commit to user
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti juga menemukan penerapan maksim pujian yang mengandung implikatur percakapan didominasi pelanggaran kualitatif
dan tanpa pelanggaran maksim kuantitatif, cara maupun gabungan. Untuk data yang lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran transkrip pembelajaran dengan
kode MKL MSP dan MKH MSP. h
Implikatur Percakapan dalam Penerapan Maksim Kerendahan Hati
Maksim ini bertujuan agar penutur dapat bersikap rendah hati dengan mengurangi pujian untuk diri sendiri. Dalam penelitian ini penerapan maksim
kerendahan hati sering dilakukan dengan melanggar prinsip percakapan karena pemahaman kebiasaan penutur dan mitra tutur. Untuk memperjelas, contoh
penerapan maksim ini.
1 Maksim Kuantitas
Maksim kuantitas menentukan informasi yang diberikan tidak boleh kurang atau melebihi yang diinginkan mitra tutur. Contoh pelanggaran
maksim ini dalam penerapan maksim kerendahan hati saat pembelajaran dapat dilihat dari data berikut.
[22] 136
G: Lama itu dalam membaca puisi. Nah seperti yang anak-anak lakukan tugas yang kemarin, wingi tak paringi tugas ternyata masih ada 5 anak
yang belum membuat. Nah hari ini tinggal 3 anak yang belum membuat, Aqib
137 S: Empat Bu
138 G: O masih 4? Aqib
139
S: Aziz MKN MSK FM TE
140 G: Aziz, Bayu, karo
141 S: Canggih Nurul
Pembelajaran1
Konteks situasi ujaran ini adalah guru menyadari kesalahan dalam menjelaskan jumlah peserta didik yang belum mengumpulkan tugas dan
direspon peserta didik hanya dengan menyebutkan nama peserta didik lain yang belum mengumpulkan. Meskipun demikian guru tetap mengerti yang
dimaksud peserta didik dengan mengulang nama yang disebutkan peserta didik tersebut dan menambah nama sesuai daya ingat guru. Tuturan 139
commit to user
pada data [22] terlalu singkat untuk merespon tuturan guru yang tidak hanya membutuhkan respon nama peserta didik yang belum mengumpulkan tugas,
melainkan respon benar atau salahkah pengetahuan guru. Sehingga tuturan peserta didik seharusnya, ”Iya Bu, tadi Ibu salah karena masih ada empat yang
belum mengumpulkan yaitu Aqib, Aziz, Bayu dan Canggih”. Tetapi hal ini tidak diujarkan peserta didik, melainkan justru diujarkan secara singkat
sebagai tanda peserta didik tidak sombong guru, meskipun peserta didik tersebutlah yang benar. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa data [22] pada
tuturan 139 mengandung implikatur percakapan dengan melanggar maksim kuantitatif karena peserta didik sengaja merespon tuturan guru secara singkat
atau memenggal informasi yang diperlukan guru. Pelanggaran maksim kuantitatif juga digunakan peserta didik saat
mengajukan pertanyaan atas materi yang belum dimengerti, seperti dalam data berikut ini.
[23] 498
G: Ngantuk. Aduh nék maem mau kakéan kok Bu, kulo ten sekolahan dadiné ngantuk, lha ngopo yanh méné ngantuk Le? Hem..biasané ngantuk kuwi
ciriné amandel. Cah cilik kuwi nék kulino ngantuk mungkin duwé amandel
499
S: Amandel? Nurul MKN MSK FM TE
500 G: Amandelnya membesar, akibat kebanyakan makan, pola makannya
berlebihan, dadiné ngan…. 501
S: Tuk Pembelajaran2
Konteks situasi data [23] ini berupa munculnya pertanyaan dari peserta didik karena kurang pemahaman dengan penjelasan dari guru mengenai
contoh hubungan antara materi dengan bidang ilmu lain yaitu kesesehatan. Hal ini karena kata amandel bagi sebagian besar masyarakat di lingkungan
peserta didik disamakan dengan anak tekak, padahal setiap orang mempunyai anak tekak. Hal ini membuat peserta didik bingung mengenai pernyataan guru
pada tuturan 498 yang menjelaskan salah satu penyebab anak kecil suka mengantuk adalah amandel. Namun adanya rasa perkewuh ’sungkan’ untuk
meminta guru menjelaskan kembali materi tersebut membuat peserta didik hanya mengulang kata pernyataan dari guru dengan nada bertanya pada
commit to user
tuturan 499, dibandingkan berujar, ”Bagaimana amandel dapat membuat mengantuk? Saya belum mengerti”. Maksud terembunyi ini dapat dipahami
oleh guru berdasarkan tuturan 500 sebagai respon guru atas tuturan peserta didik dengan menjelaskan lebih khusus mengenai penyebab seorang anak suka
mengantuk yaitu akibat amandel yang membesar dan penyebab lainnya. Hal tersebut membuktikan bahwa tuturan 499 yang disampaikan peserta didik
pada data [23] mengandung implikatur percakapan dengan mengurangi informasi yang diinginkan yaitu, ”Apa maksud Ibu amandel dapat
menyebabkan anak suka mengantuk?” sehingga melanggar maksim kuantitas.
2 Maksim Hubungan
Maksim ini digunakan agar terjalin kerjasama yang baik antara penutur dan mitra tutur dengan memberikan kontribusi tuturan yang relevan.
Penelitian ini menemukan pelanggaran maksim ini dilakukan guru untuk menciptakan variasi humor dalam suatu pembelajaran pada contoh data
berikut.
