Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, di antaranya adalah faktor-faktor dalam diri individu yang mencakup aspek jasmaniah dan rohaniah individu serta faktor- faktor lingkungan yang mencakup lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. 7 Selain gangguan yang telah disebutkan di atas, gagguan lainnya dalam kegiatan belajar mengajar akan banyak ditemui oleh guru sebagai pendidik maupun siswa sebagai peserta didik. Terutama dari kondisi belajar yang cenderung berubah-ubah. Hal ini menjadi indikasi bahwa seorang guru dituntut untuk menguasai keahlian mengendalikan kondisi kelas. Hal ini sering terlupakan oleh para guru sebagai fasilitator di dalam kelas. Murid yang mungkin belum mampu mengetahui alur proses pembelajaran yang harus dilakukan sangat membutuhkan bimbingan dari guru. Sedangkan seorang guru tidak mampu memaksakan kondisi siswa untuk selalu berada pada kondisi terbaiknya dan siap untuk mengikuti pembelajaran. Di sini, peran guru sebagai pembimbing menjadi sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Sebagaimana dijelaskan oleh Oemar Hamalik, guru sebagai pembimbing perlu memiliki keterampilan cara mengarahkan dan mendorong kegiatan belajar siswa. 8 Penjelasan di atas menunjukkan kepada kita bahwa guru sebagai fasilitator di kelas dituntut untuk kreatif dalam membimbing siswa. Kreatifitas guru dalam menyiapkan berbagai macam cara untuk membimbing siswa dalam proses pembelajaran akan menunjang proses pembelajaran menjadi lebih baik. Kreatifitas guru akan sangat berguna dalam menangani kondisi siswa yang sedang mengalami penurunan. Oleh sebab itu, persiapan guru sebelum mengajar menjadi sangat penting. Terutama persiapan dalam metode pembelajaran yang akan digunakan dalam mengajarkan sebuah materi. Meskipun demikian, persiapan yang telah dilakukan guru dalam menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan tidak menjadi jaminan akan menjadikan proses pembelajaran berjalan dengan baik. Sebagaimana dijelaskan oleh KH. Hasan Abdullah Sahal, bahwa metode memang lebih penting dari materi at-thariqah ahammu mina-l-maddah, 7 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psik ologi Proses Pendidik an , Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007, h. 162-163. 8 Oemar Hamalik, Pendidik an Guru Berdasark an Pendek atan Kompetensi , Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009, h. 49. tetapi guru jauh lebih penting dari sekadar metode dalam bahasa Arab: al- mudarris ahammu minat thariqah. Tetapi bukan sekadar guru, namun seseorang yang memiliki „jiwa seorang guru‟ itu yang sebenarnya lebih penting dalam bahasa Arab: ruhu-l-mudarris ahammu min kulli syai dari keduanya metode dan guru. 9 Prof. Dr. H. Mahmud Yunus menjelaskan tentang pentingnya membuat rencana pengajaran, dia berpendapat bahwa rencana pengajaran adalah jalan untuk melaksanakan tujuan sekolah dan meletakkan tiap-tiap mata-pelajaran di tempat yang sewajarnya, sehingga dapat dididik tiap-tiap murid dengan pendidikan yang sesuai dengan bakat dan alam sekitarnya. 10 Masalah yang sering ditemukan pada masa kini yaitu sebagian guru tidak membuat rencana pembelajaran dan kurang menguasai metode-metode pembelajaran yang ada. Guru sudah merasa cukup hanya dengan membawa buku pegangan dan absen siswa. 11 Sehingga pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan tidak dapat tercapai. Bahkan, terkadang guru tidak hadir di kelas ketika pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Siswa hanya diminta untuk mencatat materi, kemudian guru menyimpulkan materi sebelum waktu pelajaran selesai. Dengan demikian, pengalaman yang melekat dalam memori mereka menjadi sangat lemah. Mereka tidak mendapatkan pengalaman proses pembelajaran yang mampu menguatkan pemahaman terhadap materi. Proses pembelajaran seperti ini, tentu sangat diragukan untuk mampu mencapai tujuan pendidikan. Padahal Pendidikan Agama Islam yang siswa dapatkan sangat penting sebagai bekal bagi hidup mereka. Terlebih lagi perkembangan zaman saat ini seringkali bertentangan dengan nilai-nilai moral yang baik. Hasan Muhammad wa Awladih menjelaskan pentingnya pendidikan bagi generasi muda, dia berpendapat bahwa agama adalah perisai yang waspada dan tangguh untuk melindungi 9 Binhadjid, In terpretasi Makna “At-Thariqah Ahammu Mina-l-Maddah”, 2013, http:www.gontor.ac.idberitainterpretasi-makna-at-toriqoh-ahammu-min-a l-maddah. 10 Mahmud Yunus, Pok ok -pok ok Pendidik an dan Pengajaran , Jakarta: PT. Hidakarya Agung, h. 34. 11 Danang Parsetyo. loc. cit. pemuda-pemuda kita dari bahaya yang bersifat kejiwaan dan kemasyarakatan yang diarahkan kepada mereka. 12 Bahaya-bahaya yang dihadapi remaja tersebut dijelaskan secara detail oleh Muhaimin dalam bukunya yang menyatakan bahwa saat ini remaja banyak dihadapkan pada lingkungan dan budaya yang bernuansa pragmatisme, yang mengajarkan bahwa yang benar dan baik ialah yang berguna, dan yang berguna itu biasanya lebih bernuansa fisik. Demikian pula mereka diliputi oleh hedonisme, yang mengajarkan bahwa yang benar ialah sesuatu yang menghasilkan kenikmatan, tugas manusia adalah menikmati hidup ini sebanyak dan seintensif mungkin. 13 Oleh karena itu, menurut Masykur seorang guru tidak hanya perlu menguasai materi yang akan diajarkan. Ia juga harus menguasai berbagai metode pembelajaran yang akan diterapkan di kelas. Selain itu, ia pun mesti memahami motivasi dan kompetensi belajar murid. Semuanya ini menjadi syarat utama baginya agar mengajar tidak monoton. 