51
menjadi 0,287 mM. Hal ini diduga pada kondisi awal, responden tersebut memiliki pola makan kurang baik, dimana suplai makanan dengan kandungan antioksidan sangat rendah. Peningkatan
antioksidan total setelah mengkonsumsi diduga sebagai akibat perbaikan pola makan dengan konsumsi Produk SawitA yang kaya akan antioksidan. Berdasarkan uji-t terdapat perbedaan yang
signifikan konsentrasi antioksidan responden sebelum dan sesudah konsumsi Produk SawitA P = 0,002 pada taraf kepercayaan 95.
d. Keterkaitan mengkonsumsi Produk SawitA terhadap peningkatan
antioksidan
Berdasarkan profil konsentrasi antioksidan total dari ketiga desa yang telah dibahas sebelumnya, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mengalami peningkatan konsentrasi
antioksidan total bila dibandingkan dengan kondisi awal. Secara keseluruhan konsentrasi antioksidan total sebelum intervensi atau pemberian Produk SawitA memiliki kisaran antar 0,023 mM hingga
0,321 mM, dengan rata-rata 0,229±0,064 mM. Sementara setelah intervensi terjadi peningkatan konsentrasi antioksidan total dengan kisaran antara 0,234 mM hingga 0,373 mM, dengan rata-rata
0,308±0,032 mM. Berdasarkan uji-t total antioksidan dari ketiga desa, terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah konsumsi Produk SawitA P = 0,000 pada taraf kepercayaan 95.
Antioksidan total plasma menggambarkan seluruh komponen yang terdapat pada plasma yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Antioksidan tersebut dapat berasal dari dalam tubuh
antioksidan endogenus, atau antioksidan yang berasal dari luareksogenus yang dapat disuplai dari makanan atau suplemen Papas 1999 a. Antioksidan ini terlibat dalam sistem pertahanan untuk
mencegah terjadinya kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas dan ROS.
Produk SawitA yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit mentah MSMn atau lebih sering dikenal sebagai crude palm oil CPO. Peningkatan konsentrasi antioksidan total
plasma responden diduga berasal dari konsumsi produk Produk SawitA, dimana pada produk terdapat komponen menguntungkan yang befungsi sebagai antioksidan. Komponen yang dimaksud adalah
senyawa karotenoid dan komponen tokoferoltokotrienol pada produk. Pemberian minyak sawit mentah sebesar 7,35 gramkg pada ransum tikus mampu meningkatkan enzim katalase pada plasma
tikus paling tinggi dan berbeda secara signifikan bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya . Hal tersebut menunjukkan minyak sawit mentah sangat efektif dalam menangkal efek toksik malathion.
Hasil proliferasi limfosit hampir sama dengan perlakuan lainnya yang menandakan bahwa minyak sawit kasar hampir sama kekuatannya dengan gabungan vitamin A, E, dan C Subekti 1997.
Minyak sawit mentah adalah bahan pangan yang banyak mengandung senyawa karotenoid. Di dalam MSMn terkandung 500-700 ppm senyawa karotenoid Choo et al. 1994. Beberapa senyawa
karotenoid tersebut memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Karotenoid yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan misalnya -k
aroten, α-karoten, dan likopen. Βeta karoten dan alfa karoten merupakan sumber vitamin A yang juga berfungsi sebagai antioksidan. Beta karoten merupakan
provitamin A yang paling banyak tersebar luas di alam. Konversi -karoten menjadi senyawa vitamin A terjadi pada permukaan usus halus Gross 1991. Minyak sawit telah dikonsumsi manusia lebih dari
5000 tahun. Laju pencernaan dan penyerapan minyak sawit oleh tubuh manusia adalah lebih dari 97, seperti halnya pada minyak dan lemak lainnya Basiron 2005. Bioavailabiliti karotenoid dipengaruhi
oleh banyak faktor di antaranya adalah komposisi karotenoid pangan, lemak pangan dan serat, sifat matriks pangan, preparasi pangan sebelum di konsumsi, ukuran partikel, interaksi karotenoid selama
penyerapan, metabolisme, dan transportasi Olson 1999, Parker et al. 1999, Hof et al. 2000. Bioavailabilitas prosentase Penyerapan karotenoid sangat bervariasi mulai dari 1 hingga 99.
Karotenoid dalam larutan minyak memiliki bioavailabilitas tertinggi jika dibandingkan degan karotenoid yang masih tersimpan dalam matrik pangan Parker et al. 1999
. Tingginya kandungan - karoten di dalam plasma menggambarkan bahwa kebutuhan vitamin A sudah cukup Zakaria et al.
