung implikatur percakapan dengan melanggar maksim kualitas dan kuantitas secara bersamaan. Penerapan maksim gabungan ini juga digunakan guru untuk menuntut secara halus peserta didik mengerti penjelasan yang dianggap sulit dalam pembelajaran. Berikut contoh data penerapan maksim gabungan kearifan dan pujian. [36] 622 G: Tidak, kowé gur arep tuku sepatu ning kaki lima, antri ngono kaé, milih sak senengé déwé. Nék nggon rumah toko utowo nggin swalayan lain atau tidak? 623 S: Lain 624 G: Lain, ora kemruyuk, lak ora kemruyuk to? 625 S: Mboten 626 G: Mboten se….MKN MS1 FKTD 627 S: Mrawut commit to user 628 G: Semrawut to? Jadi para pedagang kaki lima, tanggapan kamu bagaimana…sebaikya dibuatkan…. Pembelajaran2 Konteks situasi data [36] terjadi saat guru ingin menberikan contoh nyata yang lebih dimengerti peserta didik yang akan dihubungkan dengan istilah dalam materi pembelajaran yang dianggap membingungkan seperti pada tuturan 622. Guru kemudian menggunakan tuturan pertanyaan untuk memastikan peserta didik mengerti hal yang dimaksud guru dengan tuturan 624. Respon yang sesuai keinginan guru memberikan peluang untuk menghubungkan contoh dengan materi meskipun dengan tuturan yang singkat dan terkesan tidak sesuai dengan ujaran sebelumnya. Hal ini karena guru mengerti karakteristik peserta didik yang cepat bosan jika materi yang dijelaskan terus menerus seperti dengan ujaran, ”Kalian benar, jika membeli barang di toko, kalian tidak perlu berdesak-desakan saat memilih barang sehingga tidak semrawut seperti jika kalian membeli barang di kaki lima”. Maksud guru ini tersembunyi dibalik tuturan 626 dan telah dimengerti peserta didik jika dilihat dari tuturan 627 yang diujarkan secara serempak. Dengan kata lain tuturan 626 mengandung implikatur percakapan dengan melanggar maksim kuantitas untuk memperjelas materi. 2 Maksim Kearifan dan Kesepakatan Penerapan maksim ini memaksimalkan keuntungan mitra tutur dengan tidak membantah mitra tutur saat penutur menginginkan sesuatu. Contoh tuturan penerapan maksim gabungan kearifan dan kesepakatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang mengandung implikatur percakapan seperti pada data berikut. [37] 472 G: O péh énten gantiné nggih, péh énten gantiné Gih, Canggih? 473 S: La biduren kok Bu Bu Canggih 474 G: Ampun, mulo silahkan masuk terus ojo thik-thik ora….MK1 MS2 FM TK 475 S: Mlebu Canggih Pembelajaran2 Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software commit to user Konteks situasi yang terjadi saat data [37] adalah lanjutan sindiran yang ditujukan pada salah satu peserta didik. Guru menggunakan tuturan yang seolah-olah peserta didik menjawab sesuai keinginan guru dengan kata ampun ’jangan’ yang lebih bermakna pengiyaan ’tidak’ dan dilanjutkan kalimat yang tidak lengkap agar peserta didik tersebut sepakat tidak mengulangi izin karena alasan sepele ’tidak penting’. Maksud tuturan 474 tersebut adalah menjamin bahwa sekolah itu penting dan meminta peserta didik juga mengerti, meskipun peserta didik tidak berbohong seperti pada tuturan 473. Maksud tuturan guru tersebut dimengerti peserta didik dengan respon 475 sebagai tanda kesepakatan. Jadi dapat diketahui bahwa tuturan 474 mengandung implikatur percakapan dengan melanggar maksim kuantitas dan kualitas. [38] 630 S: Diskon itu artinya potongan harga Ibnu 631 S: Mengapa disebut perang? Seperti tentara saja Canggih 632 S: Itu….Ibnu terlihat bingung 633 G: Itu karena berlomba atau….MK1 MS2 FM TK 634 S: Itu karena berlomba atau bersaing Ibnu Pembelajaran3 Konteks situasi data [38] terjadi saat peserta didik melaksanakan tugas berbicara di depan sesuai teks percakapan yang dihafalkan secara berkelompok. Tetapi ada peserta didik yang lupa dengan bagian teks yang harus dihafalkan. Untuk itulah, guru menggunakan tuturan 633 yang seolah- olah mendengar peserta didik tersebut berbicara dan disuarakan kembali tetapi tidak secara lengkap agar peserta didik tersebut dapat melanjutkan dialog tanpa grogi. Maksud tuturan 633 tersebut dimengerti peserta didik dengan langsung melanjutkan dialog tanpa menunggu guru selesai berbicara. Tuturan 633 lebih dianggap membantu peserta didik dalam menyelesaikan tugas dibandingkan tuturan guru yang hanya menyindir tanpa diberi kata kunci jawaban yang benar. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa tuturan 474 mengandung implikatur percakapan dengan melanggar maksim kuantitas dan kualitas. 3 Maksim Kedermawanan dan Kerendahan Hati commit to user Penerapan maksim ini menambah beban penutur dengan mengurangi pujian terhadap diri penutur. Contoh tuturan penerapan maksim gabungan kedermawanan dan kerendahan hati dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang mengandung implikatur percakapan seperti pada data berikut. [39] 301 G: Dolane suwé, wayah nyambut gawé urung mantuk. Wayah nyambut gawé membantu orang tua kamu belum pulang, berakibat orang tua atau ibumu marah-marah nggih mboten? 302 S: Nggih 303 G: Marah orang tua itu kalau anaknya sampai melalaikan tugasnya. O..yah méné aku wayahé macul ngéwangi bapak, kok aku ijik bal-balan karo dolan. Ibu pasti bagaimana? MK2 MS3 FM TK 304 S: Marah 305 G: Marah, ibu pasti marah, berakibat orang tua marah memarahi kamu. membaca puisi Namun itu, dibalik bunda memarahiku ada rasa…. Pembelajaran1 Konteks situasi data [39] terjadi saat guru menjelaskan hal-hal yang dapat membuat Ibu marah pada anaknya sekaligus memberi nasihat agar peserta didik menghindari perbuatan tersebut. Awalnya guru menggunakan contoh peserta didik seperti pada tuturan 302. Namun saat guru menggunakan tuturan penguatan, guru memilih menggunakan tuturan 303 yang meminta kesanggupan peserta didik dengan mencontohkan diri sendiri agar peserta didik tidak merasa terlalu dipojokkan. Meskipun secara sepintas tuturan 303 tidak menguatkan tuturan sebelumnya dan terlalu umum pertanyaan yang disampaikan, tetapi peserta didik mengerti maksud seperti yang terlihat pada tuturan 304 sesuai keinginan guru. Dengan kata lain, tuturan 303 mengandung implikatur percakapan yang melanggar maksin hubungan dan cara untuk memenuhi maksim kedermawanan dan kerendahan hati. [40] 472 G: melihat Nilam menyeret kursi dan menimbulkan suara berisik Sebab tidak memperhatikan dengan sungguh-…. 473 S: Sungguh 474 G: membaca Sekarang hal-hal yang diperhatikan ketika anak-anak memberi tanggapan kepada sesuatu hal. Mau lak ngrungokké to…bar ngrungokké lak iso nyritakké to…nyritakké ojo nganti salah. Nék wis nyritakké bener berarti ora diguyu kancamu. Lhawong mau critané jané pemain takraw mau telu kok sing jawab papat, diguyu kancamu to? MK1 MS3 FM TK Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software commit to user 475 S: Nggih 476 G: Nah, mergané ora ngru…. 477 S: Ngokké Pembelajaran2 Konteks situasi pada data [40] terjadi saat guru mengalihkan materi satu ke materi lainnya sesuai petujuk LKS. Tetapi, tanpa kesimpulan materi di akhir tuturan, guru langsung membaca LKS dan baru di tengah tuturan guru menghubungkan antar materi dengan mencontohkan dirinya sendiri, jika dibanding dengan tuturan, “Benar, kita lanjutkan dengan materi selanjutnya dan baca di LKS tentang hal-hal yang diperhatikan saat memberi tanggapan kepada sesuatu hal” yang terlalu panjang sehingga tidak efisien waktu. Meski begitu, peserta didik tetap mengerti maksud guru jika dilihat dari respon 475 dan 481 yang menandakan peserta didik dapat mengikuti materi yang disampaikan guru. Jika dilihat penjelasan pada tuturan di atas, maka dapat diketahui bahwa tuturan 478 mengandung implikatur percakapan yang melanggar dua maksim sekaligus. 