Analisis Tingkat Pemahaman Siswa Tentang Materi Zakat

5. Menjelaskan perbedaan ketentuan zakat fitrah dan mal 55 45 6. Membaca dan mengartikan dalil naqli tentang orang-orang yang berhak menerima zakat 50 26,67 7. Menyebutkan orang-orang yang berhak menerima zakat fitrah dan mal 66,67 63,33 8. Mempraktikkan pembagian zakat fitrah dan zakat mal 32,78 21,67 Rata-rata 69,59 60,37 Tabel 4.9 memperlihatkan bahwa pencapaian nilai siswa pada kelas eksperimen lebih unggul daripada kelas kontrol di setiap indikator pembelajaran. Jika diakumulasi pada masing-masing kelompok diperoleh rata-rata persentase kelas eksperimen sebesar 69,59 sedangkan rata-rata kelas kontrol sebesar 60,37 dengan selisih 9,22. Presentase rata-rata indikator tingkat pemahaman siswa tentang materi zakat pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kelas kontrol. Dari deskripsi di atas dapat disimpulkan bahwa hasil jawaban siswa pada kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. Perbandingan persentase indikator kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan dalam grafik berikut ini : Gambar 4.6 Perbandingan Presentase Indikator Tingkat Pemahaman Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6 7 8 P ro se n ta se Nomor Urut Indikator Perbandingan Indikator Mean Kelas Eksperimen dan Kontrol Eksperimen Kontrol Dari gambar 4.7, dapat diketahui bahwa indikator nomor 8 yang paling rendah. Indikator nomor 8 adalah tentang “Mempraktikkan pembagian zakat fitrah dan zakat mal”. Masalah yang terjadi pada saat siswa menyelesaikan soal yaitu masih banyak siswa yang kesulitan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pembagian zakat seperti nisab batasan jumlah dan haul batasan waktu harta yang wajib dizakati. Sehingga banyak siswa yang tidak dapat melakukan perhitungan zakat dengan benar. Dan juga terlihat pada indikator nomor 3 yaitu tentang “Menjelaskan perbedaan pengertian zakat fitrah dan mal” menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Kelas eksperimen memiliki presentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini disebabkan oleh metode Jigsaw yang memberikan kemudahan bagi siswa di kelas eksperimen untuk berdiskusi dengan siswa lainnya, ini membuat siswa lebih mudah untuk memahami pembelajaran karena lebih mudah untuk bertanya kepada siswa lainnya jika ada bagian yang belum dipahami sehingga siswa di kelas eksperimen dapat memahami materi yang dipelajari dengan lebih baik. Sedangkan siswa di kelas kontrol hanya menjadi peserta pasif karena hanya menjadi pendengar atas penjelasan-penjelasan yang disampaikan oleh guru, sehingga siswa kurang termotivasi untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.