[24] 480
G: Membaca Kemudian temukan persoalan yang benar-benar terjadi, hem…benar-benar terjadi kamu menemukan masalah apa tadi pagi,
benar-benar terjadi. Wah aku mau tumbas saté keong nggoné mbak marsini telung ngéwu MKH MSK FM TE
481 S: tertawa
482 G: Persoalané ngopo kok nganték tuku telung ngéwu? Lha kulo luwé Bu,
kulo nggé lawuh tumbas sego karo saténé nggih. Itu persoalan yang benar-benar terjadi yang dialami kamu, dadi kamu tadi tuku saté séwu.
Wo aku mau tuku sate séwué wis éntuk limo las, murah nggih? 483
S: Nggih Pembelajaran2
Konteks situasi data [24] saat guru memberikan penguatan berupa contoh nyata cara penentuan masalah saat akan menanggapi suatu masalah. Untuk
menciptakan suasana yang lebih ”segar” dan tidak memojokkan peserta didik sebagai bahan tertawaan dengan menyebut nama peserta didik Guru
menggunakan tuturan 480 yang menjadikan diri sendiri menjadi contoh yang lucu karena persamaan anggapan guru dan peserta didik bahwa beli sate keong
sebanyak tiga ribu sangat berlebihan. Maksud guru ini dimengerti peserta
commit to user
didik dengan respon 483 sehingga guru dapat dengan mudah menerangkan karena antusias peserta didik muncul kembali. Dengan kata lain tuturan 480
mengandung implikatur percakapan yang menaati maksim kerendahan hati. Pelanggaran maksim hubungan yang lain juga digunakan untuk
mengetahui pendapat peserta didik tentang sesuatu . Berikut penjelasan contoh data pelanggara maksim hubungan oleh guru dalam penelitian ini.
[25] 131
G: Jual, maka ada juga yang kotor. Itu namanya diskon cuci gudang. Ndelalah kowé seneng ning kok reget, tidak apa-apa, nanti dirumah di….
132 S: Cuci
133 G: Cuci nggih, aku seneng iki nanging kok reget yo? Cuci gudang memang
gitu, kalo memang tidak menginginkan cuci gudang dengan harga yang lebih tinggi, terawat dengan baik milio sing….MKC MSK FM TE
134 S: Ora diskon
Pembelajaran3
Konteks situasi data [25] terjadi saat guru menjelaskan alasan mengenai barang-barang diskon biasanya kotor. Meskipun guru telah menjelaskan
alasan tersebut, tetapi guru juga mengetahui keadaan ekonomi peserta didik yang beragam. Untuk itu guru menggunakan tuturan 133 yang secara umum
dan mencontohkan diri sendiri sehingga tidak menjatuhkan atau memihak seseorang yang membeli barang diskon dibanding tuturan, ”Jika tidak ingin
barang yang kotor dan mempunyai uang lebih, lebih baik beli yang tidak diskon”. Maksud guru ini dimengerti peserta didik dengan respon 134
sehingga guru dapat mengetahui pendapat peserta didik tentang barang diskon. Dengan kata lain tuturan 133 mengandung implikatur percakapan yang
menaati maksim kerendahan hati.
3 Maksim Cara
Maksim cara melarang penutur menimbulkan kekaburan maksud sehingga sulit diketahui mitra tutur. Contoh pelanggaran maksim ini untuk menerapkan
maksim kerendahan hati terdapat pada data berikut ini.
[26] 39
G: Cerita itu nanti, yang anak-anak buat seperti ini memperlihatkan karton berisi tugas puisi peserta didik. Gék ingi lhak wis sido digawé to?
40 S: Mpun
commit to user
41 G: Hanya lima anak itu tadi yang belum. Sekarang sudah ditambah Fifa
sama....MKC MSK FM TE
42 S: Ibnu Aziz
43 G: Ibnu menatap Ibnu
44 S: Mengangguk Ibnu
Pembelajaran1
Konteks situasi data [26] terjadi saat mengingatkan kembali tugas pembelajaran sebelumnya yang harus dikumpulkan, tetapi terdapat beberapa
peserta didik yang belum mengumpulkan atau telat mengumpulkan. Dan untuk memastikannya tanpa membuat membuat peserta didik beranggapan
tidak menghargai peserta didik yang sudah mengumpulkan meski telat, guru menggunakan kata ”ditambah” sebagai ungkapan penerimaan yang bersifat
ambigu pada tuturan 41. Hal ini karena meskipun sudah mengumpulkan tetapi ada ketentuan penelaian yang berbeda dengan peserta didik tepat waktu,
seperti dengan tuturan, ”Meski kalian mengumpulkan sekarang, tetapi nilai kalian tidak sama dengan peserta didik yang tepat waktu mengumpulkan
tugas”. Maksud guru tersebut dimengerti peserta didik dengan respon 45 yang menanyakan keberterimaan keterlambatan pengumpulan tugas peserta
didik. Sehingga tuturan 41 pada data [26] mengandung implikatur percakapan yang melanggar maksim cara untuk menaati maksim kerendahan
hati. Pelanggran maksim cara juga dilakukan peserta didik untuk merespon
tuturan guru, seperti yang lihat dari contoh data [27] sebagai berikut.
[27] 629
S: Rumah toko 630
G: Ruko dan tempat sampah disediakan agar sampah-sampah opo? 631
S: Tidak kemana-mana Aziz MKC MSK FM TE