2011. Enzim yang berperan dalam konversi senyawa karotenoid menjadi vitamin A adalah -
karotene 15,15’-dioksigenase. Konversi -karoten menjadi vitamin A dikontrol oleh hormon tiroid dan androgen. Kedua hormon ini akan menstimulasi penyerapan -karoten sebaliknya tiroid inhibitor
thiouracil akan menghambat penyerapannya. Asupan protein pada makanan juga mempengaruhi pada perubahan karoten menjadi vitamin A yaitu secara langsung berpengaruh pada produksi enzim
oksigenase Goodwin 1994. Thurnham 2009 menambahkan defisiensi mineral zink juga menekan aktivitas enzim tersebut. Kehadiran senyawa karotenoid lain seperti lutein juga menghambat konversi
-karoten menjadi retinol dengan perbandingan lutein dan -karoten lebih besar 3:1.
52
Di dalam tubuh, untuk melawan kerusakan akibat senyawa radikal bebas dan ROS, terdapat empat mekanisme pertahanan antioksidan. Senyawa karotenoid bekerja pada sistem pertahanan utama
atau preventive antioxidant dimana senyawa karotenoid akan meredam quenching singlet oksigen, sekaligus sebagai sistem pertahanan kedua atau radical scavenging antioxidant dimana senyawa
karotenoid menangkap radikal bebas sehingga menghambat inisiasi dari proses oksidasi Noguchi Niki 1999. Radikal bebas dan ROS diketahui menyebabkan berbagai penyakit
degeneratif dan kerusakan berbagai molekul penting seperti protein dan DNA, sehingga diharapkan dengan adanya asupan antioksidan dari luar dapat melindungi dari kerusakan tersebut.
Efesiensi senyawa karotenoid dalam meredam singlet oksigen berhubungan dengan struktur senyawa kimianya. Hal ini disebabkan kemampuan meredam singlet oksigen berhubungan langsung
dengan panjang rantai polyene. Likopen merupakan peredam singlet oksigen terbaik diantara karotenoid lainnya karena memiliki ikatan ganda terisolasi, rantai terbuka, serta sedikitnya substitusi
senyawa oksigen pada struktur molekulnya. Dalam tubuh manusia yang sehat dan secara in vitro, likopen diketahui melindungi lipid, protein, dan DNA dari oksidasi. Selain itu likopen menginaktivasi
hidrogen peroksida dan nitrogen oksida, sehingga melindungi limfosit dari nitrogen oksida yang
menginduksi kerusakan membran dua kali lebih efektif dibandingkan -karoten. Astaxanthin, - karoten, dan likopen diketahui melindungi dari singlet oksigen dalam menginduksi kerusakan
membran sel limfa. Interaksi antara karotenoid dan singlet oksigen salah satunya melalui mekanisme physical quenching dimana energi dari singlet oksigen ditransfer ke karotenoid dan membebaskannya
ke lingkungan sebagai panas. Selain itu juga dapat melalui mekanisme chemical quenching dimana karotenoid dihancurkan melalui proses penambahan oksigen ke dalam ikatan ganda karotenoid
Boeliau et al. 1999; Martin 2005. Contoh berikut menggambarkan kedua mekanisme peredaman radikal tersebut.
1
O
2 o
+ lycopene O
2
+
3
lycopene
o
O
2
+ lycopene + heat
1
O
2 o
+ lycopene lycopene-O
2
Pada serum manusia sebagian besar -karoten ditemukan dalam bentuk trans. Beta karoten diserap secara difusi pasif kemudian diangkut bersamaan dengan kilimikron Boeliau et al. 1999.
Aktivitas antioksidan -karoten tergantung tekanan parsial oksigen. Pada kondisi tekanan parsial oksigen lebih rendah jika dibandingkan dengan tekanan oksigen pada keadaan normal, -karoten
memiliki aktivitas antioksidan tertinggi, sementara pada tekanan parsial oksigen yang lebih tinggi dari keadaan normal senyawa ini justru bertindak sebagai prooksidan dan memiliki aktivitas antioksidan
terkecil Yamanushi et al. 2009.
Sebagai senyawa antioksidan yang baik, antioksidan harus mampu membentuk radikal stabil dengan mendonorkan hidrogen ke radikal perusak yang tidak stabil. Re
aksi antara -karoten dan radikal lipid menghasilkan terbentuknya senyawa radikal intermediet. Struktur radikal intermediet ini
memiliki dua aspek yaitu dapat bertindak sebagai prooksidan yang bereaksi dengan molekul oksigen atau dapat bereaksi dengan radikal lipid lainnya membentuk produk yang stabil. Pada lingkungan
dengan tekanan oksigen tinggi seperti pada jaringan paru- paru, -karoten beraksi pada mekanisme
pertama, namun pada jaringan dengan tekanan oksigen rendah -karoten lebih suka bertindak sebagai antioksidan untuk menghentikan oksidasi lipid Boeliau et al. 1999.