4 Maksim Kedermawanan dan Kesepakatan Contoh tuturan penerapan maksim gabungan kedermawanan dan kesepakatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang mengandung implikatur percakapan seperti pada data berikut. [41] 472 G: Ibumu menéh, kowé ra njalok bapak cah? 473 S: Mboten Ibnu 474 G: Mboten, bapak yo pernah? Pernah, tetapi setiap hari biasanya minta padaMK1 MS4 FM TK 475 S: Ibu 476 G: Ibu. Membaca Jadi bunda yang selalu berjasa bagiku dan keluargaku. Jadi keluargamu semuanya mengharap jasa seorang ibu. Esok-esok pagi- pagi ibu sudah bangun pagi jam empat kadang jam tiga untuk persiapan makan pagi ya, kamu sebagai anak ya harus membantu orang tua terutama sapa? 477 S: Ibu Pembelajaran1 Konteks situasi data [41] terjadi saat guru berusaha meluruskan jawaban peserta didik sesuai keadaan pada umumnya. Di samping itu, guru juga tidak commit to user ingin terkesan tidak setuju atas jawaban peserta didik karena semua pendapat tentang pertanyaan guru ini tergantung dari pengalaman masing-masing orang. Untuk itulah guru menggunakan tuturan 484 yang menyetujui tuturan peserta didik, tetapi juga mempertanyakannya kembali dan menjawabnya sendiri sehingga mendapat suatu jawaban yang logis dan diterima peserta didik. Maksud tuturan 484 dimengerti peserta didik dengan respon 485 sebagai tanda kesepakatan atas alasan guru. Dengan demikian, tuturan 484 mengandung implikatur percakapan yang melanggar maksim kuantitas dan kualitas. Penerapan maksim kedermawanan dan kesepakatan juga dilakukan dengan melanggar maksim hubungan dan cara seperti pada contoh data berikut. [42] 436 G: Ora iso, koncone iso, dadi ra iso mergoné pas diterangké ora mlebu. Lha akibaté kuwi, kancané iso dadi ora iso, mula pingin…kepingin mlebuo terus, ojo nganggo préi, mlebu terus waé sok-sok ora i…iso, angel, opo menéh ora mlebu, nék ora mlebu dadiné bingung, nggih mboten? 437 S: Nggih 438 G: Konconé mlayu tekan Solo, kowé isih uplak-uplek énéng pondok, konconé wis tekan Jakarta, kowé agék tekan Semarang, kesuwén to? Ketinggalan mboten? MK2 MS4 FM TK 439 S: Ketinggalan Pembelajaran2 Konteks situasi data [42] merupakan lanjutan sindiran guru terhadap peserta didik yang sering tidak masuk sekolah. Pada tuturan 438 guru bermaksud menjelaskan akibat yang akan diterima peserta didik jika sering tidak masuk sekolah. Maksud tersebut disampaikan dengan tuturan perumpamaan, sehingga terkesan tidak berhubungan dengan tuturan sebelumnya dan dapat membuat peserta didik bingung. Karena kesamaan pengetahuan, tuturan tesebut dimengerti peserta didik dengan ditandai tuturan 439 sebagai tanda kesepakatan. Sehingga tuturan 438 dapat diketahui mengandung implikatur percakapan yang melanggar mksim hubungan dan cara untuk memenuhi maksim kedermawanan dan kesepakatan. commit to user Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti menemukan beberapa pelanggaran prinsip percakapan untuk menaati maksim gabungan baik maksim gabungan kearifan dan pujian, kearifan dan kesepakatan, kedermawanan dan kerendahan hati, maupun kedermawanan dan kesepakatan sehingga mengandung implikatur percakapan. Penerapan seperti ini didominasi pelanggaran maksim gabungan kuantitas dan kualitas dalam penerapan maksim gabungan kearifan dan kesepakatan. Data semua pelanggaran dalam penelitian dapat juga dilihat pada lampiran transkrip pembelajaran pada data berkode MKN MS1, MK1 MS1, MK1 MS2 MK1 MS3, MK2 MS3, dan MK1 MS4. Dan untuk memudahkan penghitungan jumlah pelanggaran maksim percakapan, peneliti juga mencantumkan tabel pada setiap pelanggaran prinsip kerjasama dalam penerapan prinsip sopan santun dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V SD. Tabel 3. Pelanggaran Maksim Kerja Sama dalam Menerapkan Maksim Sopan-santun Tabel di atas menunjukkan bahwa implikatur percakapan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V SD didominasi oleh pelanggaran commit to user maksim kuantitas yaitu 176 tuturan saat menerapkan maksim sopan santun, terutama dalam menerapkan maksim kesepakatan yaitu 23 tuturan pada pembelajaran pertama, 28 tuturan pada pembelajaran kedua, dan 40 tuturan pada pembelajaran ketiga. Sedangkan penerapan maksim sopan santun yang mengandung implikatur percakapan didominasi maksim kesepakatan yaitu 45 tuturan pada pembelajaran pertama, 36 tuturan pada pembelajaran kedua, dan 55 pada pembelajaran ketiga. Semua penerapan dan pelanggaran di atas tidak terlepas dari tujuan dan fungsi yang ingin dicapai penutur kepada mitra tutur.

