commit to user
melanggar maksim hubungan karena meskipun secara sepintas tuturan guru dan peserta didik tidak berhubungan, tetapi maksud tuturan guru tersebut
justru menegaskan dan menasihati peserta didik secara halus untuk mempraktikkan materi yang didiskusikan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi
data [3] mengandung implikatur percakapan karena melanggar maksim hubungan saat menerapkan maksim kearifan.
Penelitian ini juga ditemukan tuturan guru yang dapat diterapkan dengan melanggar maksim hubungan agar peserta didik merasa dihargai pendapatnya
meskipun tetap harus menaati perintah guru, salah satu contohnya sebagai berikut.
[4] 523
G: Kelompok dua, anggotanya Luluk, Viva dan Nilam 524
S: Luluk mencatat anggota kelompoknya 525
S: Kelompok tiga sini Bu Canggih 526
G: Kelompok tiga Bella yo, ketuané Bella MKH MSA FK TD
527 S: Yah….yo wis Canggih
Pembelajaran3
Konteks situasi data [4] terjadi saat guru sedang membimbing peserta didik membentuk suatu kelompok diskusi. Tiba-tiba salah satu peserta didik
mengutarakan keinginannya untuk menjadi kelompok urutan ketiga. Tetapi hal tersebut sebenarnya menyalahi aturan pembentukan kelompok yang
didasarkan pada letak tempat duduk. Untuk itulah guru menggunakan tuturan 526 yang seolah-olah tidak merespon peserta didik tersebut, tetapi justru
berbicara dengan peserta didik lain. Maksud tuturan 526 sebenarnya ingin menjelaskan bahwa pemilihan urutan kelompok berdasarkan tempat duduk
bukan karena keinginan Ibu guru, sekaligus penekanan perintah berpindah tempat duduk pada kata yo ’iya’ jika peserta didik ingin menjadi kelompok
tertentu. Tuturan tersebut lebih sopan dibanding ”Kamu pilih kelompok tiga jadi kamu pindah ke tempat duduk kelompok Bella” yang terkesan
memerintah peserta didik berpindah tempat duduk tanpa ada pilihan lain. Maksud guru tersebut dimengerti peserta didik melalui tuturan 527 yang
memilih tetap di tempat duduk semula. Secara singkat tuturan 526
commit to user
mengandung implikatur percakapan dengan melanggar maksim hubungan untuk mematuhi maksim kearifan.
3 Maksim Cara
Maksim cara atau pelaksanaan ini mengharuskan penutur menggunakan tuturan secara jelas dan tidak mengaburkan. Contoh pelanggaran maksim ini
untuk merapkan maksim kearifan terdapat pada data-data berikut ini.
[5] 140
G: Aziz, Bayu, karo… 141
S: Canggih Nurul 142
G: Canggih. O iyo masih ada 4 anak yang belum membuat. Puisi yang anak- anak buat menunjukkan karton berisi tugas peserta didik. Saya harap
dihafalkan dan dibaca dengan aturan yang benar. Kemarin anak-anak sudah membuat puisi yang diambil dari beberapa ma…MKC MSA
FKTD
143 G: Jalah
144 S: Boleh dari majalah, boleh dari koran, atau dari buku-buku yang lain.
Yang anak-anak buat nanti saya harap dibuat isi karangan isi puisi ini nanti kamu buat sebuah prosa atau karangan yang terdiri dari beberapa
macam ali…. Pembelajaran1
Konteks situasi data [5] terjadi saat guru menjelaskan kembali tugas minggu lalu berupa menyalin puisi dari beberapa sumber pada buku tugas. Les
tersebut diharuskan kepada peserta didik untuk mengikuti menyicil materi semester 2. Meskipun tugas mingu lalu, tetapi ada beberapa peserta didik yang
tidak mengikuti les sehingga tidak mengerjakan. Adanya rasa kecewa dan tuntutan alokasi waktu pembelajaran membuat guru hanya menjelaskan secara
singkat tugas tersebut kepada peserta didik. Kata “diambil” pada tuturan 142 bermakna ambigu berupa disalin, dipotong atau dikembangkan dari sumber
yang diperbolehkan guru. Kesamaan pengetahuan membuat peserta didik mengerti maksud guru seperti yang terlihat pada tuturan 143 yang tidak
menyoalkan pilihan kata guru yang ambigu dengan menjawab pertanyaan guru secara sermpak. Dengan demikian, tuturan 142 pada data [5]
mengandung implikatur percakapan dengan melanggar maksim cara guna menerapkan maksim kearifan yang membuat peserta didik yang tidak masuk
di pembelajaran sebelumnya juga tahu dan mengerjakan tugas.
commit to user
Pelanggaran maksim cara juga dilakukan untuk menerapkan maksim kearifan saat menjelaskan hal-hal yang dianggap kontradiktif bagi peserta
didik, seperti pada contoh data berikut.
