Tujuan dan Fungsi Implikatur Percakapan

commit to user dalam pembelajaran bahasa Indonesia ini lebih termasuk wacana dialog dibanding polilog, meskipun mempunyai partisipan lebih dari dua orang. Dalam penelitian ini juga sering ditemui guru menggunakan tuturan berimpliktur percakapan yang beruntun dalam pembelajaran. Hal ini seperti hasil penelitian Cohen dalam Jalaluddin Rakhmat 2001: 298 yang menyimpulkan salah satu cara yang dapat dilakukan penutur jika mempunyai lawan tutur yang dapat sepaham dan tidak sepaham dengan penutur adalah dengan memberi jeda panjang diantara maksud pertama dan kedua, kemudian segera mengadakan pengujian setelah maksud kedua. Sependapat dengan Cohen, E. Mulyasa 2006: 116 juga mengungkapkan bahwa seorang guru dapat melacak pemahaman peserta didik atas materi yang disampaikan dengan cara mengujarkan beberapa pertanyaan kembali, meskipun jawaban pertama sudah benar. Berdasarkan beberapa wujud implikatur percakapan yang ditemukan dalam penelitian ini ada satu maksim sopan santun tidak ditemukan yaitu maksim simpati. Khusus maksim ini tidak ditemukan dalam pembelajaran karena maksim ini dihindari dalam pembelajaran agar guru lebih objektif dalam menilai dan memperlakukan peserta didik sesuai karakteristik masing-masing. Hal ini sesuai pendapat Geoffrey Leech 1993: 208 yang menyatakan bahwa maksim simpati adalah maksim sopan santun yang memeringkat baik-tidaknya penilaian penutur terhadap mitra tutur yang terpusat pada diri penutur. Dengan kata lain, maksim simpati yang lebih memusatkan rasa setuju atau tidak setuju berdasarkan penilaian pribadi penutur dapat mengakibatkan penilaian guru menjadi tidak adil.