Beta karoten dan senyawa karotenoid lain, dapat menurunkan risiko perkembangan kanker termasuk kemampuan dalam meredam singlet oksigen dan senyawa reaktif lainnya. Selain itu juga
meregulasi komunikasi gap junction antar sel, meningkatkan sistem imun, dan menginduksi enzim detoksifikasi. Aspek lain karotenoid dalam sistem imun adalah meningkatkan aktivitas natural killer
cell, meningkatkan respon limfosit terhadap mitogen, serta melindungi sel imun terhadap kerusakan dari senyawa radikal bebas dan ROS Boeliau et al. 1999.
Sumber antioksidan lain pada Produk SawitA berasal dari vitamin E yang tinggi pada produk tersebut. Menurut Sambanthamurthi et al. 2000 pada CPO terkandung vitamin E sebesar 600-1000
ppm, terdiri atas campuran tokoferol 18-22 dan tokotrienol 78-82. Tokotrienol utama dalam minyak meliputi α–tokotrienol ββ, –tokotrienol 46,δ–tokotrienol 12. Vitamin E diserap
dengan jalur yang sama dengan senyawa non polar lain. Tokoferol diserap dari usus halus secara difusi pasif dan disekresi ke dalam limfa dengan kilomikron. Di dalam plasma dan jaringan terdapat 2-
γ kali lebih banyak α-tokoferol dibandingkan dengan -tokoferol meskipun pada makanan mengandung le
bih banyak -tokoferol dibandingkan dengan α-tokoferol Papas 1999c. Sebagian besar studi aktivitas antioksidan vitamin E dilakukan terhadap
α-tokoferol dalam menghambat oksidasi lipid. Oksidasi lipid secara umum ditemukan dalam membran sel dan membran
53
organel sel, lipoprotein, jaringan lemak, otak, dan jaringan lainnya. Alfa tokoferol terdapat dalam membran dengan perbandingan 1:1000 dibandingkan senyawa lipid. Ekor phytil dari vitamin E
menentukan posisi senyawa tersebut dalam membran dimana cincin chroman tertanam dalam membran. Hal tersebut menentukan efisiensi vitamin E sebagai antioksidan selain penting dalam
regenerasi radikal tokoferol oleh vitamin C. Alfa tokoferol diketahui berperan utama dalam mencegah terjadinya reaksi oksidasi lipid LDL dan merupakan penangkap radikal peroksil terbaik. Dalam studi
in vitro diketahui tokotrienol lebih efektif menghambat proses oksidasi LDL dibandingkan dengan tokoferol. Namun secara in vivo
pada tikus, α-tokotrienol dan α-tokoferol, -tokoferol dan - tokotrienol, memiliki aktivitas yang hampir sama meskipun lebih rendah sedikit dibandingkan bentuk
alfa Papas2 1999c. Dalam sistem pertahanan antioksidan tubuh, vitamin E bertindak sebagai pertahanan pertama
atau preventive antioxidant dan juga sebagai pertahanan kedua atau radical scavenging antioxidant. Dalam pertahanan pertama vitamin E bekerja dengan cara meredam quenching singlet oksigen,
sementara pada pertahanan kedua senyawa ini berperan dalam mencegah oksidasi lipid Noguchi Niki 1999. Papas 1999c menambahkan selain memerangkap singlet oksigen, tokoferol
dan tokotrienol memerangkap radikal bebas dan spesies reaktif lainnya seperti senyawa nitrogen reaktif RNS. Di dalam tubuh RNS tebentuk akibat reaksi antara nitrogen oksida NO dengan
oksi
gen. Reaksi α-tokoferol dan NO
2
menghasilkan agen nitrosating namun hal serupa tidak terjadi pada -tokoferol. Senyawa -tokoferol akan mereduksi NO
2
menjadi NO atau bereaksi dengan NO
2
tanpa terbentuknya agen nitrosating . Kemampuan unik dari -tokoferol ini mungkin disebabkan oleh
jumlah dan letak dari gugus metil pada cincin chroman yang penting dalam mencegah karsinogenesis, arthritis,dan penyakit syaraf karena agen nitrosating dapat menyebabkan deaminasi basa DNA.