14 Hal ini menggambarkan bahwa persiapan yang dilakukan sebelum proses pembelajaran yang akan dilaksanakan menjadi kunci penting keberhasilan dari proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Jika guru tidak mempunyai ilmu yang cukup baik untuk membuat suatu perencanaan pembelajaran, maka sangat besar kemungkinan pembelajaran yang akan berlangsung menjadi sangat monoton; murid menjadi pembelajar yang pasif dan aktifitas pembelajaran hanya terpusat kepada guru. Murid hanya menjadi pendengar ketika proses pembelajaran berlangsung. Padahal pengalaman nyata yang dialami siswa ketika proses pembelajaran berlangsung, dapat memperkuat pemahaman siswa terhadap materi yang sedang dipelajari. Materi yang dipelajari dapat tertanam kuat di dalam memori siswa, karena proses pembelajaran yang dilakukan menyertakan sebagian besar panca indra. Sehingga otak dengan cepat menangkap materi yang diajarkan. Sebagaimana dijelaskan oleh Adi, bahwa “Otak akan berkembang dengan 12 Hasan Muhammad wa Awladih, Metodologi Pengajaran Pendidik an Agama Islam, Jakarta:1985, h. 56. 13 Muhaimin, Nuansa Baru Pendidik an Islam Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidik an, Jakarta: Raja Grafindo, 2006, h. 166. 14 Masykur Arif Rahman, Kesalahan-k esalahan Fatal Paling Sering Dilak uk an Guru dalam Kegiatan Belajar-Mengajar, Jogjakarta: Diva Press, 2011, h. 55. maksimal dalam lingkungan yang kaya akan stimulus multi sensori dan tantangan berpikir, lingkungan demikian akan menghasilkan jumlah koneksi yang lebih besar di antara sel- sel otak”. 15 Pada saat ini, metode pembelajaran semakin variatif sehingga sangat memudahkan para guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan. Guru dapat memilih berbagai macam metode yang dapat disesuaikan dengan materi ajar. Pembelajaran menjadi tidak monoton yang hanya terpaku kepada guru sebagai pemberi materi. Beberapa metode bahkan memberi kebebasan kepada siswa untuk mencari informasi yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Melalui berbagai macam informasi yang didapatkan, siswa dapat langsung menyimpulkan pokok materi yang dipelajari. Guru hanya menjadi fasilitator yang membimbing murid agar tidak keluar dari koridor materi yang dipelajari. E. Mulyasa menjelaskan bahwa: Penggunaan metode yang tepat akan sangat menentukan efektifitas dan efisiensi pembelajaran. Pembelajaran perlu dilakukan dengan sedikit ceramah dan metode-metode lain yang berpusat pada guru, serta lebih menekankan pada interaksi dengan perserta didik. Penggunaan metode yang bervariasi akan sangat membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pengalaman belajar di sekolah harus fleksibel dan tidak kaku, serta perlu menekankan kepada kreatifitas, rasa ingin tahu, bimbingan dan pengarahan ke arah kedewasaan. 16 Saat ini dapat kita temukan ada berbagai macam model pembelajaran yang dapat digunakan untuk merangsang siswa agar aktif dalam proses pembelajaran. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif. Seperti dijelaskan Sugandi, bahwa pembelajaran Kooperatif cooperative learning merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan 15 Adi W. Gunawan, Genius Learning Strategy, Petunjuk Prak tis untuk Menerapk an Accelerated Learning, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007, h. 9. 16 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptak an Pembelajaran Kreatif dan Menyenangk an, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2008, h. 107. terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif di antara anggota kelompok. 17 Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu dari berbagai model pembelajaran yang ada. Model pembelajaran kooperatif atau pembelajaran dengan cara berkelompok merupakan pembelajaran yang sangat mengutamakan kerjasama tim. Melalui kerjasama tim, siswa dapat diarahkan untuk aktif dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif terbagi menjadi beberapa metode di dalam aplikasinya, seperti STAD Student Teams Achievement Division, Group Invertigation, TGT Teams Games Tournament, Make a Match, dan Jigsaw. 18 Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode Jigsaw. Melalui metode Jigsaw, peserta dapat dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. Karena siswa diminta untuk menyumbangkan pendapat, informasi, dan pengalaman yang dimilikinya. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis sangat tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam sebuah studi akhir penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Pemahaman Siswa Tentang Materi Zakat pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam ”.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Proses belajar mengajar sebagai sarana pengembangan potensi siswa masih monoton atau tidak menggunakan metode pembelajaran aktif. 2. Perencanaan pembelajaran masih dianggap kurang penting oleh sebagian guru. 3. Masih ada guru yang tidak hadir di kelas pada saat kegiatan pembelajaran. 17 Tukiran Taniredja dkk., Model-model Pembelajaran Inovatif dan Efek tif, Bandung: Alfabeta, 2013, h. 55-56. 18 Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangk an Profesionalisme Guru , Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 213. 4. Sebagian siswa belum mampu memahami proses pembelajaran yang bermakna. 5. Metode pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran kurang menarik dan kurang memberikan kesempatan bagi siswa untuk terlibat secara aktif. 6. Metode pembelajaran yang digunakan tidak disesuaikan dengan materi yang dipelajari.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, masalah pada penelitian ini dibatasi pada: 1. Metode pembelajaran yang akan diterapkan adalah metode Jigsaw. 2. Penelitian ini dilakukan di SMP Sulthan pada kelas VIII tahun 20152016. 3. Materi PAI yang disampaikan yaitu tentang Zakat Fiqh. 4. Pemahaman siswa yang diteliti hanya pemahaman yang berhubungan dengan sisi kognitif siswa.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap tingkat pemahaman siswa tentang materi Zakat? 2. Apakah terdapat perbedaan tingkat pemahaman antara siswa yang pembelajarannya menggunakan metode Jigsaw dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan metode konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mendeskripsikan tingkat pemahaman siswa yang pembelajarannya menggunakan metode Jigsaw. 2. Mengetahui apakah ada perbedaan tingkat pemahaman siswa antara yang menggunakan metode pembelajaran Jigsaw dengan metode konvensional.

F. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini penting untuk dilakukan karena diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Aspek teoritis Diharapkan penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan dalam bidang pendidikan, khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Sehingga dapat menjadi bahan acuan dalam pengembangan keilmuan di bidang pendidikan. 2. Aspek praktis a. Bagi guru, diharapkan dapat dijadikan salah satu alternatif dalam meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran materi Pendidikan Agama Islam, khususnya yang menggunakan metode Jigsaw. b. Bagi sekolah, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan gagasan baru bagi sekolah untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas. c. Bagi praktisi pendidikan, diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang metode pembelajaran yang efektif ketika digunakan dalam proses pembelajaran. d. Bagi peneliti, dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah khususnya materi Zakat dengan menggunakan metode Jigsaw. 11

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoretik

Berikut ini akan dibahas terlebih dahulu beberapa kajian teoritis untuk penunjang relevansi antara teori dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Kajian teori-teori ini meliputi hal-hal yang berkaitan dengan metode Jigsaw dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, khususnya materi Zakat. Untuk memahami lebih lanjut mengenai teori-teori tersebut maka akan dijelaskan dalam pembahasan berikut ini.

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

a. Konsep Metode Jigsaw

Metode Jigsaw pada awalnya dikembangkan dan diuji oleh Elliot Arronson di universitas Texas kemudian diadaptasi oleh Slavin di universitas John Hopkin. 1 Arti Jigsaw dalam bahasa Inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah puzzle, yaitu sebuah teka-teki menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji zigzag, yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama. 2 Teknik yang dipakai dalam metode ini memiliki kesamaan dengan teknik pertukaran dari kelompok ke kelompok group to group dengan suatu perbedaan penting, setiap peserta didik mengerjakan sesuatu. Setiap peserta didik mempelajari sesuatu yang dikombinasi dengan materi yang telah dipelajari oleh peserta didik lain, yang membuat sebuah kumpulan pengetahuan yang berlainan. Dengan demikian setiap 1 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruk tivistik Konsep, Landasan Teoritis —praktis dan Implementasinya, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, h. 56. 2 Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangk an Profesionalisme Guru , Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 217.