commit to user
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Implikatur Percakapan
Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat penyampaian maksud baik berupa tuturan yang bersifat performatif maupun konstantif. Bentuk bahasa B
adalah hasil dari pertimbangan dan penghubung situasi S, konteks K , dan maksud M atau sering dirumuskan dengan M+SK=B saat berkomunikasi P. W.
J. Nababan, 1987: 8. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diketahui pada dasarnya semua tuturan bersifat performatif yang berarti dua hal terjadi secara
bersamaan ketika orang mengucapkannya. Yang pertama adalah tindak action, dan kedua berupa ucapan yang dapat digolongkan kepada tiga kategori, yaitu
lokusi adalah makna dasar dan makna referensi makna yang diacu oleh ujaran itu; ilokusi adalah kekuatan yang ditimbulkan oleh penggunaan ujaran itu sebagai
perintah, ujian, ejekan, keluhan, janji, dan sebagainya; serta yang terakhir perlokusi adalah hasil atau efek dari ujaran itu terhadap pendengar mitra tutur,
baik yang nyata maupun yang diharapkan. Secara singkat ilokusi yang tidak dikatakan penutur kepada mitra tutur dan mempunyai kemungkinan lebih dari satu
penafsiran disebut implikatur. Dengan kata lain, partisipan yang terlibat langsung dalam peristiwa tutur terkadang sengaja tidak memiliki kerja sama yang baik saat
menyampaikan beberapa maksud tersembunyi. Meskipun demikian, implikatur merupakan sebuah proposisi yang sudah diarahkan dari tuturan yang sebenarnya
telah dituturkan penutur. Untuk itu, perlu pemahaman tentang konsep implikatur, implikatur percakapan, ilokusi, penafsiran dan kendala pemakaian implikatur
percakapan sebelum membahas penelitian.
a. Pengertian Implikatur
Orientasi pengkajian pragmatik terfokus pada suatu komunikasi praktis yang dipengaruhi berbagai faktor diluar bahasa. Faktor inilah yang turut memberi
11
commit to user
makna dalam proses komunikasi. Cruse dalam Louise Cummings 2007: 2 menjelaskan:
Pragmatik adalah suatu kajian yang berurusan dengan aspek informasi dalam pengertian yang paling luas yang disampaikan melalui bahasa yang a tidak
dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk linguistik yang digunakan, namun yang b juga muncul secara alamiah dari dan
tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut sesuai penekanan
ditambahkan.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh George Yule 2006: 3-4 tentang empat definisi pragmatik, yaitu 1 bidang yang mengkaji makna pembicara; 2
bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; 3 bidang yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan
atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan 4 bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam
percakapan tertentu. Pragmatik juga digunakan untuk mengkaji cara suatu hal yang disampaikan
lebih banyak dimengerti mitra tutur dibandingkan hal yang dituturkan penutur sekaligus mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi
partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu. Batasan tersebut sering disebut faktor-faktor penentu tindak komunikatif yang penyesuaian bentuk bahasa atau
ragam bahasa dalam kemampuan menggunakan bahasa saat berkomunikasi. Faktor-faktor tersebut yaitu siapa yang berbahasa, dengan siapa, untuk tujuan apa,
dalam situasi apa, dalam konteks apa, jalur yang mana, media apa dan dalam peristiwa apa. Dengan kata lain pragmatik adalah kajian tentang kemampuan
pemakai bahasa untuk mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat tersebut
Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa implikasi pragmatik dalam tuturan merupakan satuan pragmatik yang tersirat atau terimplikasi bentuk
lingual oleh penutur dalam situasi tutur. Jika dalam suatu komunikasi, salah satu tidak paham dengan arah pembicaraan komunikasi tersebut, maka seringkali
ditanyakan, “Sebenarnya, apa implikasi ucapan Anda tadi?”. Bahkan terkadang
commit to user
kebenaran atau keruntutan sintaksis bukanlah hal terpenting dalam tuturan karena sering dijumpai suatu komunikasi tetap dapat berjalan dengan penggunaan bentuk
yang tidak apik secara sintaksis atau semantik. Suatu analisis percakapan atau tuturan lebih mementingkan dimensi sosial
sehingga penjelasan makna yang tidak alamiah dalam berkomunikasi tidak cukup hanya bermaksud menyebabkan efek tertentu pada mitra tuturnya, melainkan efek
ini hanya dapat dicapai jika mitra tutur tersebut mengetahui maksud untuk menghasilkan efek ini sesuai konteks penutur dan mitra tutur Geoffrey Leech,
1993: 5. Suatu dialog yang mengandung implikatur akan suatu melibatkan penafsinaran yang tidak langsung. Dalam komunikasi verbal, implikatur biasanya
sudah diketahui oleh para penutur dan tidak perlu diungkapkan secara eksplisit. Dengan berbagai alasan, implikatur justru sering disembunyikan agar hal yang
diimplikasikan tidak nampak terlalu mencolok. Secara singkat paparan di atas ingin menanggulangi persoalan makna yang
belum bisa terpecahkan dengan teori semantik biasa yaitu “apa yang diucapkan” terkadang berbeda dengan “apa yang diimplikasikan”. Meskipun demikian,
pragmatik sebagai bidang kajian dalam linguistik masih mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini sering disebut semantisisme, yaitu melihat
pragmatik sebagai bagian dari semantik; atau sebaliknya dengan sebutan pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik; dan
komplementarisme yaitu melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang saling melengkapi. Oleh karena itu, pragmatik sering disebut bidang yang
mengkaji makna dalam interaksi meaning in interaction dan dibedakan menjadi dua hal yaitu:
1 pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan, ini dapat dibedakan menjadi
dua yaitu pragmatik sebagai bidang kajian linguistik dan pragmatik sebagai salah satu segi di dalam bahasa;
2 pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan mengajar.
Berpijak pada beberapa hal di atas, pragmatik pada hakikatnya lebih mengarah pada perwujudan kemampuan pemakai bahasa untuk menggunakan bahasanya
sesuai dengan
faktor-faktor penentu
dalam tindak
komunikatif dan
commit to user
memperhatikan prinsip penggunaan bahasa secara tepat. Penafsiran bahasa tuturan melalui pragmatik juga akan menjadi lebih mendalam untuk mengetahui maksud,
asumsi dan tujuan pembicaraan dengan berdasar hal-hal yang penutur perlihatkan konteks saat tuturan tersebut diujarkan. Untuk itulah, terkadang semua konsep
tuturan tersebut cenderung tidak konsisten dan objektif saat dianalisis karena berbeda konteks maka dimungkinkan berbeda pula maksud ujaran meskipun
tuturan yang diujarkan sama. Teori ini pulalah yang kemudian melahirkan implikatur dalam subkajian
pragmatik sebagai penganalisis makna terselubung dari suatu tuturan yang disampaikan penutur baik secara lisan maupun tulisan. Dan penginterpretasian
dalam suatu percakapan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran fisik, sosial, dan
linguistik dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran. I Dewa Putu Wijaya dan Muhammad Rohmadi 2009: 37 mengungkapkan bahwa implikatur
bukan merupakan bagian tuturan yang mengimplikasikannya, hubungan antar preposisi tersebut bukan merupakan konsekuensi mutlak. Dengan kata lain,
implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan hati penutur yang tersembunyi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa implikatur merupakan
bagian dari pragmatik yang menelaah maksud penutur yang lebih banyak dari pada apa yang dituturkan oleh penutur implicature dan memahami manipulasi
bahasa untuk kesopanan politeness.
b. Kaidah Penggunaan Implikatur Percakapan