commit to user
pada bulan Januari sebagai awal pembelajaran semester II sehingga antara guru dan peserta didik telah saling mengetahui kebiasaan dan karakteristik mitra tutur
dan penutur yang mempengaruhi penggunaan implikatur percakapan. Dari beberapa pembelajaran yang direkam, peneliti menganalisis 7 x 35 menit tiga
pertemuan yang telah mewakili informasi mengonfirmasi untuk menentukan pola penggunaan implikatur percakapan di kelas V tepatnya hari Senin tanggal 3
Januari 2011, Selasa tanggal 11 Januari 2011, dan Senin 17 Januari 2011. Dalam ketiga pembelajaran tersebut, peneliti membahas sejumlah data mengenai wujud
implikatur percakapan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Kelas V SD Negeri Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo yang meliputi
pelanggaran maksim kerjasama sekaligus penerapan maksim sopan santun. Peneliti juga membahas mengenai fungsi dan tujuan serta alasan penggunaan
implikatur percakapan yang diujarkan guru maupun peserta didik dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Kelas V SD Negeri Pondok 1 Kecamatan
Nguter Kabupaten Sukoharjo. Derskripsi data dari wujud, fungsi dan tujuan implikatur percakapan dalam penelitian ini selengkapnya dapat dilihat dalam
lampiran transkrip percakapan.
F. Hasil Penelitian
1. Wujud Tutur Implikatur Percakapan
Implikatur percakapan merupakan implikasi pragmatis yang terdapat pada percakapan yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip percakapan.
Wujud implikatur percakapan dalam penelitian ini tercermin dalam pelanggaran prinsip kerjasama dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Prinsip kerjasama yang
lebih menekankan pada penggunaan segala ujaran sesuai dengan tujuan percakapan yang telah disepakati atau sesuai arah percakapan yang diiikuti sering
dilanggar untuk mematuhi prinsip sopan-santun. Prinsip sopan-santun dalam berkomunikasi dapat dipandang sebagai usaha untuk menghindari konflik antara
penutur dan mitra tutur karena lebih bersifat sosial, estetis, dan moral dalam melakukan suatu percakapan.
commit to user
Penelitian ini hanya menganalisis wujud implikatur percakapan yang melanggar prinsip kerjasama, tetapi menaati prinsip sopan santun dalam
pembelajaran bahasa Indonesia kelas V. Hal ini sesuai kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik kelas V agar mementingkan penggunaan bahasa
Indonesia yang baik, benar dan santun dalam menerapkan keterampilan berbahasa. Untuk lebih memudahkan penjelasan tentang wujud implikatur
percakapan pada penelitian ini, peneliti hanya menyajikan beberapa jenis pelanggaran prinsip kerjasama dalam penerapan prinsip sopan santun sebagai
contoh data. Penyajian contoh wujud tutur implikatur dalam pembelajaran bahasa
Indonesia hasil penelitian ini diurutkan sesuai pengelompokan pada Bab II. Penjelasan mengenai wujud implikatur percakapan dilakukan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1 penomoran paling atas dan bercetak tebal menyatakan urutan contoh data, 2 penomoran sebelah kiri dialog
menyatakan urutan tuturan dalam seluruh data sebagai tanda terjalin kerjasama tuturan sekaligus konteks, 3 keterangan bercetak tebal dalam tanda kurung
lancip menyatakan pelanggaran maksim, penerapan maksim, tujuan, dan fungsi implikatur, dan 4 keterangan dalam tanda kurung pojok kanan setelah contoh
data menyatakan urutan pembelajaran. Pendeskripsian hasil penelitian sampel korpus wujud tuturan implikatur percakapan untuk menerapkan prinsip sopan-
santun dapat dijabarkan sebagai berikut.
e Implikatur Percakapan dalam Penerapan Maksim Kearifan
Gagasan dasar kearifan atau sering juga disebut maksim kebijaksanaan adalah berprinsip mengurangi kerugian dan memaksimalkan keuntungan orang
lain. Pemaksimalkan keuntungan mitra tutur ini biasanya dilakukan dengan tuturan yang ”diada-adakan” agar mitra tutur tidak sungkan dan penutur terhindar
dari anggapan sikap marah, iri dan kurang sopan saat menginginkan mitra tutur melakukan sesuatu. Dalam kenyataannya, untuk menerapkan maksim ini penutur
dengan sengaja melanggar prinsip percakapan. Berikut penjelasan beberapa contoh pelanggaran maksim percakapan dalam penerapan maksim kearifan.