2. Tujuan dan Fungsi Implikatur Percakapan

Wujud implikatur percakapan yang digunakan selalu mempunyai tujuan dan fungsi tertentu. Penelitian ini menemukan beberapa fungsi ilokusi yang sesuai tujuan ilokusi tuturan berimplikatur percakapan dengan mementingkan pemeliharaan hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur saat pembelajaran bahasa Indonesia kelas V. Fungsi dan tujuan tersebut adalah 1 Implikatur Percakapan yang Berfungsi Kompetitif dan Bertujuan Direktif, 2 Implikatur Percakapan yang Berfungsi Menyenangkan dan Bertujuan Ekspresif, dan 3 commit to user Implikatur Percakapan yang Berfungsi Menyenangkan dan Bertujuan Komisif. Hal ini sesuai tiga rumusan prinsip sopan santun yaitu berikan pilihan, buat perasaan mitra tutur tetap baik dan jangan memaksa mitra tutur Abdul Rani, 2006: 37. Fungsi dan tujuan pertama lebih mengarah pada sopan santun negatif yang digunakan guru maupun peserta didik saat menginginkan mitra tutur melakukan sesuatu. Hal ini sesuai pendapat Geoffrey Leech 1993: 164 yang menghubungkan fungsi kompetitif dengan tujuan direktif melalui istilah impositif yang menerapkan sopan santun negatif atau berusaha mengurangi kerugian mitra tutur saat melakukan keinginan penutur. Koentjaraningrat dkk 2002: 349 menjelaskan bahwa salah satu ciri khas masyarakat desa terutama Jawa sangat menghargai mitra tutur sehingga bahasa perintah yang digunakan tidak membebani mitra tutur, salah satunya dengan memaksimalkan beban diri sendiri atau istilah bahasa Jawa diénék-énékké ’diada-adakan’ meskipun sebenarnya tidak ada hanya sekadar basa-basi. Hal ini terlihat pada data [43] saat guru membenarkan tuturan peserta didik yang kurang langkap dengan langsung menuturkan jawaban yang diinginkan guru, tetapi tetap diakhiri kalimat rumpang agar peserta didik dapat membenarkan jaawaban. Tuturan ini membuat mitra tutur menjadi tidak merasa terbebani melakukan sesuatu bahkan ada juga yang merasa hal tersebut lucu karena jawaban peserta didik terkesan benar. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan fungsi dan tujuan ini diterapkan saat guru memberi variasi, membuka diskusi, dan mengarahkan interaksi pembelajaran, maupun peserta didik dalam mengungkapkan perintah kepada peserta didik lain. Hal ini sesuai pendapat George Yule 2006: 95 yang menyatakan bahwa tuturan bertujuan direktif mempunyai sifat kunci penutur menginginkan situasi yang dilakukan oleh mitra tutur. Jika dihubungkan dengan penerapan maksim sopan santun, pelaksanaan fungsi kompetitif dan tujuan direktif ini terbagi menjadi tiga maksim, yaitu maksim kearifan saat penutur mengajak, maksim kedermawanan saat penutur menyarankan, dan maksim gabungan kearifan dan pujian saat menasihati mitra tutur. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Geoffrey Leech 1993: 196 yang juga menyebutkan bahwa commit to user imposif menerapkan skala untung-rugi bagi mitra tutur. Sehingga dalam penerapannya, Ketiga maksim sopan santun tersebut lebih mementingkan keuntungan mitra tutur dengan sering melanggar maksim cara. Fungsi dan tujuan kedua mengarah pada sopan santun positif yang menggambarkan adanya rasa “pemakluman” dengan sikap maupun tuturan mitra tutur. Hal demikian sering ditandai dengan adanya penggunaan tuturan pujian atau sindiran saat penutur merasa tidak menyukai sikap mitra tutur, hingga menggunakan diri sendiri sebagai contoh. Kunjana Rahardi 2008: 63 menerangkan bahwa dalam pergaulan, penutur harus menghindari tuturan yang mengejek mitra tutur jika tidak ingin dikatakan sebagai orang yang tidak sopan. Dalam penerapan maksim sopan santun di kelas V, fungsi dan tujuan ini sering digunakan untuk maksim pujian saat memuji, kerendahan hati saat bertanya, serta maksim gabungan kedermawanan dan kesepakatan saat menyindir mitra tutur. Hal ini terlihat pada data [51] saat guru kurang suka menemukan judul puisi karya peserta didik hampir sama dengan peserta didik yang lain, tetapi membenarkannya karena isi puisi tersebut berbeda. Geoffrey Leech 1993: 196 berpendapat tujuan ekspresif menyiratkan tuturan yang mengandung fungsi dan tujuan ini menyiratkan keuntungan mitra tutur saat memaklumi keinginan penutur. Fungsi dan tujuan ini sebagian besar diterapkan dengan melanggar maksim hubungan yang membuat peserta didik menjadi lebih peka dan mengerti kesalahannya. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa fungsi dan tujuan ini sering digunakan untuk memperhalus tuturan guru saat mengadakan evaluasi, mengasah keterampilan bertanya dan saat menjelaskan sebuah materi. Hal ini sesuai dengan pendapat Rolanld Partin 2009:13-17 yang melarang penggunaan sarkasme atau mengejek saat berbicara kepada peserta didik karena akan berdampak buruk bagi kepercayaan diri peserta didik dalam pembelajaran. Fungsi dan tujuan ketiga mengungkapkan perasaan penutur yang mengerti mitra tutur ingin dapat diterima sebagai bagian integral dari diskusi. Fungsi dan tuturan ini sangat penting bagi guru maupun peserta didik untuk memberi penguatan atas tuturan mitra tutur. Kunjana Rahardi 2008: 64 mengungkapkan bahwa masyarakat Jawa sangat tidak memperbolehkan seseorang memenggal atau commit to user membantah secara langsung hal yang dituturkan mitra tutur. Sehingga bagi guru, fungsi dan tujuan ini adalah penghargaan yang diberikan guru kepada peserta didik untuk menumbuhkan kepercayaan diri dalam berpendapat. Hal ini sesuai pendapat Aunurrahman 2010:119 yang berpendapat bahwa seorang guru harus memahami dan mampu mengembangkan keaktifan peserta didik belajar saat proses pembelajaran di kelas. Contohnya, data [60] yang terjadi saat guru membenarkan jawaban peserta didik dengan kata nggih ‘iya’, meskipun jawaban tersebut kurang tepat sehingga perlu dijelaskan kembali agar sesuai maksud guru. Dalam penelitian ini, fungsi menyenangkan dan tujuan komisif terbagi menjadi tiga, yaitu penutur menawarkan saat menerapkan maksim kesepakatan, menjamin saat menerapkan maksim gabungan kearifan dan kesepakatan, serta kesanggupan saat menerapkan maksim gabungan kedermawanan dan kerendahan hati. Hal ini sesuai pendapat Geoffrey Leech 1993: 196 yang menyatakan bahwa tujuan komisif lebih memperhatikan keuntungan maupun kerugian bagi penutur sehingga bersifat sopan santun positif dan tidak bersifat kompetitif. Salah satunya dengan penggunaan bahasa Jawa dalam pembelajaran yang dianggap peserta didik dapat dilihat pada lampiran 5 bahwa guru mengerti kebiasaan peserta didik yang lebih mudah menangkap materi jika dijelaskan dengan bahasa Jawa, padahal sebenarnya guru memaksudkan tujuan komisif dibalik tuturan tersebut. Penggunaan bahasa Jawa ini tidak dapat dipungkiri karena pendidikan sekolah dasar dijadikan tumpuan awal pengenalan bahasa Indonesia. P. W. J. Nababan 1987: 73 mengungkapkan bahwa fungsi utama pendidikan sekolah dasar ialah mengindonesiakan peserta didik yang sebagian besar lahir dan memulai kehidupan sebagai insan daerah lebih fasih berbahasa daerah. Selain itu, guru sering melanggar maksim kuantitas melalui kalimat rumpang dalam menerapkan fungsi dan tujuan ini karena dianggap dapat ”memancing” interaksi guru dan peserta didik menjadi lebih aktif. Hal ini sesuai pendapat Muhibbin Syah 2008: 57 bahwa belajar yang baik adalah mampu “memfungsikan” peserta didik, membuat peserta didik mampu mengembangkan ranah cipta dan rasa mengenai suatu hal dengan sendirinya secara utuh. Dengan demikian, dapat disimpulkan commit to user bahwa fungsi dan tujuan ini sering diujarkan dengan bahasa Jawa dan didominasi pelanggaran maksim kuantitas. Berdasar uraian fungsi dan tujuan implikatur percakapan dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa fungsi bekerja sama dan bertentangan tidak ditemukan karena kedua fungsi tersebut tidak mengandung unsur kesopanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Geoffrey Leech 1995: 163 yang mengungkapkan bahwa fungsi bekerja sama tidak relevan dengan sopan santun dan biasanya ditemukan dalam wacana tulis, sedangkan fungsi bertentangan tidak mengandung unsur kesopanan. Begitu pula dengan tujuan asertif dan deklarasi juga tidak ditemukan dalam penelitian ini karena tidak mengandung unsur kesopanan. Ketidaktemuan ini sesuai pendapat Geoffrey Leech 1995: 164-165 yang menjelaskan bahwa asertif lebih bersifat netral dan deklarasi hanya sekadar ujaran bersifat kelembagaan tanpa mementingkan unsur kesopanan.