2. Tujuan dan Fungsi Penggunaan Implikatur Percakapan

Ilokusi yang tidak dikatakan penutur kepada mitra tutur dan mempunyai kemungkinan lebih dari satu penafsiran dapat disebut implikatur. Tetapi perlu diketahui tidak semua pelanggaran prinsip kerja sama akan terkesan lebih sopan. Untuk lebih mengongkretkan tuturan-tuturan yang sopan dan tidak sopan dalam tuturan, biasanya dikaitkan tindak-tindak ilokusi dengan kesantunan berbahasa. Penelitian ini hanya menganalisis fungsi ilokusi sesuai dengan tujuan ilokusi tuturan berimplikatur percakapan penutur yang mementingkan pemeliharaan hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur saat pembelajaran bahasa Indonesia kelas V. Untuk itu, analisis sangat terkait dengan reaksi atau respon yang dilakukan mitra tutur dari implikatur percakapan yang dituturkan oleh penutur. Tujuan dan fungsi tersebut dijabarkan dengan beberapa contoh data sebagai berikut.

a. Implikatur Percakapan yang Berfungsi Kompetitif dan Bertujuan

Direktif Penelitian ini menemukan implikatur percakapan yang berfungsi kompetitif untuk mencapai tujuan direktif dengan kesantunan negatif. Sehingga tuturan yang dihasilkan terkesan lebih memberikan keuntungan dan mengurangi ketidakharmonisan yang tersirat dalam kompetisi bersaing saat penutur ingin menimbulkan suatu efek atau tindakan yang dikeluarkan oleh mitra tutur. Secara singkat implikatur percakapan yang berfungsi kompetitif dan tujuan direktif commit to user tercakup saat penerapan maksim kearifan, kedermawanan dan maksim gabungan pujian dan kearifan. Contoh ujaran tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut. 1 Implikatur percakapan kompetitif direktif mengajak Implikatur percakapan dapat digunakan penghalus tuturan yang meminta mitra tutur untuk melakukan suatu tindakan. Sehingga tuturan ini digunakan untuk memperhalus perintah kepada mitra tutur, seperti terlihat pada data berikut. [43] 590 G: Puisi. Yang kedua tanda apa? 591 S: Nada 592 G: Nada itu apa? 593 S: Tekanan tinggi rendah 594 G: Tekanan tinggi rendah atau sedang dalam pembacaan puisi tersebut. Ketiga yaitu…MKL MSA FK TD 595 S: Tempo Pembelajaran1 Konteks situasi data [43] terjadi saat guru mengulas kembali materi yang telah dibahas dan menginginkan peserta didik ikut aktif dalam pembelajaran tersebut. Guru juga mengetahui karakteristik peserta didik kelas V yang tidak suka jika diperintah, tetapi sangat suka menjawab pertanyaan. Untuk itu, guru memilih tuturan yang tidak diujarkan secara lengkap yang mempunyai maksud mengajak peserta didik ikut berpartisipasi merumuskan kesimpulan pembelajaran hari itu, seperti yang terlihat pada tuturan 594. Tuturan 594 dipilih guru karena dianggap tidak membuat peserta didik diharuskan menjawab tuturan melainkan lebih pada kesadaran diri untuk aktif dalam pembelajaran, selain itu guru juga dapat mengecek pemahaman peserta didik terhadap materi yang disampaikan guru, dibanding dengan tuturan, ”Sekarang kalian jawab pertanyaan berikut, apa faktor ketiga yang harus diperhatikan dalam pembacaan puisi?”