commit to user
1 Maksim Kualitas
Maksim kualitas menuntut kesesuaian antara tuturan dan fakta sebenarnya yang didukung bukti-bukti saat tuturan tersebut diujarkan. Contoh tuturan
dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang melanggar maksim kualitas seperti pada data berikut.
[1] 100
G: Dah nggih. Jadi, ada tiga macam. Selain hal-hal di atas, perlu kamu perhatikan tekanan atau ritme. Ritme tekanan itu opo to cah…tekanan
dalam membaca puisi. Tekanan dalam membaca puisi ada? Berapa itu? Ada berapa?
101 S: Tiga…peserta didik deretan paling timur membaca
102 G: Melihat peserta didik deretan paling timur Ada tiga, yaitu dinamik,
yang kedua nada, dan yang ketiga….MKL MSA FKTD
103 S: Tempo Canggih diikuti peserta didik lain
104 G: Tempo nggih. Tekanan dinamik itu apa…Tekanan dinamik opo to cah?
Diwoco, coba Nurul Pembelajaran1
Konteks situasi data [1] dalam penelitian ini terjadi setelah adanya peserta didik kelas lain masuk untuk mengembalikan sapu saat penjelasan materi. Saat
guru memberi pertanyaan tentang materi, ternyata tidak semua peserta didik dapat merespon pertanyaan guru yang diulang hingga 3x pada tuturan 100
termasuk Canggih peserta didik yang aktif menjawab, tetapi tidak mengikuti jam tambahan saat libur semester 1. Hal ini tentu saja membuat guru kecewa
karena penjelasan yang disampaikan belum dipahami dengan baik sehingga harus diulang. Padahal karakteristik sebagian besar peserta didik kelas V tidak
menyukai dan mudah bosan jika materi yang telah disampaikan harus djelaskan kembali. Untuk itu, guru mengambil alternatif tuturan 102 yang
berupa seolah-olah semua peserta didik menjawab pertanyaan sehingga guru cukup memperjelas tuturan peserta didik dengan kalimat tidak lengkap untuk
kembali direspon peserta didik sesuai dengan pengetahuan yang diketahui, dibanding dengan menggunakan tuturan, ”Benar, tetapi ada teman kalian yang
belum tahu. Kita ulang lagi materi ini” yang akan membuat peserta didik lain yang sudah paham merasa dirugikan karena tidak mendapat pengetahuan baru.
Sehingga maksud dibalik tuuran 102 lebih untuk menjelaskan kembali
commit to user
materi sekaligus mengecek kedalaman pemahaman materi peserta didik. Maksud guru tersebut dipahami peserta didik dengan tuturan 103. Sehingga
tuturan 102 diidentifikasi mengandung implikatur percakapan yang melanggar maksim kualitas agar peserta didik tidak merasa dirugikan dengan
pengulangan materi. Seperti halnya data [1], dalam pembelajaran kedua pelanggaran maksim
kualitas juga digunakan untuk menuntun peserta didik yang tidak bisa menjawab pertanyaan guru, seperti dalam contoh data sebagai berikut.
[2] 295
G: He eh, Tina. melihat Aqib bertopang dagu Siapa yang mengantarkan Tina ke kantor pos Qib, Aqib?
