commit to user
41 G: Hanya lima anak itu tadi yang belum. Sekarang sudah ditambah Fifa
sama....MKC MSK FM TE
42 S: Ibnu Aziz
43 G: Ibnu menatap Ibnu
44 S: Mengangguk Ibnu
Pembelajaran1
Konteks situasi data [26] terjadi saat mengingatkan kembali tugas pembelajaran sebelumnya yang harus dikumpulkan, tetapi terdapat beberapa
peserta didik yang belum mengumpulkan atau telat mengumpulkan. Dan untuk memastikannya tanpa membuat membuat peserta didik beranggapan
tidak menghargai peserta didik yang sudah mengumpulkan meski telat, guru menggunakan kata ”ditambah” sebagai ungkapan penerimaan yang bersifat
ambigu pada tuturan 41. Hal ini karena meskipun sudah mengumpulkan tetapi ada ketentuan penelaian yang berbeda dengan peserta didik tepat waktu,
seperti dengan tuturan, ”Meski kalian mengumpulkan sekarang, tetapi nilai kalian tidak sama dengan peserta didik yang tepat waktu mengumpulkan
tugas”. Maksud guru tersebut dimengerti peserta didik dengan respon 45 yang menanyakan keberterimaan keterlambatan pengumpulan tugas peserta
didik. Sehingga tuturan 41 pada data [26] mengandung implikatur percakapan yang melanggar maksim cara untuk menaati maksim kerendahan
hati. Pelanggran maksim cara juga dilakukan peserta didik untuk merespon
tuturan guru, seperti yang lihat dari contoh data [27] sebagai berikut.
[27] 629
S: Rumah toko 630
G: Ruko dan tempat sampah disediakan agar sampah-sampah opo? 631
S: Tidak kemana-mana Aziz MKC MSK FM TE
632 G: Tidak berantakan atau berserakan kesana kemari yang membuat
pemandangan tidak enak, ora kepénak ditonton. Ngendi-ngendi akeh uwuh sing ora nggenah. Sebaiknya ditempatkan pada tempat sampah,
sehingga sampah itu di… 633
S: Buang Aziz Pembelajaran2
commit to user
Konteks situasi data [27] tercipta saat tuturan 630 yang diucapkan guru ingin direspon peserta didik, tetapi peserta didik tersebut tidak ingin mencolok
diantara peserta didik lain sekaligus kurang dapat mengungkapkan pendapatnya dengan kata-kata lebih khusus sehingga tuturan 631 justru
bermakna ambigu jika guru tidak mengetahui topik yang dibicarakan sebelumnya. Meskipun demikian, guru tetap mengetahui maksud guru seperti
yang terlihat pada tuturan 632 berupa prediksi hal yang ingin diungkapkan peserta didik dan penjelasan untuk menyamakan persepsi guru dan peserta
didik tentang topik tersebut seperti dalam tuturan 633 sebagai tanda kesepakatan. Sehingga tuturan 631 diidentifikasi mengandung implikatur
percakapan yang melanggar maksim cara dengan mengungkapkan suatu hal ambigu atau kekaburan maksud tuturan peserta didik.
Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti menemukan beberapa pelanggaran prinsip percakapan untuk menaati maksim pujian sehingga
mengandung implikatur percakapan. Penerapan seperti ini didominsai pelanggaran maksim hubungan, tetapi tidak ditemukan pelanggaran maksim
kualitas dan gabungan. Data semua pelanggaran dalam penelitian dapat juga
dilihat pada lampiran transkrip pembelajaran pada data berkode MKN MSP, MKH MSD,
dan MKC MSD. i
Implikatur Percakapan dalam Penerapan Maksim Kesepakatan
Inti dari maksim ini adalah menggariskan setiap penutur dan mitra tutur untuk memaksimalkan kecocokan di antara mereka dan meminimalkan ketidakcocokan
di antara mereka. Penerapan maksim ini dilakukan dengan menghindari tuturan yang membantah atau memenggal tuturan mitra tutur. Penelitian ini menemukan
tuturan mengandung implikatur percakapan untuk menerapkan maksim ini. Berikut penjelasan beberapa contoh pelanggaran maksim-maksim percakapan
dalam penerapan maksim kesepakatan.
commit to user
1 Maksim Kuantitas
Contoh tuturan penerapan maksim kesepakatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang melanggar maksim kuantitas seperti pada data berikut.
[28] 113
G: Tempo kuwi opo to... Tempo kuwi nggih, tempo adalah cepat atau lambatnya pengucapan dalam pu…
114 S: Isi
115
G: Puisi. Cepat atau lambatnya pengucapan pada… MKN MSS FM TK
116 S: Puisi
117
G: Itu namanya… MKN MSS FM TK
118 S: Tempo
119 G: Tempo. Jadi dalam membaca puisi yang anak-anak perhatikan itu, satu
tanda koma, dua tanda baca titik. Diikuti garis miring satu untuk koma, garis miring dua untuk tanda baca ti… MKN MSS FM TK
120 S: Tik
Pembelajaran1
Konteks situasi data [28] terjadi setelah guru selesai menjelaskan materi tentang pengertian tempo dan tanda-tanda yang terdapat dalam pembacaan
pusi. Untuk memastikan peserta didik memahami penjelasan guru, maka tuturan 115, 117, dan 119 dituturkan secara singkat sebagai review dan
meminta peserta didik ikut menyimpulkan materi yang telah dibahas pada pembelajaran tersebut. Tuturan tersebut lebih menawarkan kesempatan
dibandingkan tuturan guru yang mereview ulang tanpa melibatkan peserta didik seperti dengan tuturan, ”Benar, tempo adalah cepat lambatnya
pengucapan pada pembacaan puisi. Selain itu, di dalam membaca puisi kalian juga harus memperhatikan tanda garis miring satu sebagai pengganti tanda
koma dan garis miring dua sebagai pengganti tanda titik”. Maksud ketiga tuturan tersebut dimengerti peserta didik dengan adanya respon 116, 118,
dan 120 yang juga dilakukan secara singkat pula. Dengan demikian tuturan 115, 117, dan 119 mengandung implikatur percakapan yang melanggar
maksim kuantitas guna mematuhi maksim kesepakatan. Contoh lain pelanggaran maksim ini dalam penerapan maksim
kesepakatan dapat dilihat pada contoh data berikut ini.
commit to user
[29] 7
G: Tiwa. Kita baca dulu, opo to sing diarani mendengarkan cerita…mendengarkan cerita adalah, opo cah?
8 S:
Menyimak tutur … suatu hal …peristiwa saling bersahutan 9
G: Menyimak tutur MKN MSS FM TK, tutur ki opo to cah?