[6] 263
G: Mampu nggih, yang kurang mampu itu bisa mengajukan surat seperti itu atas nama RT, RW, kelurahan, kemudian ditujukan ke sekolahan,
sekolahan diajukan ke atasan nggih, ke provinsi dan ke Jakarta. Nanti turun Bantuan Khusus Murid, tidak lewat sekolahan tapi lewatnya kantor
pos, bayarnya lewat kantor pos. Kamu langsung ke sana, tinggal mengambil ke sana, masih utuh, ora kélong berapa rupiah pun, ko kono
séket éwu yo utuh séket éwu, ko kono sak yuto, tetep satu juta diberikan oleh kantor pos tanpa dipotong sepeser pun, pénak to?
264 S: Pénak saling bercakap-cakap
265 G: Pénak, nék pingin monggo…apabila orang tua kamu tidak mampu, itu
diajuakan RT, RW, kelurahan, kemudian ke sekolahan, sekolahan mengajukan ke atasan berjalan terus, Insya Alloh kamu dapat menerima
Bantuan Khusus Murid nanti bisa diterima di kantor pos, tidak usah dipo….MKC MSA FKTD
266 G: Tong
Pembelajaran2
Konteks situasi data [6] tercipta saat guru menerangkan tentang kesempatan dan cara mendapat beasiswa dari pemerintah pusat melalui kantor
pos. Dalam penjelasan tersebut terselip penjelasan bahwa biasanya beasiswa yang diterima peserta didik tidak 100 atau ada potongan seperti terlihat pada
tuturan 263. Tentu saja tuturan tersebut membuat peserta didik menjadi ragu meskipun menjawab penak ‘enak’. Untuk mengajak peserta didik serius jika
beasiswa tersebut tidak seperti beasiswa pada umumnya karena disalurkan melalui kantor pos, dalam tuturan 265 guru menjelaskan secara singkat
dengan istilah lain yaitu “dipotong”, tetapi hanya diujarkan sebagian seperti pada tuturan 266 guna meminta peserta didik merespon tuturan guru sebagai
tanda peserta didik mengerti maksud guru, dibandingkan dengan tuturan, “Percayalah, Bantuan Khusus Murid diterima secara utuh”. Maksud guru
tersebut dimengerti peserta didik dilihat dari tuturan 266 yang diujarkan peserta didik secara serempak. Sehingga tuturan 265 mengandung implikatur
percakapan dengan melanggar maksim cara untuk menumbuhkan kepercayaan peserta didik.
commit to user
4 Maksim Gabungan
Pelanggaran maksim gabungan dalam menerapkan maksim kearifan hanya sedikit dan khusus terjadi untuk maksim hubungan dan cara, seperti dalam
contoh dara berikut.
[7] 581
S: Itulah strategi dagang, dengan memberikan diskon yang besar mulai tidak serempak
582
G: Mereka….MK2 MSA FK TD
583 G: Bermaksud menarik pelanggan sebanyak-banyaknya
Pembelajaran3
Konteks situasi data [7] tercipta saat guru menginginkan perserta didik yang berperan menjadi ayah dapat membaca teks percakapan ayah secara
bersama-sama. Awalnya, peserta didik dapat membaca nyarig secara serempak, tetapi di tengah pembacaan ada beberapa peserta didik yang keliru
dan membuat pembacaan menjadi tidak serempak. Mendengar hal tersebut, guru tidak menghentikan pembacaan, tetapi justru membaca sepenggal
kalimat lanjutan pada tuturan 582 yang seolah-olah tidak berhubungan dengan masalah yang dihadapi peserta didik. Tutun tersebut digunakan guru
sebagai perintah peserta didik untuk menyesuaikan dengan tuturan guru sehingga pembecaan dapat kembali serempak. Selain itu, tuturan 582
digunakan karena guru mengetahui bahwa peserta didik tersebut mempunyai teks percakapan yang sama sehingga tidak perlu dijelaskan seperti dengan
tuturan, “Ikuti ucapan Ibu, Mereka bermaksud menarik pelanggan sebanyak- banyaknya”. Maksud tuturan 582 dimengerti peserta didik dengan langsung
melanjutkan teks percakapan ayah sesuai aba-aba guru. Jadi tuturan 582 mengandung implikatur percakapan dengan melanggar maksim gabungan
untuk menerapkan maksim kearifan. Selain itu, pelanggaran maksim ini juga digunakan untuk beralih pada
penugasan setelah kesimpulan dijabarkan guru, seperti dalam contoh data beribut.