Deaminasi ini menyebabkan mutasi atau mengganggu fungsi fisiologi dan sistem imun. Sisi aktif vitamin E, baik tokoferol maupun tokotrienol adalah grup 6-hidroksil pada cincin
chroman. Jika teresterifikasi grup tersebut tidak aktif. Dengan alasan inilah dalam makanan penggunaan vitamin E sebagai antioksidan harus dalam keadaan tidak teresterifikasi. Di dalam sistem
pencernaan, ester pada cincin chroman dihidrolisis oleh lipase dan diserap dalam bentuk tokoferol bebas, sehingga tokoferol dan tokotrienol di dalam darah berbentuk bebastidak teresterifikasi Papas
1999. Rota et al. 2005 menambahkan aktivitas antioksidan vitamin E didapatkan melalui grup hidroksil fenolik, yang siap mendonorkan hidrogen ke radikal peroksil menjadi radikal bebas yang
tidak reaktif karena elektron yang tidak berpasangan distabilkan melalui delokalisasi pada cincin aromatik. Efisiensi dari perlindungan ini tergantung dari dua hal. Pertama adalah mobilitas molekul di
dalam membran yang ditentukan oleh cincin alifatik. Kedua adalah jumlah dari gugus metil dalam cincin chroman, dimana setiap gugus metil menambah kapasitas antioksidan. Gugus metil adalah
faktor yang penting untuk grup hidroksil. suatu α-homolog yang memiliki jumlah gugus metil yang besar dan mengapit gugus hidroksil lebih efektif dibandingkan dengan homolog lainnya.
Selain komponen yang telah disebutkan di atas, peningkatan antioksidan plasma juga dapat berasal dari komponen makanan lain yang dikonsumsi responden. Makanan dapat membawa senyawa
yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan seperti vitamin C, Flavonoid, komponen fenol dan komponen lainnya.
Faktor lain yang menyebabkan peningkatan konsentrasi antioksidan total plasma responden diduga adalah meningkatnya produksi antioksidan endogenus. Garrison et al. 2005 menyebutkan di
dalam plasma juga terdapat antioksidan endogenus seperti copper, zinc superoxide dismutase atau lebih dikenal SOD3 yang merupakan enzim antioksidan utama dalam dinding pembuluh darah. Subjek
yang sehat memiliki kandungan SOD3 10 hingga 15 kali lebih banyak. Kandungan SOD3 dipengaruhi oleh banyak faktor diantara adalah gaya hidup seperti merokok. Selanjutnya antioksidan endogenus
dalam plasma adalah GSTM1 atau glutathione-S-transferase suatu enzim antioksidan yang penting dalam detoksifikasi DNA adduct. Selain kedua enzim antioksidan tersebut juga terdapat endothelial
nitric oxide synthase atau eNOSNOS3. NOS3 memainkan peranan yang penting dalam kesehatan pembuluh darah karena menekan terbentuknya platelet.
Antioksidan di dalam tubuh berfungsi tidak terpisah antara satu dan lainnya, tetapi merupakan bagian dari suatu sistem yang saling bebas, menambahkan atau bekerja sama dengan komponen
antioksidan lain. Setiap komponen antioksidan berinteraksi untuk menjaga status antioksidan. Sebagai contoh ketika terjadi oksidasi pada membran lipid maka akan menghasilkan vitamin E yang
teroksidasi. Vitamin E yang teroksidasi diperbaiki kembali oleh asam askorbat menghasilkan dehidroaskorbat yang teroksidasi. Selanjutnya asam askorbat yang teroksidasi diperbaiki ole glutation,
yang ada akhirnya glutation teroksidasi diperbaiki oleh glutation reduktase Grimble 2005; Papas 1999b.
54
2. Kapasitas Antioksidan Eritrosit
Sel darah merah atau eritrosit merupakan bagian penting dari sistem sirkulasi atau peredaran. Sel ini memiliki tanggung jawab utama sebagai pengangkut molekul oksigen dan karbon dioksida,
kemudian mengedarkannya ke jaringan tubuh atau membuangnya keluar tubuh. Seperti sel lainnya eritrosit diselubungi oleh membran fosfolipid bilayer yang tersusun atas lipid dan protein.
Eritrosit mudah mengalami oksidasi disebabkan oleh kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi. Senyawa oksigen reaktif yang terdapat pada plasma, sitosol, dan membrane sel dapat bereaksi
dengan membrane eritrosit. Hal tersebut mempengaruhi integritas membran dan menyebabkan terjadinya oksidasi lipid dan protein, yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya hemolisis
Delmas-Beauvieux et al. 1995. Kerusakan oksidatif pada eritrosit dapat dicegah oleh enzim seperti superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase yang terdapat pada eritrosit. Selain itu
tersedianya vitamin E dan dan senyawa antioksidan lainnya di dalam plasma mengurangi terjadinya kerusakan oksidatif pada eritrosit Kelle et al. 1999. Mengingat hal tersebut maka konsumsi bahan
makanan kaya antioksidan diperlukan dalam menjaga stabilitas eritrosit terhadap kerusakan akibat radikal bebas.
Untuk mengetahui pengaruh Produk SawitA terhadap kapasitas antioksidan eritrosit maka dilakukan analisis kapasitas eritrosit dari 33 responden dari Desa Babakan, Sukadamai, dan Dramaga.
a. Kapasitas antikosidan eritrosit Desa Babakan