. Tuturan ini dimengerti peserta didik dengan adanya respon tuturan 595 yang merupakan lanjutan tuturan yang diinginkan guru. commit to user Maksim kearifan juga dapat diterapkan agar peserta didik tidak merasa dipojokkan atau grogi dengan perintah guru, salah satu contohnya sebagai berikut. [44] 223 G: Nggih. Membaca dan melihat Aziz menguap Kantor pos juga menerima layanan tabungan dari masyarakat, nggih nopo mboten Ziz? 224 S: Nggih Aziz pelan 225 G: Kowé nabung rono iso ra? MKH MSA FKTD 226 S: Saget Aziz 227 G: Saget, lewat kantor pos juga dilayani bahkan sekarang pajak listrik pun juga bisa dilayani disana. Kowé duwé utang pit montor kredit lewat sana juga bisa diproses, ra sah ning kantoré pit montor, lewat kantor pos juga bisa dilayani. Sopo sing wis tahu ning kantor pos? Pembelajaran2 Konteks situasi data [44] terjadi saat peserta didik menggunakan tuturan nggih ’bisa’, tetapi kurang yakin dalam merespon sindiran tuturan 223 sebelumnya karena tidak memperhatikan penjelasan guru. Karakteristik peserta didik tersebut yang ”cengeng” membuat guru perlu menyampaikan teguran kepada peserta didik dengan cara lebih halus dan tetap memberikan stimulus agar peserta didik mengerti tentang materi tersebut. Tuturan 225 terlihat tidak marah, mengiyakan maupun menolak respon peserta didik, tetapi justru menanyakan hal lain mengenai penerapan materi tersebut. Maksud tuturan 225 lebih untuk meredam kemarahan guru dalam menjelaskan kembali materi yang tidak diperhatikan peserta didik yang mengantuk dengan pengandaian peserta didik dapat menerapkan materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini memberikan kesan memberi keleluasaan peserta didik untuk berpikir dibanding dengan tuturan, ”Itu akibat kamu tidak memperhatikan penjelasan Ibu. Ibu tadi kan sudah menjelaskan kantor pos bisa untuk menabung”. Sehingga peserta didik tidak merasa terpojokkan dan memperbaiki sikap yang terlihat dari tuturan 226 yang dapat menjawab pertanyaan guru dengan yakin. [45] 211 S: agak keras tanpa membaca teks Ketika ayam jantan mulai menyanyi terlihat kebingungan 212

G: Diwoco MK2 MSA FKTD

Dokumen yang terkait

Aimai dalam Implikatur Percakapan Bahasa Jepang: Kajian Pragmatik

44 305 144

Implikatur Percakapan pada Novel "99 Cahaya di Langit Eropa" Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

3 19 126

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN OLAHRAGA PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 BANDARLAMPUNG

1 11 207

Pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan Sekolah Dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia studi kasus di SD negeri Pondok 03 kecamatan Nguter kabupaten Sukoharjo

0 4 317

METODE ROLE PLAYING DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V SD NEGERI Peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui Metode Role Playing Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD Negeri Drajitan Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali Tahun Pel

0 3 10

PENDAHULUAN Peningkatan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Dengan Menggunakan Media Gambar Seri Pada Siswa Kelas V SD Negeri Pondok 03 Nguter Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2011/2012.

0 1 8

PENUTUP Peningkatan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Dengan Menggunakan Media Gambar Seri Pada Siswa Kelas V SD Negeri Pondok 03 Nguter Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2011/2012.

0 1 5

Implikatur percakapan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sd Ta'mirul Islam Surakarta 1. COVER

0 0 17

Aimai dalam Implikatur Percakapan Bahasa Jepang: Kajian Pragmatik

0 2 13

Implikatur dalam Percakapan Tertulis Bahasa Inggris SMA

0 0 17