[8] 125
G: Sepak takraw, satu regu terdiri dari…. 126
S: Tiga Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
commit to user
127 G: Tiga orang, ngono waé ora sah nggladrah tekan ngendi-ngendi, ra sah
dicritakké soko ngomah anték tekan sekolahan, salin klambi nganti olahraga, kesuwén. Nggladrah tekan ngendi-ngendi. Nah membaca
sekarang dengarkan cerita yang dibacakan oleh gurumu. MK2 MSA FKTD
Sekarang saya bacakan ya membaca Mendapatkan wesel pos
128 S: Koyo Dalil Canggih
Pembelajaran2
Konteks situasi data [8] tercipta setelah guru selesai menjelaskan materi dan ingin peserta didik untuk mengerjakan evaluasi materi yang telah
disampaikan. Tetapi, guru menggunakan tuturan yang langsung membaca evaluasi pada LKS agar peserta didik tidak merasa disuruh mengerjakan
evaluasi materi tersebut, seperti dengan tuturan, ”Sekarang kamu kerjakan evaluasi yang ada di LKS”. Hal ini terlihat ditengah tuturan 127 sehingga
terkesan tidak ada hubungan dengan tuturan sebelumnya. Maksud guru ini dimengerti peserta didik dengan tuturan 128 yang ingin menanggapi evaluasi
yang dibacakan guru meskipun terkesan terlalu cepat dan belum tepat karena dihubungkan dengan pengalaman peserta didik. Oleh karena itu, tuturan 127
termasuk mengandung implikatur percakapan dengan melanggar maksim gabungan agar peserta didik tidak merasa diperintah.
Berdasarkan penjabaran di atas, peneliti menemukan banyak pelanggaran maksim yang digunakan untuk mematuhi maksim kearifan dalam pembelajaran
bahasa Indonesia di kelas V, terutama maksim cara. Penerapan maksim kearifan
tersebut dapat dilihat pada lampiran transkrip data dengan kode MKLMSA, MKC MSA, MKH MSA,
dan MK2MSA dalam kurung lancip di
sebelah kanan tuturan.
f Implikatur Percakapan dalam Penerapan Maksim Kedermawanan
Maksim ini mengharapkan penutur dapat menghormati orang lain dengan mengurangi keuntungan dan memaksimalkan kerugian diri sendiri. Penerapan
maksim ini digunakan untuk mengarahkan mitra tutur yang melakukan hal yang tidak disukai penutur dengan menambah beban pada penutur. Dalam penelitian
ini, maksim kedermawanan dituturkan dengan melanggar maksim percakapan
sehingga mengandung implikatur percakapan, seperti contoh data berikut ini.
commit to user
1 Maksim Kuantitas
Maksim kuantitas menentukan informasi yang diberikan tidak boleh kurang atau melebihi yang diinginkan mitra tutur. Contoh tuturan dalam
pembelajaran bahasa Indonesia yang melanggar maksim kuantitas seperti pada data berikut.
[9] 242
S: Dekat 243
G: Terdekat, nggih, di kantor pos terdekat. Selain itu, kantor pos menjual berbagai benda pos. Melihat Nurul bertopang dagu Misalnya apa saja
Nurul? MKN MSD FKTD
244 S: Nurul memperbaiki sikap duduk Amplop surat
245 G: Amplop surat, apalagi?
Pembelajaran2
Konteks situasi data [9] terjadi saat guru mengoordinasi diskusi kelas dalam menjawab pertanyaan di lembar kerja siswa kemudian guru melihat
salah satu peserta didik bertopang dagu yang mencerminkan kurang berpartisipasi dalam diskusi kelas. Pada penggalan tuturan 243 terlihat guru
tidak mengulangi kunci pokok pertanyaan yang diujarkan kepada mitra tutur karena guru telah mengenal karakteristik peserta didik tersebut yang termasuk
3 peringkat kelas sehingga kecil untuk tidak memperhatikan materi pelajaran. Sehingga maksud yang sebenarnya ingin disampaikan guru lebih terfokus
pada sikap belajar yang baik yaitu tidak bertopang dagu. Hal ini dapat dilihat dari respon peserta didik yang juga telah mengenal karakteristik guru kurang
menyukai peserta didik bertopang dagu yaitu dengan tidak hanya menjawab pertanyaan guru, tetapi juga memperbaiki sikap duduk. Pada tuturan 244
terbukti ada maksud tersembunyi yang ingin disampaikan guru tanpa membuat peserta didik merasa terancam muka dengan tidak menggunakan
tuturan,”Daripada Nurul bertopang dagu, sekarang sebutkan benda pos yang dijual di kantor pos” atau “Ibu tidak suka melihat peserta didik bertopang
dagu, sekarang Nurul sebutkan benda pos yang dijual di kantor pos”. Secara singkat, data [9] mengandung implikatur percakapan karena melanggar
maksim kuantitas yang kurang informatif dalam memberikan pertanyaan.