3. Alasan Penggunaan Implikatur Percakapan

Dokumen yang terkait

Aimai dalam Implikatur Percakapan Bahasa Jepang: Kajian Pragmatik

44 305 144

Implikatur Percakapan pada Novel "99 Cahaya di Langit Eropa" Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

3 19 126

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN OLAHRAGA PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 BANDARLAMPUNG

1 11 207

Pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan Sekolah Dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia studi kasus di SD negeri Pondok 03 kecamatan Nguter kabupaten Sukoharjo

0 4 317

METODE ROLE PLAYING DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V SD NEGERI Peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui Metode Role Playing Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD Negeri Drajitan Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali Tahun Pel

0 3 10

PENDAHULUAN Peningkatan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Dengan Menggunakan Media Gambar Seri Pada Siswa Kelas V SD Negeri Pondok 03 Nguter Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2011/2012.

0 1 8

PENUTUP Peningkatan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Dengan Menggunakan Media Gambar Seri Pada Siswa Kelas V SD Negeri Pondok 03 Nguter Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2011/2012.

0 1 5

Implikatur percakapan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 sd Ta'mirul Islam Surakarta 1. COVER

0 0 17

Aimai dalam Implikatur Percakapan Bahasa Jepang: Kajian Pragmatik

0 2 13

Implikatur dalam Percakapan Tertulis Bahasa Inggris SMA

0 0 17