2. Proses Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Penelitian ini dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan dengan rincian 2 kali pertemuan untuk memberikan perlakuan dan 1 kali pertemuan untuk posttest. Peneliti menggunakan dua kelas untuk dijadikan sebagai sampel penelitian yaitu kelas VIII A terpilih sebagai kelompok eksperimen yang pembelajarannya menggunakan metode Jigsaw. Sedangkan kelas VIII B sebagai kelompok kontrol yang pembelajarannya menggunakan metode konvensional. Adapun langkah pembelajaran yang menggunakan metode Jigsaw di kelas eksperimen yaitu, pada setiap pertemuan masing-masing siswa berkumpul dengan tim induk yang telah ditentukan secara acak. Kemudian setiap siswa diberikan Lembar Kerja Siswa LKS yang di dalamnya berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus mereka jawab dengan cara berdiskusi bersama tim ahli. Setiap anggota di dalam tim induk mendapatkan topik materi LKS yang berbeda-beda. Tim ahli dibentuk dengan cara membuat kelompok baru berdasarkan topik materi di dalam LKS yang setiap siswa dapatkan. Setelah siswa membentuk tim ahli, setiap tim ahli diminta untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam LKS dengan cara berdiskusi dengan anggota di dalam tim ahli. Pada awalnya, terlihat sebagian siswa mendominasi diskusi kelompok dan sebagian lainnya hanya menjadi pendengar. Tetapi karena setiap siswa mempunyai LKS yang harus dijawab, maka siswa yang sebelumnya kurang aktif dapat mengimbangi siswa yang sebelumnya mendominasi. Sehingga terjadi komunikasi yang aktif secara merata antara setiap anggota tim. Pembelajaran dengan metode Jigsaw menjadikan siswa lebih antusias dan tertantang untuk menyampaikan ide jawaban. Walaupun masih ditemukan beberapa siswa yang belum terbiasa untuk berbicara di depan teman-temannya sehingga terlihat canggung dan sulit untuk menjelaskan ide-ide yang ingin disampaikan. Karena siswa belum terbiasa dengan metode seperti ini pada pembelajaran-pembelajaran sebelumnya. Pada pertemuan selanjutnya, siswa sudah mulai terbiasa dengan metode Jigsaw sehingga interaksi antar siswa dapat terbangun dengan baik. Setelah siswa berdiskusi dengan anggota tim ahli, langkah selanjutnya yaitu setiap siswa kembali ke tim induk. Di dalam tim induk, setiap siswa memiliki pemahaman tentang topik materi yang berbeda-beda. Karena setiap tim ahli mendiskusikan topik materi yang berbeda-beda. Maka di dalam tim induk, setiap anggota dituntut untuk menjelaskan materi yang telah mereka diskusikan sebelumnya dengan tim ahli. Setiap anggota tim induk mewakili satu topik materi, sehingga setiap anggota kelompok bergantung dengan anggota kelompok lainnya untuk memahami materi secara menyeluruh. Dengan demikian, setiap siswa dituntut berperan aktif untuk memastikan setiap anggota di dalam tim induk dapat memahami materi yang dijelaskannya. Hal ini mendorong setiap siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran terlihat setiap siswa berusaha untuk menjelaskan materi dengan sebaik mungkin kepada anggota kelompoknya berdasarkan apa yang telah mereka pahami dan menggunakan gaya penjelasan yang beragam. Setelah seluruh proses pembelajaran yang berlangsung sebanyak 2 kali pertemuan, terjadi perubahan perilaku pada siswa. Pada pertemuan pertama masih banyak siswa yang tampak bingung saat berdiskusi di dalam tim ahli, karena pada pembelajaran-pembelajaran sebelumnya mereka belum terbiasa memahami materi pelajaran secara mandiri. Pembelajaran-pembelajaran sebelumnya lebih bersifat pasif, siswa hanya mendengarkan guru dan mencatat apa yang disampaikan guru. Dalam pembelajaran itu kurang adanya interaksi antar siswa sehingga mereka belum terbiasa untuk menyampaikan pendapat ataupun bertanya jika ada penjelasan yang belum dipahami. Pada pertemuan selanjutnya siswa mulai antusias mengikuti pembelajaran. Mereka lebih aktif dalam proses pembelajaran, mulai berani mengemukakan ide dan gagasan ketika diskusi berlangsung. Pada kelas kontrol, pembelajaran yang dilaksanakan menggunakan metode konvensional. Metode konvensional yang digunakan adalah metode ceramah dan tanya jawab. Pertama-tama guru menjelaskan materi yang dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya setelah guru selesai menjelaskan keseluruhan materi. Keterlibatan siswa hanya sebatas mendengarkan dan mencatat materi yang dijelaskan oleh guru. Dalam proses pembelajaran yang dilakukan di kelas kontrol ini siswa tidak terlibat secara optimal dan cenderung pasif. Siswa tidak diberikan kesempatan untuk bertukar pendapat dengan temannya dalam mengungkapkan ide dan gagasannya di dalam kelas. Dengan demikian, pembelajaran yang diikuti oleh siswa lebih bersifat hafalan. Tetapi kelebihan dari kelas kontrol ini yaitu siswa dapat mempelajari materi secara menyeluruh sesuai dengan urutannya. Meskipun hal tersebut tidak menjamin siswa bisa lebih memahami materi yang dipelajari secara menyeluruh. Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa perlakuan yang berbeda menyebabkan hasil akhir yang berbeda antara kelas eksperimen yang diajarkan menggunakan metode Jigsaw dan kelas kontrol yang diajarkan menggunakan metode konvensional. Hal ini dibuktikan dengan analisis data hasil penelitian, ada perbedaan yang signifikan pada tingkat pemahaman siswa tentang materi Zakat yang dipengaruhi oleh metode pembelajaran yang digunakan yaitu metode Jigsaw dan metode konvensional.

D. Keterbatasan Penelitian

Penulis menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna. Berbagai upaya telah dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini agar diperoleh hasil yang optimal. Meskipun demikian, masih ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan sehingga membuat penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan sebagaimana dijelaskan berikut ini: 1. Penelitian ini hanya dilaksanakan pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam khususnya pada materi Zakat, sehingga belum bisa digeneralisasikan pada materi-materi lainnya. 2. Siswa belum terbiasa dengan proses pembelajaran yang menggunakan metode Jigsaw, sehingga peneliti harus memberikan penjelasan ulang atau bimbingan secara langsung kepada setiap kelompok agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. 3. Pembelajaran dengan metode Jigsaw membutuhkan waktu yang cukup banyak sedangkan waktu yang tersedia terbatas, sehingga butuh persiapan dan pengaturan kelas yang baik.