296 S: Pak guru
297 G: Pak guru. melihat Nurul bertopang dagu Sebutkan fungsi kantor pos,
opo waé Nurul? 298
S: kaget dan memperbaiki posisi duduk 299
G: Satu untuk….MKL MSA FKTD
300 S: Pengiriman Nurul
Pembelajaran2
Konteks situasi data [2] terjadi saat peserta didik bertopang dagu sehingga terkesan tidak memperhatikan penjelasan guru dan ternyata saat dicek guru
dengan tuturan 297, peserta didik tersebut tidak dapat menjawab seperti terlihat pada tuturan 298. Hal ini tentu saja membuat guru kecewa, guru
mengetahui karakteristik peserta didik tersebut sebenarnya pintar sehingga guru cukup menganggap peserta didik seolah-olah menjawab sesuatu sebagai
stimulus singkat yang bermaksud mengulangi pertanyaan dan menuntun peserta didik menjawabnya. Selain itu dengan tuturan 299, guru juga
menghindari peserta didik nenjadi minder yang justru akan membuatnya semakin tidak konsentrasi dalam menjawab pertanyaan, seperti jika dengan
berujar, ”Kamu tidak memperhatikan penjelasan Bu Guru ya? Ayo jawab pertanyaan Ibu tadi”. Maksud tersembunyi pada tuturan 299 ini dipahami
peserta didik seperti yang terlihat pada tuturan 300 sebagai jawaban yang benar atas pertanyaan guru. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tuturan
commit to user
299 mengandung implikatur percakapan yang melanggar maksim kualitas
untuk mengurangi kerugian mitra tutur dalam penerapan maksim kearifan. 2
Maksim Hubungan
Maksim ini digunakan agar terjalin kerjasama yang baik antara penutur dan mitra tutur dengan memberikan kontribusi tuturan yang relevan. Beberapa
pelanggaran maksim ini antara lain pada contoh data sebagai berikut.
[3] 474
G: He eh, engko dhak kecewa, gelo. Dimasaké ngoyo-ngoyo ora di… 475
S: Maem 476
G: Nah...ibu merasa senang kalau sudah dimasakkan sesuatu, kamu harus
segera memakannya bersama kelu….MKH MSA FKTD
477 S: Arga
478 G: Keluarga, maemé kudu bareng-bareng, jatahé piro to? Bapak ibu adik
kakak kabeh mlumpuk bareng-bareng di…Dimana? 479
S: Meja makan Nurul Pembelajaran1
Konteks situasi data [3] dalam penelitian ini mencerminkan pembelajaran terpadu untuk kelas tinggi sehingga guru dituntut untuk dapat menghubungkan
bidang ilmu satu dengan bidang ilmu lain yang sesuai dengan lingkungan peserta didik. Dalam tuturan 476, guru berusaha menghubungkan jawaban
peserta didik untuk contoh pengorbanan Ibu dengan suatu hal yang dapat menyenangkan Ibu dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga tuturan ini
sebenarnya mengandung maksud perintah peserta didik secara halus untuk mengubah kebiasaan makan peserta didik yang suka memilih makanan dan
jarang makan bersama keluarga dibandingkan dengan berujar, ”Benar, kalian yang suka pilih-pilih makanan, dan makan tidak bersama keluarga berarti
membuat Ibu sedih” yang terkesan menyalahkan peserta didik. Maksud tuturan 476 dapat dipahami peserta didik dengan melihat respon tuturan
477 dan tuturan diskusi selanjutnya yang semakin mengarahkan peserta didik untuk lebih mengerti tentang kondisi keluarganya masing-masing
dengan keadaan ekonomi yang semakin sulit. Tuturan 476 yang diujarkan guru dengan tidak mengiyakan atau menolak respon peserta didik pada tuturan
sebelumnya mencerminkan implikatur percakapan dengan cara guru sengaja
commit to user
melanggar maksim hubungan karena meskipun secara sepintas tuturan guru dan peserta didik tidak berhubungan, tetapi maksud tuturan guru tersebut
justru menegaskan dan menasihati peserta didik secara halus untuk mempraktikkan materi yang didiskusikan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi
data [3] mengandung implikatur percakapan karena melanggar maksim hubungan saat menerapkan maksim kearifan.
Penelitian ini juga ditemukan tuturan guru yang dapat diterapkan dengan melanggar maksim hubungan agar peserta didik merasa dihargai pendapatnya
meskipun tetap harus menaati perintah guru, salah satu contohnya sebagai berikut.
[4] 523
G: Kelompok dua, anggotanya Luluk, Viva dan Nilam 524
S: Luluk mencatat anggota kelompoknya 525
S: Kelompok tiga sini Bu Canggih 526
G: Kelompok tiga Bella yo, ketuané Bella MKH MSA FK TD