commit to user
[10] 83
G: Diulang bersama-sama 84
S: Peserta didik perempuan dan laki-laki Apakah pelanggan tidak tertipu dengan barang yang dibeli? Mungkinkah dinaikkan dulu dari harga
semestinya baru didiskon Bu? 85
G: Apakah pelanggan tidak tertipu dengan barang yang dibeli, itu yang
bertanya siapa ya? MKN MSD FK TD
86 S: Dimas beberapa peserta didik tertawa
Pembelajaran3
Konteks situasi data [10] tercipta karena adanya kesalahpahaman peserta didik terhadap perintah guru sebelumnya yaitu peserta didik laki-laki diminta
mengulang membaca nyaring. Tetapi justru dibaca seluruh peserta didik baik perempuan maupun laki-laki. Meskipun sebenarnya hal tersebut tidak
menggangu jalannya pembelajaran, guru tetap menginginkan agar peserta didik lebih fokus pada tugasnya masing-masing. Untuk itulah, guru
menggunakan tuturan 85 yang terkesan pertanyaan humor, tetapi dimengerti peserta didik dengan mengulang kembali teks yang dibaca peserta didik.
Sehingga peserta didik tidak merasa terpaksa untuk tidak saling membantu saat mengerjakan tugas individu. Maksud guru tersebut dimengerti peserta
didik dengan tuturan 86 yang dijawab dengan tertawa karena merasa salah, tetapi tidak minder. Dengan kata lain, tuturan 85 mengandung implikatur
percakapan dengan melanggar maksim kuantitas.
2 Maksim Kualitas
Pelanggaran maksim kualitas yaitu tuturan yang diungkap tidak sesuai kenyataan juga diterapkan untuk mematuhi maksim kedermawanan, seperti
contoh data berikut.
[11] 1
G: Sing pikét sopo, blabakké dibusak 2
S: Peserta didik masih gaduh
Guru melihat meja guru masih belum dirapikan dengan buku dan kertas berserakan di meja
3 G: Piketé wis piket kabéh? MKL MSD FKTD
4 S: Aziz maju menghapus papan tulis dan guru merapikan kertas dimeja
dan lemari guru Pembelajaran1
commit to user
Konteks situasi dalam data [11] merupakan awal pembelajaran bahasa Indonesia setelah upacara dan masuk pertama semester 2. Saat masuk kelas,
guru melihat meja dan papan tulis masih kotor padahal pembagian piket kelas masih seperti semester 1 sehingga tidak ada alasan peserta didik untuk lupa
dan tidak piket. Awal masuk kelas, guru telah menggunakan tuturan 1 berupa kalimat perintah, tetapi peserta didik justru tidak mau menuruti
maksud guru. Sehingga karena situasi masih awal pembelajaran, guru tidak ingin merusak konsentrasi peserta didik dengan memarahi hanya karena
beberapa peserta didik yang tidak piket. Hal ini terlihat pada tuturan 3 yang guru menganggap semua peserta didik telah melakukan tugas piket dengan
baik, padahal maksud guru adalah menyarankan peserta didik untuk piket sebelum pembelajaran dimulai dibanding memaksa dengan tuturan, ”Petugas
piket kelas, cepat bersihkan papan tulis ini”. Pengungkapan maksud yang tidak sesuai kenyataan ini membuktikan bahwa guru sengaja melanggar
maksim kualitas untuk menghormati peserta didik yang ternyata justru dipatuhi peserta didik seperti terlihat pada tuturan 4. Dengan demikian
tuturan guru tersebut teridentifikasi mengandung implikatur percakapan. Pelanggaran maksim kualitas juga dilakukan oleh peserta didik saat
bercakap-cakap dalam pembelajaran bahasa Indonesia ini dengan contoh data sebagai berikut.
[12] 352
G: Paket nggih. Melihat Dalil diam saja Sebutkan benda pos yang dijual di kantor pos, opo waé mau Lil, Dalil?
353 S: Am…Canggih terhenti
354
S: Kowé opo Dalil? Nurul MKL MSD FKTD